sebelumnya di sini
“Agni,
Tantra! Apa yang kalian lakukan di sini?”
Tantra
dan Agni menoleh bersamaan. Tantra terbeliak sejenak. Ia sedikit kaget dengan
sosok yang menyapa dirinya juga Agni. Spontan ia pun berdiri seketika.
“Mas
Aksa*!” ujarnya kemudian. Sekilas ia menangkap wajah Agni yang menampilkan
ekspresi berbeda darinya. Gadis itu justru memamerkan senyumnya dan dengan
santai menyapa Aksa.
Aksa
tak menjawab. Matanya menatap Tantra dan Agni bergantian sebelum kemudian ia
menghela napas berat.
“Nggak
gue nggak sendiri, Ni. Gue sama...,”
Belum
selesai Aksa menyelesaikan perkataannya, sebuah suara memanggil namanya dari
belakang.
“Ah,
Mas lo ninggali... Agni! Tantra! Kok kalian di sini?”
Tantra
tersenyum tipis. Askar! Dengan siapa lagi memangnya Aksa pergi kecuali dengan
sepupu dekatnya sekaligus bosnya.
“Lagi
ngapain kalian berdua?” tanya Askar lagi dengan mata menyipit curiga. Sungguh
ia kaget mendapati keberadaan Agni juga Tantra secara bersama di cafe. Ia
memang tak begitu memperhatikan lawan bicara Aksa saat masuk pertama kali.
Siapa sangka jika...
“Kalian
berdua ada hubungan apa?” Askar dilanda penasaran tingkat tinggi hingga tak
dapat menahan diri untuk melontarkan pertanyaan lagi. Padahal pertanyaan
sebelumnya saja belum dijawab baik oleh Tantra maupun Agni.
“Eng—nggak
ada apa-apa, Mas.” Tantra menjawab cepat. “Kita cuma teman. Kebetulan makan
siang bersama.” Ucapnya lagi mencoba santai. Dalam hati, Tantra menyadari aura
ketegangan yang tiba-tiba terjadi pada atasannya. Seketika ia memahami jika
sesuatu terjadi antara Askar dan Agni.
Demi
Tuhan, ia cukup mengenal baik seorang Askar Adinata.
Tapi bukankah ia tengah sibuk dengan
gadis-gadis sayembaranya?
Jadi bagaimana bisa Agni?
“Sejak
kapan kalian berdua kenal? Setau gue lo nggak kenal sama Agni, Tra!”
“Eh
itu, Mas sejak...,”
“Sejak
kapan-kapan!” potong Agni yang sejak tadi memilih diam. Ia berdiri tak laa
kemudian. “Lo ngapain sih kepo amat urusan gue sama Tantra?” deliknya gusar.
“Mau
kapan gue kenal kek, mau ngapain, emang apa urusannya sama lo? Ribet amat!” gerutu
Agni lagi. Kali ini sambil meraih tasnya yang diletakkan di atas meja lalu
mengarahkan pandangan pada Tantra.
“Gue
duluan ya, Tra!” ujarnya berpamitan pada Tantra yang seketika dilanda bingung.
“Loh
kok pergi, Ni? Kan lo...,”
Tangan
Agni yang terkibas menghentikan ucapan Tantra. “Nyantai lah! Gue mau ketemuan
sama teman. Dia udah nunggu. Ok, thanks ya!” katanya menoleh menatap Aksa.
“Mas, aku duluan ya! Sorry, aku udah ditunggu Tika.” Ujarnya sembari tersenyum
lalu mulai melangkah.
“Yuk,
Kar! Gue duluan.” Pamitnya pada Askar tanpa menatap lelaki itu. Dahi Askar
mengerut sesaat karena melihat sikap Agni yang begitu tak peduli, namun tak
lama ia pun bergerak cepat menyusul gadis itu.
Sesaat
setelah kepergiaan keduanya, terdengar helaan napas panjang dan dalam. Tantra
menoleh dan menemukan Aksa tegah manatapnya dalam-dalam.
“Ada
hubungan apa kamu sama Agni sebenarnya?”
