sebelumnya di sini
“Dekat
gimana nih maksudnya?” tanya Agni balik yang membuat Meliana mendengus kesal.
“Lo
lagi dekat sama Tantra ya?”
Agni
menoleh sekilas pada Meliana sebelum kemudian pandangannya kembali beralih ke
layar monitor di depannya.
“Lo
bukan anak kecil, Agni yang nggak paham apa maksud pertanyaa gue.”
“Sayangnya
otak gue nggak nangkap jelas maksud pertanyaan lo, Mel.” Sahut Agni seraya
menarik bibirnya tipis.
Meliana
mendelik. “Ampun deh, ngomong ama lo payah.”
Tawa Agni
pecah. Kali ini ia menoleh dan menatap Meliana. “Lagian nanya aneh-aneh sih lo,”
“Aneh
gimana?” Meliana mengernyit. “Seringkan lo jalan sama Tantra?”
“Wisata
kuliner doang,”
“HEH!”
Delik Meliana. “Dua orang jenis kelamin sering jalan bareng itu menimbulkan
satu kesimpulan. PASANGAN.”
“Sayangnya
gue sama Tantra bukan pasangan.”
“Sahabat?”
Meliana mencibir. “BASI! Nggak ada persahabatan antara laki sama perempuan.”
“Kata
siapa?”
“Kata
gue barusan.”
“Gue
sama Sava sahabatan. Kita beda jenis kelamin.”
“Eh,
Nyong! Sava kan sepupu lo.” Gemas! Meliana menoyor kepala Agni yang seketika
meledakkan tawa Agni.
“Kepo
amat sih lo?”
“Kepo
lah,” balas Meliana tak mau kalah. “Gerry juga bilang,”
Agni
memutar kedua bola matanya jengah. “Aih, laki bini demen amat ngegosip,”
“Laki
bini- laki bini! Gue sama Gerry belum nikah, woy!”
“Lah
tapi mau kan?”
“Nikah
sama playboy gitu? Nantilah gue pikir-pikir dulu!” ucap Meliana. “Eh, kenapa
jadi ngomongin gue, balik ke lo deh. Bener kagak lo sama Tantra lagi PDKT?”
“Kalau
bener kenapa, kalau nggak kenapa?”
Meliana
berdecak. “Ni, serius dikit ngapa?” tanyanya gusar.
“Lah
tadi gue udah bilang kan,”
“Apa?”
Agni menghela
napas pendek. “Gue sama Tantra bukan pasangan. Oke!”
Sejenak
hening. Agni mengamati dahi Meliana yang mengerut. Sepertinya sahabat kecilnya
tengah memikirkan sesuatu.
“Udah
deh! Hilangin tuh praduga aneh-aneh di kepala lo. Gue sama Tantra kebetulan
demen aja makan di kaki lima. Terus dia juga bantuin gue ngecek laporan Mas
Arga.”
“Lo
tahu aja udah beda kerja, Mas Arga masih aja minta gue ngecek laporan keuangan
kantor.” Sambung Agni menjelaskan.
Meliana
manggut-manggut sesaat. Tak lama bibirnya kembali terbuka. “Kalau Askar? Ah,
padahal gue pengennya lo sama Tantra lah.”
“Ngomong
apa sih lo ini, Mel.”
“Aish!
Lo kira gue nggak tahu kalau Askar sering ke sini?”
Agni
mendengus. Ali-alih menjawab pertanyaan Meliana, ia memilih kembali meneui
laptop miliknya.
“Tante
sering cerita,”
“Ya
iyalah Mama cerita, lah kalau kesini lebih banyak ngobrol sama Mama.”
“Wuih PDKT
langsung ke camer itu namanya,”seru Meliana.
“Nggak
usah mikir aneh-aneh deh, Mel!” tegur Agni dengan nada sedikit tinggi.
Meliana
tergelak. “Ea, sensi kayaknya kalau disebut nama Askar.”
“Gimana
nggak sensi! Dia itu ganggu banget.”
“Namanya
usaha...”
“Usaha
bunuh diri.”
Meliana
tak dapat menahan tawanya. Kali ini lebih kencang. “Lo beneran kagak demen sama
dia. Bujangan tampang sekaligus tajir. Pewaris utama Adinata grup.”
