Kamis, 24 November 2016

Sayembara Askar (11)


sebelumnya di sini
“Lo nggak pesan makanan?” tanya Agni saat menyadari di meja Tantra hanya ada secangkir kopi. Tak ada makanan apapun.
Tantra menggeleng. “Ini cukup kok,” jawabnya kemudian.
“Emang lo udah makan malam?” tanya Agni seraya menarik kursi dan duduk berseberangan dengan Tantra.
“Belum sih, tapi nanti aja kalau gue…,”
“Makan itu nggak boleh ditunda-tunda!” dengus Agni. Ia memang tak pernah menyukai orang yang menunda makan. Apapun alasannya. Pengalaman mengajarkan pada Agni, makan adalah kebutuhan pokok manusia yang jangan sekalipun terabaikan.
“Sakit baru tahu rasa loh!”
Gerr… cewek ini mulutnya!
Tantra meringis. Gadis dihadapannya memang benar-benar memiliki sifat yang menyebalkan. Tak hanya jutek, mulutnya juga pedas.
“Permisi!”
Tantra yang baru mau membuka mulut urung. Seorang pelayan wanita tampak membawakan makanan ke mejanya. Pesanan Agni.
“Makan gih! Tadi kan teman gue pesan buat dua orang,” ujar Agni yang membuat Tantra manggut-manggut.
“Sesibuk apapun lo, makan tuh jangan lupa!” Lagi-lagi Agni berbicara. “Lo sibuk kerja buat keluarga kan? Tapi kalau sakit, yang repot siapa? Keluarga juga kan?”
Deg.
“Mungkin sekarang lo baik-baik aja. Tapi nggak tahu nanti.”
Agni benar-benar bermulut pedas. Namun jauh di lubuk hatinya, Tantra mengakui kebenaran itu. Harus diakui, jadwal makannya cukup berantakan karena pekerjaan yang cukup banyak. Bahkan tak jarang ia hanya makan sekali sehari.
“Udah jangan bengong aja! Makan gih!”
Tantra tersenyum tipis. Pelayan sudah pergi dan di mejanya kini tersaji makanan yang sesungguhnya mengundang selera. “Thanks.” Katanya tulus pada Agni. Bukan, bukan pada makanan, tapi pada kata-kata Agni yang menohok dirinya.
“Bayar!”
“Hah?” Tantra melongo bingung sesaat. “Eh, I—iya iya, nanti aku bayarin…” Ujarnya kemudian, saat mencoba mencerna ucapan Agni sebelumnya.
“Antar gue pulang aja sebagai bayarannya.”
Ucapan Agni makin membingungkan Tantra.
“Makanan ini udah dibayarin teman gue.” Jelas Agni yang seketika membulatkan mulut Tantra. “Jadi sekarang mending kita abisin nih makanan daripada sia-sia duit teman gue,”
Kepala Tantra kembali mengangguk. Kini ia menuruti ucapan Agni dengan meraih sendok dan mulai menyuapkan makanan masuk ke mulutnya. Dalam hati ia merutuk, ini cewek kenapa sikapnya begitu menyebalkan sih?
Eh tapi…
Diam-diam Tantra melirik Agni. Sejujurnya hatinya menghangat karena kata-kata Agni. Gadis itu mengingatkan dirinya soal pentingnya makan. Ah, sepertinya sudah begitu lama tak ada yang berbicara seperti itu padanya. Kecuali orang tuanya tentunya.
“Kamu balik kapan?”
Pertanyaan Tantra seketika mengerutkan dahi Agni. Tantra yang memahami kebingungan Agni pun mencoba mengulas senyum. “Kamu kan ngeliput KTT Asean?”
“Oh,” Mulut Agni membulat, tetapi kerutan di dahinya tak lenyap begitu saja. “Lo nonton siaran gue,”
Tantra mengangguk. “Berita pagi nggak pernah aku lewatin,”
“Oh ya?”
Tantra kembali mengangguk. “Kebiasaan kayaknya. Keluargaku nggak pernah absen untuk nonton berita di pagi hari,”
Agni pun manggut-manggut mendengar penjelasan Tantra. Ada sedikit rasa bahagia menyelusup hatinya. Profesinya bermanfaat bagi orang lain. Ah, tak sia-sia juga berangkat dini hari.
Thanks,
Hah?
Tantra mengangkat kepalanya lalu menatap Agni. Pendengarannya tak salah kan?
“Kenapa ngeliatin gue kayak gitu? Ada yang salah?”
Pertanyaan Agni seketika menarik kesadaran Tantra. “Eh, eng—nggak. Nggak papa Cuma…”
“Cuma apa?”
Tantra menghela napas pendek sesaat. “Cu—cuma lo tadi bilang apa? Sorry aku nggak dengar,”
“Oh tadi…,” Agni tersenyum. “Gue bilang makasih. Senang rasanya apa yang gue lakuin bermanfaat dan ditunggu orang lain.”
Oh gitu…
Tunggu! Itu tadi apa?
Agni tersenyum?
Tantra mendesah panjang. Kenapa dia jadi terlihat begitu cantik?
***

“Ide sinting!”
“Gila lo ya!”
Askar terbahak. Ia sedang bersama Hugo. Meski tak sering, Askar selalu menyempatkan mengunjungi restoran milik sahabatnya tersebut sekaligus menghabiskan waktu bersama. Biar bagaimanapun, Hugo temannya sejak kecil. Lelaki itulah yang paling mengenal dirinya.
“Lo nggak mikir apa mereka akan merasa tertipu?”
Pertanyaan Hugo dijawab kekehan oleh Askar. “Nggak! Mereka mendapatkan apa yang mereka mau. Bonus gue malah.”
“Maksud lo?” Mata Hugo memicing curiga. “Lo serius mau cari istri atau…”
“Kalau ada yang menarik kenapa tidak,” potong Askar dengan mata berkedip. Namun segera dipahami Hugo.
“Gila lo ya! Lo kira mereka semua mau tidur sama lo, hah?”
“Oh ya?” sebelah alis Hugo terangkat. “Siapa yang bisa menolak pesona gue,”
Hugo berdecak. Narsis, huh!
“Lo nggak mikir karma apa?” gerutu Hugo. “Lagian apa sih rencana lo sebenarnya?”
“Bukan apa-apa. Hanya menuruti kemauan bos besar.” Ucap Askar.
Hugo menggeleng beberapa saat sebelum kemudian kedua tangannya terangkat. “Terserah lo! Lakuin apa yang mau lo lakuin,” katanya.
“Tapi gue ingatin, lo nggak bisa selamanya bersikap seperti ini. “
Bahu Askar mengedik. Tak lama ia beranjak dari kursi.
“Mau kemana lo?” Hugo mendongak.
“Makan selesai jadi waktunya cari kesenangan,” seringai Askar lebar. “Lo kira gue betah menghabiskan malam sendiri di ranjang yang dingin.”
“Sial!”Hugo memaki. “Lo emang bajingan sejati, Kar!”
***
Ada yang berbeda dengan hari yang Agni lalui sekarang. Siapa lagi kalau bukan kedatangan Askar yang masih demikian gencar mengajaknya pergi bersama. Meski nyaris seminggu berlalu, laki-laki itu masih tak menyerah.
Dalam hati Agni tak henti mencibir jika menemukan sosok itu kembali muncul.
“Tujuan lo sebenarnya apa sih?” tanya Agni dengan mata memicing curiga saat Askar kembali mendatanginya.
Senyum Askar mengembang. “Nggak ada tujuan apa-apa. Lagian apa salahnya sih aku ajak makan bareng? Lagian dulu juga kita sering melakukannya,”
Bibir Agni mencebik. Dulu!
“Dulu kan kita kerja bareng.” Sahut Agni. “Tapi sekarang jelas kita nggak ada urusan, Kar.”
“Oh ya?”
Agni mengangguk. Askar terkekeh. “Tapi kurasa kita ada urusan. Oh, ayolah Agni! Makan siang bersama nggak ada salahnya kan?”
Helaan napas panjang terdengar. Agni terdiam berpikir. Askar yang dikenal memang pribadi yang keras. Ia terbiasa mendapatkan apa yang diinginkan. Jadi percuma juga ia menolak, karena Askar akan terus memaksanya.
Fine! Kita lunch bareng.”
Yess!”
Agni memajukan bibirnya. “Nggak usah lebay deh!” katanya sebelum kemudian meraih tas dan melangkah keluar diikuti Askar yang tak lepas dari senyum di wajahnya.