***
“Kamu
pergi karena ada aku ya?” tanya Askar saat berhasil menyusul Agni dan
menyejajari langkahnya.
Agni
menoleh sesaat sebelum kemudian bibirnya mencibir. “GR!”
“Lah
terus kenapa buru-buru pergi?” cecar Askar lagi.
“Ada
janjian sama teman.”
“Yakin?”
Peduli setan! Rutuknya Agni dalam hati. Ia memang
ada janji bertemu sahabatnya tapi nanti. Tidak sekarang. Sejujurnya ia kesal,
hatinya dongkol luar biasa ketika mendapati Tantra yang begitu hormat dan
segannya pada Askar. Padahal Askar telah mencercanya dengan pertanyaan yang
bersifat pribadi. Bahkan ada dirinya di situ.
Ck, siapa dia ikut campur urusan
pribadi orang lain!
Agni
yang berkarakter cukup keras memang tak pernah suka bila melihat orang bersikap
semena-mena pada orang lain. Meskipun atasan tak bisa seenaknya bersikap pada
bawahan. Urusan pribadi tak ada hubungan dengan profesionalisme kerja. Semua
ada batasannya. Ada hal-hal yang semestinya tak menjadi urusan atasan.
“Ni!”
Agni
bungkam.
“Kok
diam aja? Aku antar ya,”
“Nggak
perlu!” sahut Agni cepat.
“Kok
gitu? Kamu emang ke sini sama siapa? Sama Tantra?” tanya Askar. “Kalian berdua
beneran cuma temen?”
“Emang
sejak kapan sih kalian kenal?”
Agni
mendesah pendek. Sebelum kemudian langkahnya terhenti. “Kepo amat sih lo sama
hidup gue,”
Askar
tergelak. “Kepo?” seringainya. “Bukan kepo, sayang! Tapi peduli! Lagian tuh ya
siapa nggak kaget tiba-tiba nemuin kamu sama asisten aku. Padahal setauku
kalian nggak saling kenal.”
“Sayang-sayang
pala lo peyang!” delik Agni gusar. “Kenapa sih lo? Mau gue kenal Tantra kek,
mau gue punya hubungan apa juga sama dia, emang apa urusan lo!”
“Ingat
ya, jangan karena gue mau lo ajak dinner
atau lunch, lo bisa atur hidup gue.
Gue ya gue. Terserah gue mau berteman sama siapa aja. Ngerti lo!”
Kali
ini Askar terbelalak. Agni jutek, biasa!
Cuek, ok aja! Tapi marah?
Baru
sekarang Askar melihatnya. Wajah gadis itu tampak memerah. Kesal!
“Gue
tahu orang macam apa lo? Gue bukan cewek bego yang nggak ngerti motif lo
tiba-tiba ngedeketin gue.” Agni kembali bersuara. Kali ini terdengar tajam dan
dingin. “Gue peringatin lo, gue nggak akan jatuh di lubang yang sama!”
Sedetik
setelah berkata, tubuh Agni pun berbalik. Dihampirinya mobilnya yang ternyata
terparkir tak jauh. Tak lama ia pun
segera masuk dan melajukan kendaraan menjauhi cafe. Meninggalkan Askar yang
masih mematung di tempatnya.
Jatuh di lubang yang sama! Itu
berarti....
***
“Cantik!”
Askar menoleh dan menatap Hugo
sahabatnya dengan kening mengernyit sembari mengarahkan pandangan ke samping
kanan dan kiri. Namun sayang, suasana redup serta ramainya keadaan membuatnya
menyerah mencari sosok cantik yang dikatakan Hugo. Type sahabatnya itu jelas
berbeda dengannya.
Baginya, wanita cantik adalah wanita
yang mampu memuaskan dirinya.
Dan sekarang di sini terlalu banyak
cewek cantik!
“Yang mana cantik?” Askar akhirnya balik
bertanya.
Hugo terkekeh. “Tadi gue lihat lo
sama cewek makan siang di resto Ko Halim,”
“Oh,” Mulut Askar membulat. “Maksud
lo Agni,”
“Agni?”