“Bujangan
apa bajingan lo sebutnya tadi?”
“Huss,
lo ini!”
Bahu
Agni mengedik. “Faktanya kan emang dia player nomor wahid.”
“Ini
lo lagi ngina dia apa cemburu sih?”
Seketika
Agni melotot ke arah Meliana. Tak lama ia mendengus sebelum kemudian kembali
beralih ke laptopnya kembali.
“Nggak
ngomong aneh-aneh, bisa nggak sih lo? Makan
apa lo hari ini? Omongan ngaco semua?” gerutu Agni kesal.
“Makan
apa ya? Kasih tau nggak ya?” canda Meliana sesaat. “Eh, ngomong-ngomong lo lagi
apa sih? Sibuk amat melototin laptop dari tadi kita ngobrol?” tanya Meliana
penasaran sekaligus mencondongkan tubuhnya menatap layar laptop milik Agni.
“Info
beasiswa,”
“Beasiswa?”
ulang Meliana. “Lo mau kuliah lagi? Ya Tuhan, S2 belum cukup lo. Yah, masa gue
ditinggal lagi sih. Siapa dong temen curha..,”
“Berisik
amat sih lo!” potong Agni. “Bukan buat gue!”
“Lah
emang buat siapa?”
“Tantra.”
Seketika
bibir Meliana mencebik. Agni mengerut. “Kenapa lo?”
Tiba-tiba
senyum berkembang di wajah Meliana. “Lah sekarang senyum lagi?” geleng Agni. “Salah
makan bener lo ya,”
Meliana
terkekeh. “Nggak ah! Makan gue masih bener. Cuma entah kenapa gue mendadak
happy tahu lo sibuk nyari beasiswa buat Tantra,” ujarnya seraya memamerkan
senyum lebarnya.
“Hanya
tunggu waktu saja seperti...Aw!”
Ucapan
Meliana terputus karena Agni memukul kepalanya ringan.
“Udah
gue bilangkan hilangkan pikiran aneh-aneh itu.”
***
“Dinner?”
“Iya!
Kamu hari ini free kan?”
“Iya
sih, tapi seingat gue nggak pernah mengiyakan mau dinner sama lo,”
“Tenang
aja aku udah bilang ke Mama kamu kok. Dia bilang nggak masalah kamu pergi sama
aku.”
Sedetik
kemudian tangan Agni terkepal. Wajahnya memerah menahan gusar. Mama ini apa-apaan sih? Kalau gitu kenapa
nggak mereka aja yang pergi?
Ck,
berarti dari Mama juga dia tahu gue free hari ini dong. Argh...
“Berarti
lo perginya sama Mama.”
Askar
tergelak. “Ayolah, Ni. Aku udah reservasi tempat nih. Sayang dong kalau nggak
jadi!”
Agni
diam tak menyahut.
“Ayolah,
Ni. Sekali-kali lah! Ini restorannya enak kok. Dijamin kamu bakal suka makanannya.”
Agni
melengos.
“Tapi
ya udah kalau kamu nggak mau. Kita makan di rumah aja. Masakan Mama kamu juga
enak banget kok.”
Agni
mendengus. Kita? Rumah? Dikira ini
rumahnya apa.
“Ya
udah oke! Kita pergi,” ujar Agni mengalah. Bukan apa-apa. Sejujurnya Ibunya
sedang menginap di rumah kakaknya. Karena hanya sendiri, Agni meminta asisten
rumah tangganya untuk tidak memasak. Tadi ia berencana membeli di luar. Tapi siapa
duga jika kemudian Askar datang.
Ya sudahlah! Anggap saja lagi ketiban
rezeki makan gratis,
gumamnya dalam hati
“Tunggu!
Gue ganti baju dulu!”
Selang
beberapa menit kemudian, Agni sudah kembali muncul. Kening Askar sedikit
mengerut melihatnya.
“Kenapa?
Ada yang salah dengan baju gue?” tanya Agni blak-blakan sembari memandangi
dress selutut yang dikenakannya. Tampilan sederhana khas dirinya.
“Eng—nggak!”
Askar menyipit. “Kamu nggak dandan? Ini rekor tercepat aku nunggu perempuan.
Biasanya kata “ganti baju” itu lama.” Sambungnya seraya menggerakkan telunjuk
dan jari tengahnya bersamaan.
Seketika
Agni mencibir. Tentu saja dia berbeda dengan kata perempuan yang disebut Askar.
“Cuma
mau makan doang, ngapain ribet.”
Askar
tergelak. Kepalanya manggut-manggut. “Iya juga sih. Ya sudah ayo berangkat!”
***
“Mama
ini apa-apaan sih? Niat ngejodohin aku ya?” Protes Agni keesokan paginya.
Ibunya sudah kembali, dan tentu saja Agni tak menunggu lama untuk melancarkan
aksi tidak terimanya.
“Jodohin?
Sama siapa?”
“Kura-kura
dalam peraha, jangan pura-pura nggak tahu deh, Ma.” Sahut Agni ketus.
Gelak
tawa terdengar. Bibir Agni makin mengerucut. Mama rese nih!
“Kan
Mama juga yang bilang nanti aku ketemu sendiri jodohku,”
“Gimana
kalau memang Askar jodoh kamu?”
“Eh?”
Mama
mengulum senyum. “Memang kamu tahu siapa jodoh kamu?”
Sial!
“Mama
apaan sih? Rese!”
Lagi-lagi
Mama tersenyum. “Mama itu nggak niat ngejodohin kamu sama Askar, Ni. Tapi Mama
rasa dia suka sama kamu. Jadi apa salahnya sih kamu kasih kesempatan?”
“Males,
Ma. Playboy.” Balas Agni spontan.
“Huss!”
Mama menggeleng. “Nggak boleh kayak gitu, Nak. Males-males, ternyata memang dia
yang jadi jodoh kamu, gimana?”
“Nggak
ah!”
“Nggak
bisa ditolak!”
Agni
mendengus. “Dengerin Mama baik-baik! Itu sikap jutek sama orang mbok ya
dihilangin. Kita nggak pernah tahu yang terjadi di masa depan. Jadi
baik-baiklah bersikap. Masa udah gede yang kayak gini mesti dibilangin,”
Agni
menarik napas. Kalau saja Mama tahu, apa
yang dilakukan Askar dulu...
“Cakep,
baik, perhatian. Apalagi yang kurang? Oh ya kamu malah dapat bonus?”
Agni
mengerut. “Bonus? Bonus apaan?”
“Pewaris
utama Adinata group!”
Seketika
decakan terdengar di bibir Agni. “Mama matre ah!”
Mama
terkekeh. “Bercanda, Ni!”
“Nggak
asik tau, Ma!”
Senyum
Mama terkembang. “Mama itu cuma pengen kamu bahagia. Jadi sama siapapun nggak
masalah, yang penting dia sayang sama kamu.”
“Nggak
selingkuh ya, Ma!”
Wajah
Mama menegang sejenak sebelum kemudian mengangguk pelan. Agni tersenyum kecut
melihatnya, tanpa sadar ia mengingatkan Mamanya akan kelakuan sang Papa.
“Maaf,
Ma!” ujarnya lirih kemudian.
Mama
tersenyum. Kepalanya mengangguk. “Jadiin pelajaran ya, Ni!”
***
Tantra
celingukan sesaat setelah melewati pintu masuk cafe. Kepalanya menoleh ke kanan
dan kiri, mencari sosok Agni. Entah mengapa gadis itu tiba-tiba menelponnya dan
mengajaknya bertemu.
“Tantra!”sebuah
seruan serta lambaian tangan yang ditangkap mata Tantra membuatnya tersenyum. Ternyata
Agni duduk di sudut paling kiri, namun tubuh kecilnya tertutupi beberapa
pengunjung yang berada di depan mejanya.
“Udah
lama?”
Agni
menggeleng. “Lumayan,”
Tantra
mengernyit. Diliriknya jam tangan. Seingatnya ia tidak terlambat dari waktu pertemuan
yang dijanjikan.
“Nyantai!
Gue emang sengaja duluan kemari.”
“Menyendiri
ceritanya?”
“Menikmati
suasana cafe baru tepatnya,” sahut Agni cepat. Tantra menggeleng dan tersenyum dibuatnya.
