Sepuluh
Sebelumnya di sini
Mirah terpekur di tempatnya. Dia ingat
jika kemarin statusnya sudah berganti. Dae Ho Oppa menikahinya. Kini dia bukan
lagi seorang janda yang hidup sendiri di ibukota. Saat ini gelar wanita
bersuami tersemat di dirinya.
Suami?
Lelaki itu benar- benar tidak pulang
semalam, bahkan sampai sekarang, gumam Mirah sembari melirik jam di dinding
kamarnya. Pukul 1 siang.
Ah,
kemana dia…
Sejujurnya Mirah tak peduli jika Dae Ho
akan pergi lama sekalipun. Toh dirinya masih canggung dengan lelaki itu. Tapi
masalahnya saat ini dia mulai kelaparan. Di kulkas tak ada bahan makanan apapun
yang bisa dia olah. Mirah ingin keluar, tapi dia sedikit takut.
Demi
Tuhan, dia tak tahu dimana dirinya sekarang?
Dia juga takut jika meninggalkan apartemen
karena bisa dipastikan dirinya takkan bisa kembali masuk. Dae Ho belum memberi
tahu passwordnya.
Ck,
bagaimana ini…
Mirah pun tak tahan. Ia segera bangkit
dari sofa. Tak peduli jika ia tak bisa kembali. Sekarang waktunya makan.
Perutnya sudah sedari tadi berbunyi, minta diisi.
Mirah baru saja hendak ke kamar untuk
mengambil dompet saat menyadari pintu apartemen terbuka. Detik selanjutnya ia
menghela napas lega karena kemunculan dae Ho dari balik pintu. Dae hO mengeryit
bingung. Ekspresi Mirah ditangkapnya dengan cepat.
“Saya pulang,”
Alis Mirah bertaut mendengar kalimat Dae
Ho. Sedikit aneh menurutnya. Untuk apa mengucapkan hal itu, toh Mirah tahu jika
lelaki itu pulang. Namun tak lama Mirah tersadar, dulu sekali ia pernah
menonton drama- drama dari negeri gingseng, dan sepertinya meang sudah menjadi
kebiasaan mereka berkata demikian.
Bunyi keroncongan mengagetkan Mirah. Wajahnya
menunduk seketika. Ia malu, bunyi dari perutnya pasti akan terdengar Dae Ho.
Dugaannya tepat, karena tak lama
terdengar gelak tawa renyah. mIrah tak berani mengangkat kepalanya. Sungguh,
dia merasa tak punya muka sekarang.
“Ini!” Sebuah kotak terulur kepadanya.
Mirah mendongak, Dae Ho tersenyum, “Makanlah! Maafkan saya,” katanya lagi.
Mirah gelagapan. Dia masih bingung. Namun
tak lama ia dapat merespon cepat, “Te-terima kasih, Oppa.”
Dae Ho tersenyum, sorot geli terpancar
di matanya. Sesaat sebelum melangkah untuk masuk kamar, Dae Ho berbisik, “Kamu
harus makan banyak Mirah-yya. Jangan
terlalu kurus! Saya tidak suka,”
Sederhana. Tetapi mampu mengalirkan
perasaan hangat pada diri Mirah. Dia pun tersenyum,
Kali ini ada orang yang memperhatikan
dirinya.
***
“C’mon,
Mira! Kita sudah sampai.”
Mirah tergagap seketika. Ia tersadar
dari keterpanaannya. Sungguh dia tak mengira jika Dae Ho mengajaknya kemari.
Tadi sehabis makan, Dae Ho bilang akan mengajaknya berbelanja kebutuhan sehari-
hari. Dan dalam bayangan Mirah, Dae Ho hanya akan membawanya ke sebuah mini
market atau supermarket biasa. Bukan mall besar dan megah yang tegak menjulang
seperti yang ada di hadapannya saat ini.
“Mira,”
“Eh. Iya!” Mirah tersenyum kecut lalu bergegas
membuka pintu mobil. Tak lama Dae Ho sudah berada di sebelahnya.
