Senin, 20 Februari 2017

Sayembara Askar (18)



sebelumnya di sini




Tantra menarik napas dalam-dalam lalu menghembuskannya dengan sedikit kasar. Sesekali tangannya mengusap kepala bagian belakang. Sungguh, ia masih belum dapat memahami secara detail ucapan Askar tadi siang.
“Dia milik gue.”
Agni milik Si Bos?
Agni?
Gadis yang akhir-akhir ini akrab dengannya. Gadis cerdas sekaligus bermulut tajam yang dikenalnya telah menjadi pasangan Askar. Yang benar saja? Sejak kapan? Mengapa dirinya tidak tahu sama sekali.
Kapan mereka dekat?
Kalau kenal, memang keduanya kenal! Tapi dekat?
Tantra mendesah panjang. Sejak kembali ke rumah, pikirannya terus dibayangi banyak pertanyaan tentang hubungan Agni dan Askar. Selama ini jika Askar mendekati seorang wanita, ia pasti menjadi pihak yang terlibat. Entah hanya sekedar mengatur dinner romantis atau mengirimi barang kesayangan sang wanita. Apapun hal yang memang Askar perintahkan untuk meluluhkan hati wanita tersebut. Tapi kali ini...
Askar melakukan sendiri atau...
.
.
.
Kebohongan.
Dua kemungkinan yang masuk akal. Toh, selama ini bersama Agni, tak pernah sekalipun gadis itu membicarakan Askar. Tapi untuk apa Askar berkata bohong padanya?
Tanpa sadar kepala Tantra menggeleng. Tak mungkin juga Askar berbohong? Untuk apa? Siapa pula dirinya? Dan memang Askar cukup serasi jika bersanding dengan Agni. Keduanya dikaruniai fisik sempurna, sama-sama pintar, kaya dan dari keluarga terpandang.
Pasangan yang pas.
PAS?
Tantra menghela napas pendek. Ada secuil perasaan tak rela yang tiba-tiba muncul di hatinya saat menyandingkan Agni dan Askar. Ah, siapa aku?
“Woy, Tra! Ngelamun aja sih lo!”
“Eh!”
Tantra terhenyak seketika. Gerry tergelak. Kepalanya menggeleng untuk beberapa saat sebelum kemudian menghempaskan tubuh di sofa.
“Lo ini! Pulang-pulang tuh mandi, ganti baju biar segeran eh ini malah ngelamun nggak jelas.”
Kerut di dahi Tantra terbentuk. Ia sedikit terkejut mendapati keberadaan Gerry yang ternyata berada di rumah.
“Udah pulang dari tadi?”
“Lumayan,” jawab Gerry. “Eh, apaan nih!” ujarnya lagi saat menemukan map di atas meja. Tak butuh lama bagi lelaki itu untuk membuka dan membaca isi di dalamnya.
“Info beasiswa?” Kepala Gerry terangkat dan menoleh menatap Tantra. “Lo mau lanjut?”
Bahu Tantra mengedik. “Pengennya sih, tapi belum ta...,”
“Lanjut aja, Bro!” potong Gerry dengan senyum lebah. “Usaha, gih! Gue dukung. Lo kan pinter, sayang disia-siain isi otak lo. Gue yakin lo pasti bisa lebih sukses.”
“Dari dulu kan gue udah saranin hal ini. Lo aja kebanyakan alasan.” Lanjut Gerry lagi.
“Kebahagiaan keluarga bukan kebanyakan alasan, Ger.”
Gerry meringis tak enak hati. “Sorry, Tra! Bukan itu maksud gue.”
“Iya, aku tahu.” Senyum Tantra tipis. “Lagipula info itu bukan dariku juga. Itu kerjaan Agni.”
“Agni?”
Kepala Tantra terangguk. “Dia yang cari semua itu.”
“Gemes kali dia lihat kepintaran lo,” sahut Gerry. “Apalagi lo bilang pernah bantu ngerjain laporan perusahaan kakaknya kan?”