Lima belas menit kemudian, keduanya sudah tiba di sebuah restoran yang cukup terkenal. Ternyata Askar sudah memesan tempat sebelum keduanya datang.
“Waktu ternyata begitu cepat ya,”
Agni mengernyitkan dahi mendengar kata-kata Askar, sesaat setelah mereka memesan makanan.  “Maksudnya?”
“Kamu yang sekarang terlihat berbeda…”
Agni mencibir. Mau merayu, huh?
“Playboy macam lo nggak punya stok kosakata lain untuk merayu seorang gadis?” tanyanya ketus namun mampu membuat tawa Askar pecah.
Gadis menarik!
“Oh, ayolah, Ni! Aku bukan sedang merayu, tapi memuji.” Askar tersenyum lebar. “Kamu berubah banyak dari waktu kita kerjasama dulu,”
Agni mengedik. Tak peduli Askar merayu atau memujinya. Kalau Askar mengatakan ia berubah banyak, tentu saja! Tiga tahun silam, dirinya hanyalah gadis polos yang baru saja menyelesaikan pendidikan. Ia memang sekolah di luar negeri, tapi kehidupannya dan pergaulannya tak sebebas seperti  remaja di sekitarnya.
 Berbeda dengan saat ini. Waktu dan pengalaman membentuknya menjadi gadis yang lebih matang dan dewasa.
“Semua orang berproses menjadi lebih baik.” jawab Agni diplomatis.
“Ya ya ya!” Kepala Askar manggut-manggut. “Tapi ngomong-ngomong kenapa kamu memutuskan jadi penyiar? Perusahaan keluargamu kan semakin maju? Kurasa gaji di sana juga lebih besar?
Agni mendesah. Pertanyaan yang sama yang selalu diajukan orang saat tahu dirinya tak lagi bekerja di perusahaan milik keluarga. Ah, membosankan rasanya. Apakah memiliki usaha keluarga wajib terlibat di dalamnya? Apa yang salah jika ia bercita-cita lain. Toh, kakaknya yang memegang tampuk pimpinan tak menghalangi niatnya juga.
“Refreshing. Suasana baru, “ Katanya singkat tanpa berniat menjelaskan lebih panjang. Biarlah itu menjadi urusannya sendiri.
“Oh ya? Tapi…,”
“Lo ke sini ngajak gue makan apa mau interogasi gue sih?”
Askar tergelak. “Sorry! Sorry!” katanya seraya tertawa kecil. Dalam hati ia mengingatkan dirinya untuk lebih berhati-hati berbicara dengan gadis di depannya. Agni tak hanya tumbuh menjadi gadis dewasa dan mandiri, tetapi juga jutek luar biasa.
Dan menghadapi gadis seperti ini, Askar harus mempunyai strategi berbeda. Agni jelas berbeda seperti gadis yang kebanyakan didekatinya.
“Kenapa ngeliatin gue kayak gitu? Ada yang salah?” selidik Agni saat mendapati Askar tak lepas menatap ke arahnya. Ia risih.
Askar menggeleng sesaat. “Nggak. Nggak ada. Hanya…” kalimat Askar menggantung. Tak lama sebuah senyum tercipta di wajahnya.
“Hanya apa?” tanya Agni tak sabar.
“Hanya kamu terlihat begitu cantik.”
Agni mendengus. Tak terpengaruh.
***
“Kerjaanku banyak lo, Ger!”
“Gue tahu!”
“Kalau tahu kenapa tetap ajak aku sih?”
“Ya elah, Bro! Besok weekend masa iya lo masih mau kerja mulu,”
“Aku nggak kerja. Aku cuma periksa laporan,”
“Sama aja itu, Bro! Udah ah ikut aja. Kita senang-senang.”
Tantra menegang seketika. Langkahnya pun terhenti. Gerry yang menyadari sahabatnya tak lagi jalan di sebelahnya pun menghentikan langkahnya. Ia berbalik. Tak lama terkekeh sebelum kemudian menghampiri Tantra.
“Tenang aja! Kita nggak ke bar kok,”
“Yakin?” tanya Tantra sangsi. Gerry itu tak jauh dari kehidupan malam, dan tentu saja menyebut kehidupan malam tak lepas dari bar, diskotik, club dan sebangsanya.
“Yakin.” Gerry mengangguk mantap. Dalam hati, ia sedikit bersalah karena pengalaman tak menyenangkan yang pernah dialami Tantra sehingga membuat sahabatnya sedikit trauma. Tantra itu benar-benar polos. Tak banyak tingkah seperti dirinya.
“Mau kemana kalau gitu?”
Gerry nyengir. “Makan gratis.”
“Makan gratis?”
“Udah ah! Nanya mulu. Yuk ikut aja! Gue janji nggak ke bar kok.” Ujar Gerry seraya menyeret Tantra untuk masuk ke dalam mobilnya. Selang setengah jam kemudian keduanya sudah berada di depan sebuah café yang terlihat begitu ramai.
“Teman gue ada yang ultah.” Ungkap Gerry sesaat setelah mobil yang dikemudikannya terparkir rapi.
Tantra mengernyit. “Tumben nggak bawa cewek kamu,”
Gerry berdecak. “Ck, gue udah putus.”
“Bukannya stok lo banyak?”
“Stok-stok! Lo kira baju,” gerutu Gerry sembari menarik kado yang ia letakkan di jok belakang. “Yang ulang tahun ini masalahnya lagi gue deketin,”
“Oh,” Tantra mengangguk mengerti. “Tapi kenapa kamu nggak datang sendiri aja sih? Lagian kukira kamu mendekati Meliana?”
“Selama tak ada ikatan resmi, kita bebas mendekati siapapun.” Seringai Gerry yang berbuah cibiran Tantra.
“Lalu kenapa ajak aku?”
Gerry yang sudah keluar mobil tersenyum penuh arti. “Gue tuh sahabat yang baik. Daripada lo ngegalau nggak jelas karena Salsa yang sekarang susah ditemui, mending gue ajak ke sini.”
“Sial!” Tantra mendengus gusar. Gerry terbahak. Ia tahu persis bagaimana Tantra yang sedikit uring-uringan karena tak melihat keberadaan Salsa akhir-akhir ini. Keikutsertaannya pada ajang yang diselenggarakan di stasiun TV ternyata membuatnya begitu sibuk. Gerry bahkan mendengar jika Salsa telah melewati tahap penyisihan.
Jadi, tak ada salahnya kan menghibur sa…,
“GERRY!”
Sebuah suara memanggil namanya kontan membuat Gerry menoleh. Sedetik kemudian tubuhnya menegang saat menyadari siapa yang memanggilnya.
“Me—mel,” ucapnya tak percaya.
Meliana, gadis yang memanggilnya mengangguk. “Kok kamu di sini? Sama siap… hai Tantra!” Meliana pun tersenyum ke arah Tantra.
“Hai!” Tantra mengangguk dan membalas senyuman Meliana. Tak lama ia melirik Gerry yang tak dapat menyembunyikan keterkejutannya. Tantra tertawa dalam hati.
Rasakan!
“Oh, maksud kamu tadi mau pergi sama Tantra itu ke pesta Sofia”
“Sofia?” gumam Tantra yang bingung dengan ucapan Meliana.
“Iya. Yang ulang tahun kan Sofi…,” Meliana menghentikan ucapannya. Ia mulai menyadari hal yang terjadi. Sedetik kemudian wajahnya mengeras menatap Gerry. Laki-laki ini tak juga berubah!
“Oh, jadi gitu yaa…,”
Tantra bergidik. Meliana marah jelas. Namun ia tak mau ambil pusing, sekali-kali Gerry memang perlu diberi pelajaran. Ia baru saja hendak memundurkan diri, ketika didengarnya sebuah panggilan yang ia kenali.
“MEL! LO KOK NINGGALIN GUE SIH?”
Tantra terbeliak. Agni?
Lagi!
***
selanjutnya di sini
Lampung, November 2016

1 komentar:

  1. kelinci99
    Togel Online Terpercaya Dan Games Laiinnya Live Casino.
    HOT PROMO NEW MEMBER FREECHIPS 5ribu !!
    NEXT DEPOSIT 50ribu FREECHIPS 5RB !!
    Ada Bagi2 Freechips Untuk New Member + Bonus Depositnya Loh ,
    Yuk Daftarkan Sekarang Mumpung Ada Freechips Setiap Harinya
    segera daftar dan bermain ya selain Togel ad juga Games Online Betting lain nya ,
    yang bisa di mainkan dgn 1 userid saja .
    yukk daftar di www.kelinci99.casino

    BalasHapus