Kegugupan Mirah bertambah, saat berdiri
di depan mall. Jakarta memang terkenal dengan banyaknya mall dan pusat
perbelanjaan. Namun selama hidup di ibukota, Mirah hanya mengunjungi mall- mall
yang terhitung standar. Tidak terlalu megah dan besar. Itupun jarang, karena
dia tak terlalu menyukai keramaian.
Tapi sekarang?
Dae Ho justru membawanya ke salah satu
mall yang cukup terkenal seantero Jakarta.
“Kau dingin?”
“Eh,” Mirah menoleh. Ia baru saja
melewati pintu masuk dan memang tubuhnya sedikit menggigil saat udara dingin
menerpanya. Sejuk tapi dia belum terbiasa.
“Saya nggak papa,” Mirah menggeleng.
Diliriknya Dae Ho mengangguk- anggukkan kepalanya.
“Kita cari kamu baju dulu ya,”
Kening Mirah mengerut, “Baju?”
Dae Ho mengangguk, “Ya baju. Kamu butuh
baju,”
“Saya masih punya banyak baju di kost,”
“Baju lama,” Geleng Dae Ho, “Kita beli
baju baru,”
“Untuk apa?” tanya Mirah tanpa sadar.
Dirinya berpikir, membeli baju di saat bajunya masih banyak yang layak
digunakan jelas hanya membuang uang saja. Lebih baik uangnya dikirim ke
kampung. Untuk pengobatan emak juga memenuhi kebutuhan harian keluarganya.
Meskipun kemarin, Mirah tahu tabungannya sempat terisi karena perjanjian
pernikahan kontrak ini, tapi tetap saja kebutuhan kehidupan keluarganya sangat
besar.
Dae Ho tak menjawab pertanyaannya.
Lelaki itu membawa Mirah masuk ke dalam salah satu toko pakaian. Mirah
terbeliak di pintu masuk. Deretan berbagai gaun indah terpampang di depannya.
Ya Tuhan, ini seperti yang di TV- TV itu…
“Pilih yang kamu suka, Mira!”
Mirah mengabaikan ucapan Dae Ho. Dia
belum pulih dari keterpanaannya melihat keindahan gaun- gaun yang diperlihatkan
toko. Sikapnya itu membuat Dae Ho mengeryit heran, dan tak menunggu lama bagi
lelaki itu menarik Mirah untuk semakin masuk ke dalam.
“Halo
selamat siang. Ada yang bisa saya bantu?”
Seorang wanita bertubuh semampai
menghampiri mereka. Mirah terkesiap. Sesaat ia memandang iri pada wanita
tersebut. Putih, cantik dan tinggi. Kombinasi sempurna yang banyak diinginkan
kaumnya dan wanita di hadapannya ini memenuhi criteria itu.
“Tolong gaun yang indah dan cocok untuk
istri saya,”
Mirah menoleh cepat. Dae Ho
mengatakannya dengan tegas. Tak ada keraguan sedikit pun. Mendadak perasaan
hangat kembali dirasakannya Mirah. Kali ini berbarengan dengan jantungnya yang
berdegup kencang.
“Baiklah, Nyonya ikut saya!”
Mirah dapat melihat Dae Ho menganggukkan
kepalanya sekilas. Tersirat jelas menyuruh Mira untuk mengikuti perintahnya.
Mirah pun menurut, dia pun bergegas menyusul langkah kaki wanita itu. Dalam
hati Mirah bergumam, sebenarnya apa sih mau Dae Ho Oppa. Bukannya dia hanya seorang istri kontrak?
Dan satu jam kemudian, Mirah sudah berpindah tempat.
Kali ini mereka berada di sebuah salon yang cukup ternama. Mirah tak lagi bertanya,
karena sejak namanya didaftarkan Dae Ho, dia tahu sebentar lagi dirinya akan
merasakan perawatan ala salon ternama. Mirah sedikit risih, tapi pada akhirnya
dia membiarkan seorang pegawai salon bernama Amel mempermak dirinya.
Mirah tak tahu berapa lama waktu
berlalu, yang dia tahu mulutnya ternganga saat mendapati penampilannya di balik
cermin. Ia serasa tak mengenali dirinya sendiri. Tadi ia pergi dengan memoles
wajahnya dengan bedak dan lipstick murahan yang mampu dibelinya. Rambut panjangnya
pun hanya diikat satu ke belakang.