“Biasa aja padahal,” kilah Tantra.
“Ya nggak biasa buat dia. Itu cewek kan baiknya sama orang luar biasa, Tra. Ya meski terlahir kaya, dia itu jiwa sosial sama empatinya tinggi. Mel pernah cerita sih kalau ada teman kena musibah, Agni itu orang pertama yang bakal bantu.” Jelas Gerry.
Perfect dah tuh cewek! Baik, smart, dermawan, cantik walaupun ...,”
Kening Tantra mengernyit mendengar Gerry menghentikan sejenak ucapannya. “Walaupun?”
“Walaupun jutek bin galak ampun-ampun!”
Sontak tawa pecah. Gerry terbahak, Tantra terkekeh. Harus diakui kebenaran ucapan sahabatnya ini. Tantra ingat bagaimana juteknya Agni saat mereka masih pertama kenal. Bahkan ketika akhirnya menjadi teman serta partner nongkrong bareng, Agni tak lantas membuang sifat galaknya.
Ah, gadis itu...
Tanpa sadar senyum terkulum dari bibir Tantra mengingat sosok Agni. Beberapa kilas kebersamaan mereka pun berputar di benaknya dan seketika menghangatkan hatinya.
“Eh iya, Tra! Ngomong-ngomong Salsa apa kabar ya?”
***
Tantra.
Askar mendengus gusar. Sungguh nama itu merusak harinya. Ia masih tak habis pikir dengan kedekatan antara Agni dan Tantra.
Sejak kapan mereka kenal?
Dan sepertinya mereka sering bertemu.
Sial!
Amarah sekaligus perasaan tak terima kini bercokol di hati Askar. Tantra yang jelas merupakan bawahannya, orang yang bekerja padanya bisa dengan mudah dekat dengan Agni. Dirinya saja harus bersusah payah mendekati gadis itu.
Apa sih bagusnya dia?
Argh...
“Cemburu, hum?”
“Apa sih lo, Mas!” Delik Askar kesal pada Aksa. “Gue bukan cemburu ya. Cuma merasa tersaingi sama orang yang jelas-jelas masih karyawan gue.”
“Lo jatuh cinta sama Agni?”
“Cinta? Hari gini ngomongin cinta. No!”
“Kalau nggak cinta apa namanya? Lagian kenapa juga lo merasa tersaingi sama Tantra?” cecar Aksa seraya mengulum senyum. Ia tahu persis kekeraskepalaan Askar sejak kecil.
Askar menghela napas pendek. Sesaat ditegakkan tubuhnya dari sandaran sofa. Keduanya kini berada di sebuah klub mewah ibukota, menyewa ruangan yang memang sudah menjadi tempat favorit Askar. “Jadi gini ya, Mas. Lo tahu kalau Agni lagi jadi target gue saat ini. Jadi selama dia masih jadi target gue, nggak boleh seorang laki-laki dekat dengannya.” Ungkap Askar.
“Nanti! Kalau gue udah bosan. Silahkan!”
Aksa menggeleng- geleng. “Gue tahu itu emang kebiasaan lo. Tapi kali ini gue lihatnya beda.”
“Maksud lo?”
Bahu Aksa terangkat. Tak lama ia berdiri. “Pikirin sendiri! Gue mau balik. Udah terlalu malam. “ ujarnya seraya melangkah menuju pintu meninggalkan Askar. Tepat sebelum ia membuka kenop pintu, langkahnya terhenti. Aksa berbalik.
“Kar, jangan lupakan sayembara yang Bokap lo buat. Lo harus pikirin baik-baik semuanya. Jangan serakah!”
Sesaat setelah berkata, Aksa pun keluar. Askar hanya berdecih mendengar ucapan kakak sepupunya. Serakah katanya. Ck, siapa peduli!