“Dia adiknya Arga. Anak baru yang
masuk dalam proyek gue sama Arga. Hmm, Arga sepertinya pengen lihat kemampuan
adiknya,” jelas Askar yang ditanggapi anggukan kepala Hugo.
“Gue lihat kalian akrab,”
Alih-alih menjawab pertanyaan Hugo,
Askar justru terbahak. “Kalau lo maksud gue lagi deketin dia, sorry! Bukan type.
Anak kemaren sore. Anak rumahan,” ujarnya dengan bibir mencebik sesaat.
“Kurang sexy! Rata!” sambung Askar.
“Oh ya?” sebelah alis Hugo terangkat.
“Kenapa gue lihatnya lo begitu perhatian sama dia tadi,”
“Sial! Lo ngintipin gue,” gerutu
Askar. “ Kenapa nggak gabung aja sih?”
“Males! Lagian gue penasaran. Siapa lagi
korban lo minggu ini.”
“Sial!” sembur Askar gusar. “Asal lo
tahu ini murni bisnis. Lo nggak tahu gimana sakleknya Arga. Semua sesuai
aturan. Jadi gue harus pinter-pinter kalau kerjasama sama dia,”
“Maksud lo? Lo deketin adeknya buat
dimanfaatin,” Mata Hugo melebar sebelum kemudian tertawa keras. “Ya ya ya!
Askar Adinata akan melakukan cara apapun untuk keuntungan bisnisnya.”
“Baguslah kalau lo paham!” Askar
menyeringai. “Buat gue, sekarang masih Tania yang terbaik. Nggak cuma cantik,
bodynya sexy luar biasa.”
Hugo mencibir. “Memang baj*ngan kelas
wahid lo!”
***
Askar
mengerjap sejenak. Sedikit kilas balik masa lalu berputar di benaknya. Sesaat setelah tersadar, ia pun segera
membalikkan tubuh untuk kembali ke cafe.
Tantra
pasti masih di sana!
Benar seperti
yang ia duga. Tampak Tantra dan Aksa tengah berbincang di kursi yang sama.
Kursi yang sebelumnya diduduki Tantra juga Agni.
Ck,
ada hubungan apa sebenarnya mereka?
“Askar,”
Aksa
menyadari kemunculan Askar terlebih dulu. Tangannya melambai dan hanya butuh
beberapa detik sebelum kemudian adik sepupunya bergabung dengan mereka.
“Coba
jelasin ada hubungan apa lo sama Agni?” tanya Askar tanpa basa-basi. Membuat Aksa
menggelengkan kepala karenanya.
“Nggak.
Nggak ada apa hubungan apapun kita, Mas. Kita temenan.” Jawab Tantra tenang.
Aksa menarik napas, jawaban yang sama yang dikatakan Tantra saat dirinya
bertanya hal yang sama.
“Gue
tanya lagi, sejak kapan lo kenal dia?”
Aksa
menggeleng. Ia menoleh pada Askar. Ini
sih interogasi, bukan bertanya.
“Belum
lama sih, Mas. Tapi sahabatnya Agni pacarnya sahabat saya.”
“Kok
bisa?”
Tantra
mengerut bingung. Pertanyaan aneh, gumamnya dalam hati. Urusan Gerry dan Meliana, bukan urusannya kan?
“Eh, sorry!” Askar tersadar seketika. Rasa
kesal, marah sekaligus kecewa sedang bersemayam di hatinya. Ia tak pernah
merasakan hal ini, sehingga pikirannya menjadi sedikit blank.
Ck, kenapa gue ini!
“Lo
suka Agni?”
“Hah?”
Tantra melongo dengan pertanyaan yang diajukan Askar. Belum sempat ia menjawab,
Askar sudah berkata kembali,
“Kalau
iya, mending lupain. Dia milik gue.”
***
Lampung,
Februari 2017
*kalau ada yang memperhatikan detail nama kakak sepupu Askar, suka berubah2 ternyata saya. Kalau diketikan saya, udah diganti jadi Aksa semua ya, kalau di blog nanti deh. hehehehe
0 komentar:
Posting Komentar