Tetapi sekarang?
Sosok wanita cantik dengan dandanan yang
sempurna terlihat di balik cermin. Tidak menor. Sederhana dan natural. Rambut
hitamnya pun tergerai, dengan poni menjuntai di sisi kanan. Amel memang sempat
memotong rambutnya tadi, tapi Mirah tidak tahu model apa yang Amel lakukan pada
rambutnya. Tetapi sekarang dia melihatnya.
Mirah terlihat lebih muda dan fresh.
“Gimana oke kan?” Mirah menatap Amel
yang berdiri di belakangnya dari balik cermin. Ia mengangguk perlahan.
“Lo itu dasarnya cantik sih, Cin. Jadi
mau diapain cantik aja,”
Mirah hanya tersenyum tipis. “Makasih
ya,”
Ibu jari Amel terangkat ke atas, “Ya udah
yuk keluar. Laki lo pasti nggak sabar lihat betapa cantiknya lo,”
Mirah mengernyit. Amel terkikik geli, “Kalian
pasti pengantin baru ya? Ck, Cin lo mujur amat dapat bule korea. Gila, romantis
banget pasti ya?”
Mirah memilih beranjak dari kursi, ia
mengabaikan pertanyaan Amel. Dia bingung menjawab apa, karena sejujurnya dia
tidak tahu pernikahan kontraknya suatu kemujuran atau kemalangan.
Argh…
***
Mirah melotot saat membuka paper bag yang diberikan Dae Ho beberapa
menit setelah mereka tiba di rumah. Ia bergidik sejenak. Di tangannya tampak gaun
tidur tipis dan menerawang berwarna hitam. Hanya bagian intim saja yang sedikit
tertutupi, dan memang gaun tersebut diciptakan
untuk memperlihatkan kemolekan tubuh wanita.
Lingerie.
Mirah tahu nama gaun yang ada
ditangannya, karena dia pernah mendapat kado gaun seperti itu saat
pernikahannya dengan Faisal beberapa tahun lalu.
Tapi tetap saja dia tak menduga jika Dae
Ho akan memberikannya pakaian tipis dan menerawang ini. Lagipula kapan lelaki
itu membelinya?
“Aku harap kamu memakainya malam ini,”
Mira menghela napas panjang. Ia masih
ingat kata- kata Dae Ho saat memberikan kepadanya. Sepertinya dia memang tak
bisa mangkir. Sudah kewajibannya melayani Dae Ho. Memberi kepuasan pada
suaminya.
Dengan sedikit enggan, Mirah pun
melangkah ke kamar mandi. Dihelanya napas dalam- dalam, apapun yang terjadi, terjadilah…
***
Lampung, April 2016
Wow baru manpir nih, kereen ceritanya.
BalasHapuscerita lama, bu. cuma karena lagi fokus novelFC terlantar terus ini... :)
HapusMakasih Bu, udah mampir
Wow baru manpir nih, kereen ceritanya.
BalasHapusgood post mbak. kapan jadi buku
BalasHapushehhee... doain Pak, aku lagi ikut tantangan FC 100 hari itu
HapusBavetlineoke Master Agen Betting Terbaik & Terpercaya
BalasHapusSalam sobat Blogger, sekedar share nih...
Bavetlineoke lagi ada promo gila2an lhooo buat kamu yg hobi judi online mau taruhan bola/main game casino kesempatan menang terbuka untuk kamu. Siapa tau bersama Bavetlineoke kamu menemukan keberuntungan kamu. Buruan yuk gabung dan daftarkan diri kamu dengan kode referall BAVETJ05 kamu cukup deposit 70rb bisa dapat 100k tanpa harus ini dan itu.
Daftarkan Diri kamu GRATIS !!!
Info Lebih Lanjut
Kunjungi Website : bavetlineoke.com
Contact Person : +6285512771128
SMS/Whatsapp : +6281316661222
PIN BBM : 55628DA2
Skype : Agen Bavetline
Line : bavetline