Hanya selang beberapa menit pintu kembali terbuka. Askar mendongak. Didapatinya wajah Kentaro yang tengah tersenyum lebar.
“Gue pikir lo lupa tempat ini,”
Askar menyeringai. “Lupa! Nggak mungkin lah. Gue lagi banyak kerjaan akhir-akhir ini makanya jarang mampir.”
“Oh ya!” Sebelah alis Kent terangkat. Dihempaskan tubuhnya di sofa tepat di sebelah Askar. “Kerjaan mengurusi lusinan wanita-wanita cantik nan sexy,”
Seketika tawa pecah. Askar paham maksud Kent. Apalagi kalau bukan sayembara berbalut kontes. “Bukannya hidup gue selalu dikelilingi wanita-wanita cantik dan sexy ya?”
Tawa Ken makin keras. “Ya ya ya! Gue percaya itu. So, malam ini mau ditemani berapa gadis cantik nan sexy. Ehm, gue denger mereka punya stok baru.”
“Oh ya,”
“Bening- bening dan...” kekeh Kent.
Askar tergelak. “Cari yang terbaik!”
***
“Ni!”
“Hmm,”
“Tumben?”
“Tumben apa?”
“Askar nggak kemari?”
“Banyak kerjaan kali,”
“Masa sih? Dia tuh sesibuk apapun pasti ke sini loh,”
“Tau!”
“Kok kamu gitu ngomongnya? Kan Mama bilang apa jadi cewek, jangan jutek-jutek! Laki bisa pada kabur loh,”
 Seketika wajah Agni makin bertekuk. Pupus sudah rencananya menikmati tayangan televisi malam ini. Alih-alih bisa menonton, yang ada Mama merecoki pertanyaan akan ketidakhadiran Askar di rumahnya malam ini.
Ck, siapa dia sih?
“Ma! Dia punya rumah loh. Punya orang tua. Ngapain sih Mama repot juga.”
“Iya tahu! Mama juga kenal,” sahut Mama santai namun mampu makin menjengkelkan hati Agni. “Cuma Mama penasaran aja biasanya dia nongol, ini nggak.”
“Ya mana Agni tahu! Emang Agni baby sitternya?”
“Ya kali dia kasih tahu kamu.”
Gerr! Ini Mama demen amat sih sama Askar, gerutu Agni dalam hati. Laki playboy, baj*ngan macam itu juga.
Sedetik kemudian Agni memilih beringsut dari sofa. Mending tidur daripada direcoki Mama, pikirnya.
“Eh, mau kemana?” tanya Mama menyadari sikapnya.
“Tidur.”
“Kok tidur. Kan masih sore?”
“Persiapan awal lebih baik.” Jawab Agni asal seraya melenggang meninggalkan sang Mama. Sejenak dihelanya napas dalam-dalam. Bayangan kejadian tadi siang berkelebat di benaknya. Tantra yang menurutnya terlalu penurut dan Askar yang arogan.
Argh, menyebalkan!
Perasaan jengkel, marah sekaligus tak terima kembali muncul di hati Agni. Ia benar-benar kesal dengan sikap mereka. Sikap Askar memang menyebalkan, ia tahu. Tapi sikap penurut Tantra itulah yang membuatnya makin kesal. Tantra memang karyawan Askar, tapi ia tak berhak diperlakukan semena-mena. Urusan mereka murni urusan pribadi, jadi baiknya Askar tak ikut campur.
Udah ah, ngapain mikirin mereka lagi! Gumamnya berbarengan dengan membuka pintu kamar. Tepat saat pintu terbuka, Agni dikejutkan dengan bunyi dering ponsel yang diletakkan di atas meja rias.
Segera, Agni pun meraih benda segiempat tersebut. Seketika matanya berbinar saat menemukan ID sang penelpon. Sedetik kemudian ia pun berteriak,
“Savaaaaaaaaaaaaa, kangeeeeeeeeeeeennnn!”
-tbc-

Selanjutnya di sini
Lampung, Februari 2017



2 komentar: