sebelumnya : 1
Mendadak Tunangan (2)
Esi menumpahkan jus jeruknya. Nay nyaris tersedak saat menikmati baksonya. Azmi bahkan tanpa tahu malu membuka mulutnya lebar- lebar saking terkejutnya. Beberapa saat lalu malah terdengar pekikan kecil. Uh, berbagai ekspresi yang kudapat dari sahabat- sahabatku saat kuceritakan soal rencana pertunanganku. Lebay, ah! Nggak segitunya juga kali,
“Sama siapa?”
Ini dia sahabatku yang masih waras, Lula. Ia tak berekspresi berlebihan seperti ketiga sahabatku lainnya. Mungkin karena pembawaannya yang kalem. Cukup mendengarkan, tak banyak gaya.
“Akash,” Jawabku ogah- ogahan.
“Akash?” Lula menatapku tak percaya, “Akash Nararya,” Ucapnya kembali dengan sedikit ragu.
Aku menganggukkan kepala lemah.
“Whattt!”
“APPAA!”
Koor keterkejutan untuk kedua kalinya tampak dari para sahabatku. Padahal Esi belum usai membersihkan noda karena tumpahan jeruknya, Azmi masih sibuk membantu Nay yang terbatuk- batuk. Ah, biasa aja kali!
Kulirik si kalem. Lagi- lagi tak ada ekspresi berlebih. Ia hanya menatapku dengan pandangan tak mengerti. Sama aku juga nggak ngerti!
“Gue ucapin selamat ya,” ucap Lula dengan mengulurkan tangan kanannya.
Kontan kutepis uluran tangan Lula, “Ih, apaan sih!”
“Gue sih nggak nyangka sebenarnya, tapi ya sebagai sahabat yang baik gue ucapin selamat, “
Aku mendengus sebal mendengarkan perkataan Esi. Ugh, kok malah bikin kesal bin gondok.
“Iya, selamat ya Olin Sayang,” Kurasakan rengkuhan di bahu kananku. Kali ini Azmi yang tersenyum lebar dan meletakkan tangannya di bahuku. Akupun spontan melepaskannya.
“Nggak asik ih kalian,” Sungutku dengan muka bertekuk. Ah, kupikir berkumpul dengan mereka akan membantu mencari solusi, malah ucapan selamat yang kuperoleh. Bikin bete!
Telingaku menangkap kekehan dan tawa dari keempat sahabatku. Aku mengerucutkan bibir. Lalu menghela nafas kecewa.
“Bdw, kapan acaranya?” Pertanyaan Nay makin membuatku wajahku bertekuk.
“Tauk ah,”
“Lo kenapa, Lin?” Kali ini Azmi yang bersuara.
“Gue nggak suka, Mi,” Aku mulai terisak, “Gimana caranya acara ini nggak terjadi tanpa harus nyakitin hati mama,”
Kurasakan elusan lembut di tanganku, “Kalau gitu kenapa nggak bilang sama nyokap lo, Lin!”
Kugelengkan kepala mendengar saran Azmi, “Mana bisa? Lo kan tahu nyokap gue gimana,”
“Kalau gitu dicoba aja dulu, Lin!” Aku mengernyitkan dahi menatap Esi sesaat.
“Yah kan ini tunangan, Lin. Seiring berjalannya waktu kan bisa lo lihat ke depannya gimana,” Lanjut Esi kemudian, “Kalau memang nggak jodoh, ya nanti kalian pisah juga! Pasti ada caranya,”
Kutatap kembali Esi. Berusaha menelaah kata- katanya yang harus kuakui ada benarnya. Toh kalaupun kami tak berjodoh, pertunangan pun akan batal dengan sendirinya. Kutarik nafas panjang dan menghembuskannya berkali- kali. Jemariku pun mengusap air mata yang sempat membasahi pipi. Kuulas sebuah senyuman, “ Thanks, Guys!”