“Terserah
kamu, Ni!” katanya seraya mengitari pandangan ke seluruh penjuru cafe yang
didominasi dengan material kayu. Berbagai ornamen dan gambar tempo doeloe
tersebar di segala penjuru ruang mengingatkan pada Indonesia di masa lalu.
“Lumayan
asik suasananya. Dapat rekomen darimana?” tanyanya kemudian.
“Reporter
gue,”
“Oh,” Mulut
Tantra membulat. “Ngomong-ngomong ngapain ngajak ketemu?”
“Oh
iya,” Agni tersadar seketika. Sejenak ia meraih beberapa lembar kertas dari
dalam tas lalu menyerahkannya pada Tantra.
“Gue
kemarin cari-cari info beasiswa. Gue coba kontak beberapa teman gue yang kerja
di kementrian. Nah ini ada beberapa infonya,”
Tantra
tertegun sejenak, ditatapnya Agni tak percaya. Gadis ini...
“Thanks,
Ni sebelumnya.” Tantra tersenyum. “Tapi aku masih pikir-pikir dulu.”
“Aish
lo ini. Kelamaan mikir.”
Tantra
membuang napas. “Masalahnya nggak semudah itu aku mutusin beginian.”
“Kenapa?”
tanya Agni penasaran.
Bahu
Tantra mengedik. “Banyak hal, Ni yang jadi pertimbangan.”
“Keluarga.”
Ujar Agni spontan namun mampu membuat Tantra ternganga. Bagaimana dia tahu?
“Meliana
pernah cerita tentang keluarga lo. Sorry,”
Gerry, Uh!
“Jadi
gini deh, Tra!” Agni menarik napas sebelum kembali bicara. “Lo udah pernah
belum ngomong sama mereka? Atau simpelnya lo terakhir pulang kapan? Eh, salah!
Maksudnya pulang dalam waktu cukup lama. Kata Mel, saking sibuknya lo lebaran
aja cuma ada di rumah dua hari kan?”
Astaga, mulut Gerry...
“Kalau
memang kehidupan keluarga lo masih butuh bantuan, it’s ok. Tunda sekolah. Tapi yang
gue tahu namanya orang tua bakal kasih yang terbaik buat anaknya.”
Tantra
terdiam. Ia tak menampik apa yang diucapkan Agni. Dirinya memang tak pernah lama
saat di rumah. Faktor lelah pun membuatnya jarang berbicara dengan ayah dan
ibu. Bekerja sebagai asisten Askar benar-benar membuatnya sibuk. Bahkan jatah
cuti pun tak pernah ia ambil.
“Ada
baiknya lo simpen info itu,” ujar Agni lagi. “Kalau lo nggak butuh sekarang,
siapa tahu lain kali. Masa depan nggak ada yang tahu kan?” sambungnya lagi sambil
tersenyum.
Tantra
mengangguk. “Thanks ya, Ni.”
Giliran
Agni mengangguk mengiyakan. “Sama-sama. Lo aja udah bantu gue nyelesein laporan
keuangan kakak gue. Ini info sih nggak ada apa-apanya.”
“Eh,
lupa! Lo belum pesen ya?”
“Emangnya
lo udah pesen makan? Daritadi aku lihat cuma minum?”
“Heh! Gue
bukan orang tega ya. Makanya gue mau pesen makanan nunggu lo datang lah.”
Tantra
tergelak. “Sorry! Sorry!” Tak lama
tangannya terangkat sembari memanggil salah satu pelayan cafe. Sesaat setelah
menyebutkan pesanan, keduanya pun kembali asyik terlibat percakapan Tak
menyadari jika seseorang tengah masuk ke dalam cafe. Arah pandangnya tanpa
sengaja menemukan keduanya. Tak butuh lama baginya untuk segera melangkahkan
kaki menuju meja mereka.
“Agni,
Tantra! Apa yang kalian lakukan di sini?”
-tbc-
Lanjjut...
BalasHapusHow to win at casinos with No Deposit Bonus - Mapyro
BalasHapusCasino No Deposit Bonus 익산 출장안마 | 대전광역 출장마사지 All the latest no deposit bonus offers, casino bonus codes, mobile apps and casino 의정부 출장마사지 bonuses available online 시흥 출장안마 now at 창원 출장안마 Mapyro.