= Mendadak Tunangan =
Seminggu berlalu sudah. Saat ini aku berada di kamarku. Cermin di hadapanku menampilkanku dengan sosok yang luar biasa berbeda. Seperti bukan diriku saja. Dengan dress selutut berwarna merah muda tanpa lengan dan bermotif bunga sakura, aku terlihat sangat feminim. Rambut panjangku yang biasa tergerai kini disanggul cepol, namun menyisakan beberapa helai disisinya. Wajahku yang biasa polos pun kali ini ditata dengan make-up sehingga menampilkan sisi kecantikan lain dari diriku.
Hasil yang sempurna.
“Gimana cantikkan karya gue?”
Aku berdecak kesal namun harus kuakui hasil rias Azmi benar- benar patut diacungi jempol. Sahabatku satu ini memang cocok membuka salon tata rias sepertinya. Ia mengubahku hampir 1800 dari kebiasaanku selama ini.
Dapat kulihat ketiga sahabatku lainnya mengacungkan jempol mereka kearah kami. Membuatku tersenyum paksa.
Uh, aku justru ingin semua segera berakhir, Tuhan!
“Anak siapa dulu dong!” spontan aku berbalik dan menemukan mama sudah berdiri di pintu kamarku. Ia melangkah anggun dengan balutan kebaya merah muda sewarna dressku, sangat pas membungkus tubuh langsingnya. Aku memandang iri, mama masih sangat cantik walaupun usianya sudah tak muda lagi. Pantas saja papa sangat memujanya hingga detik ini.
“Ya deh anak tante Mila,” Esi terkekeh menimpali seloroh mama. Mama tersenyum lalu menatapku.
“Anak mama cantik banget,” Katanya tepat di depanku, sesaat ia mengangkat tangannya lalu mengusap lembut pipi kananku, “Everything gonna be okay, Darl!”
Aku menghela nafas pelan. Menatapnya dengan pandangan memohon. Haruskah ini terjadi, Mam?
Namun detik kemudian kusadari, sia- sia sudah. Pertunangan tetap akan dilaksanakan! Binar keyakinan terlihat jelas di kedua bola mata mama.
“Mama yakin dia yang terbaik untukmu.” Bisik mama yang membuatku mendesah kecewa. Show must be go on!
= Mendadak Tunangan =
Acara ini pasti sangat membosankan, gumamku dalam hati. Apalagi selama acara aku harus dapat berakting. Harus terlihat bahagia. Huh, sejujurnya kalau bisa kabur aku lebih baik pergi. Namun, apa jadinya kalau itu kulakukan? Bisa- bisa aku dicoret dari daftar anak oleh orang tuanya karena memalukan nama baik mereka. Apalagi mengingat keyakinan mama di kamar tadi benar- benar membuatku lunglai.
“Cantik banget deh calon mantu mami,”
Aku tersenyum tipis menanggapi pujian yang keluar dari bibir Tante Dewi, sahabat mama dan ibu dari calon tunanganku. Senyum yang jelas sangat terpaksa, hanya sebagai bentuk penghormatan terhadap orang yang lebih tua.
Tunggu dia bilang apa tadi? Mami! Gosh, belum juga tunangan!
“Punya adik ipar secantik ini mah siapa nolak!” Kali ini pujian berasal dari Kak Alma, kakak Akash. Lagi- lagi aku hanya tersenyum. Sesaat kuedarkan pandangan melihat ke sekeliling. Halaman samping rumah ternyata berubah. Dekorasi nya didominasi warna putih. Beberapa bunga terlihat menghias di berbagai sudut.
“Ya udah yuk, acaranya kita mulai!” ajak mama antusias. Aku hanya menganggukkan kepala lemah, tak berniat berucap apapun.
Jadi patung, jadi patung hari ini! Sungutku dalam hati.
Sebenarnya acara ini adalah perayaan ulang tahun Papa yang ke 50 tahun. Mama pula yang memiliki ide untuk menggabungkan acara ulang tahun papa dan pertunangan ini.
“Biar semua happy,” Jawabnya saat kuajukan protes pertama kali. Aku mencibir, bilang aja mama sekalian mau pamer ke sahabat- sahabatnya yang lain.
Beruntungnya undangan tidak banyak. Hanya keluarga besar dan beberapa sahabat mama dan papa. Juga keempat sahabatku turut hadir. Aku memang tak berniat mengundang teman- teman lainnya. Bisa bahaya!
Tiba- tiba kurasakan pergelangan tanganku diraih sebuah tangan kokoh. Mendadak tubuhku menegang. Aku mendongakkan kepala dan mendapati bola mata berwarna hitam. Mata setajam elang dengan kedua alis hitam sempurna kini menatapku tepat kedalam mataku. Aroma aftershave menguar dipenciumanku. Menyegarkan. Sedetik kemudian kurasakan jantungku berdegup dengan sangat cepat. Bagai bom waktu yang siap meledak.
“Kamu terpesona, Sayang?”
Detik kemudian aku mendengus kesal. Aku merutuk dalam hati karena sempat terpesona dengan sosok dihadapanku. Player sinting!
Tetapi jauh aku mengakui Akash berbeda. Ia terlihat semakin dewasa dan ehm… tampan. Padahal seingatnya ia baru tiga tahun tidak bertemu. Pasca lulus Akash diterima di salah satu perguruan tinggi di kota lain, membuat keduanya nyaris tak pernah bertemu.
“Gue keren kan!”
Aku mencibir, “KEPEDEAN!” sahutku ketus.
Ia terkekeh membuatku semakin manyun. Ugh, kenapa harus playboy gila ini sih yang menjadi tunanganku.
“Sayang, cincinnya dong!”
Suara mama pun membuatku menoleh. Dengan senyum lebar, wanita yang melahirkanku ke dunia itu memberikan sebuah kotak beludru merah. Nafasku tercekat saat melihat sepasang cincin polos didalamnya. Sederhana namun indah. Mama kapan belinya? Tahu banget aku suka yang simple- simple.
“Senyum dong, Honey!”
Aku mendelik saat mendengar bisikan Akash. Nggak usah lebay! Aku menatapnya tajam yang justru dibalas dia dengan kekehan.
Akash mengambil sebuah cincin lalu memasangkannya di jemariku yang masih dalam genggamannya. Kupaksakan sebuah senyuman saat mendengar riuh tepukan tangan. Lalu kuambil cincin lainnya dan memasangkan pada jemarinya. Lagi- lagi senyuman kuulas. Benar- benar acting yang sempurna.
“Selamat ya, Sayang!”
Mama memelukku erat. Aku hanya menganggukkan kepala. Selanjutnya ucapan selamat bertubi- tubi kudapatkan. Lagi- lagi wajah bahagia harus kutunjukkan, padahal aku memendam kekesalan setengah mati dalam hati. Argh, tidak adakah yang mengerti perasaanku sesungguhnya.
Kuamati cincin yang melingkari jariku. Yang baru beberapa jam lalu terpasang di jariku.
Uh, Hilang sudah kebebasanku, kawan!
= Mendadak Tunangan =
“Dari dulu sampai sekarang, gak ada matinye sih Akash,”
Aku manyun. Apa- apaan si Nay muji cowok sableng itu di depanku. Nggak tahu aku gondok setengah mampus karena acara dari tadi nggak selesai- selesai.
“Iya, kece gila!”
“Asli!”
Kuputar kedua bola mataku jengah. Kenapa pula Azmi dan Esi ikutan memuji. Plis ah, punya guna- guna apa sih makhluk astral satu itu!
“Lo tuh beruntung banget deh, Lin,”
Aku mengernyitkan kening mendengar ucapan Nay,
“Cowok paling keren dan popular jadi tunangan lo. OMG, beruntung banget kan!” Kata Nay melanjutkan, namun justru membuatku berdecih sebal.
“Terserah kalianlah!”
Lebih baik mencari udara segar di luar daripada mampet mendengar pujian tak henti kepada makhluk yang kubenci namun kini berstatus tunanganku kini.
= Mendadak Tunangan =
selanjutnya : 3
terima kasih telah mengunjungi licasimira.blogspot.com
Ngglundung lagi... terus ke part 3...
BalasHapus