Jumat, 07 November 2014

Mendadak Tunangan (5)


Sebelumnya : 4

Mendadak Tunangan (5)

Sejauh mata memandang hanya biru. Tenang dan mengagumkan. Birunya laut berdampingan dengan birunya langit. Cuaca cerah. Angin berhembus kencang namun menyegarkank. Bukti ciptaan Sang Maha Pencipta di bumi.
Mataku menangkap beberapa titik kapal yang juga melewati selat ini. Selat yang memisahkan pulau Jawa dan Sumatera. Konon, katanya dahulu pulau Sumatera dan Jawa masih satu daratan. Namun karena perubahan letusan gunung Krakatau di zaman purba, kedua pulau menjadi terpisahkan.
Dan kini aku tegak berdiri di buritan kapal yang membawaku ke pulau Sumatera. Tepatnya ke Lampung. Mengunjungi Anin, sahabatku yang berdiam di bumi ruwa jurai.
Sebenarnya perjalanan Jakarta- Lampung dapat ditempuh dalam waktu kurang sejam jika melewati jalur udara. Bahkan Anin sudah menyiapkan diri untuk menjemput di Bandara. Namun kutolak tegas.
Kapan lagi menikmati pemandangan laut selat sunda kalau tidak melewati jalur darat. Yah dari Jakarta aku menggunakan bis hingga terminal pelabuhan Merak. Perjalanan selanjutnya menggunakan kapal  ke pelabuhan Bakauheni yang merupakan pintu gerbang Sumatera. Sungguh sayang melewatkannya.
 “Anginnya kencang loh, Lin. Masuk gih!”
Kugelengkan kepala sesaat, “Its Ok, La!” Aku berkata tanpa menoleh.
“Galau sih galau, Bu. Tapi perut jangan lupa diisi!”
Aku terkekeh. Siapa yang galau?
Aku berbalik dan melihat bibir bawah Lula sedang mencibir. Yah, akhirnya liburan kali ini aku bersama Lula. Rencana awalnya semua bestiesku akan ikut serta, namun tiba- tiba ketiga lainnya membatalkan karena beberapa alasan. Ya  mau bagaimana lagi, desahku kecewa.
 “Siapa yang galau?” tanyaku balik.
“Lo itu kalo suka bilang aja kenapa sih,”
Hah!
Lula mendengus, “Greget gue lihat sikap lo akhir- akhir ini. Uring- uringan mulu!”
Kali ini gantian aku yang mencibir, “Huh, sok tahu lo!”
“Emang gue tahu,” Sahut Lula santai membuatku menatapnya kesal. Rese.
“Ya udah yuk ah, masuk. Makan gih lo!”
“Lo duluan aja deh, gue masih asyik disini!” tolakku. Sayang melewatkan pemandangan laut yang indah begini. Hmm, sia- sia pula naik kapal berjam- jam kalau hanya duduk dan tidur di dalam kapal. Sungguh, di luar lebih memikat.
“Terserah deh, gue masuk ya!”
Aku mengangguk lalu berbalik cepat. Kuarahkan kameraku mencari spot terbaik untuk dijadikan foto.
Mari sejenak, lupakan masalah!
= Mendadak Tunangan =
Hampir pukul 3 sore kami tiba di kota Bandar Lampung. Kota yang merupakan pusat pemerintahan di provinsi Lampung. Kota yang hampir 3 tahun ini Anin dan keluarganya tinggali.
Dari pelabuhan Bakauheni, kami menempuh sekitar 2 jam menuju Bandar Lampung. Sesuai petunjuk Anin, kami disarankan untuk menggunakan transportasi travel yang memang banyak tersedia di pelabuhan. Lebih cepat sampai, kata Anin saat kutanya mengapa travel daripada bis. Selain itu dengan angkutan travel pun kami langsung diantarkan ke tujuan.
“Olinnnnn! Lulaaaaa!”
Teriakan Anin menyambut kedatangan kami tepat setelah kami turun dari mobil. Uh, ini miss bawel tetap aja nggak berubah. Masih berisik!
“Kangen gue dengan kalian,” Kami berpelukan sejenak. Bergantian antara aku dan Lula. Rona bahagia terlihat jelas di wajah kami semua.
“Eh, kenalin nih temen gue sekaligus tetangga gue. Raskal!”
 Aku menoleh. Menemukan seorang pemuda yang kutaksir seusia kami berdiri di samping Anin. Postur tubuhnya tinggi.  Terlihat pas dengan kaos polo shirt biru dan jeans warna senada. Sorot matanya teduh dan lembut, beberapa bulu halus terlihat di pipinya. Laki banget sih!
Ups… apaan sih Lin! Tegurku dalam hati. Kenapa gue jadi nilai orang gini!
“Hai, gue Raskal!” suaranya yang berat kenapa terdengar sexy ditelingaku. OMG! Olin fokus!
“Oh, hai gue Olin!”
“Lula,”
Bergantian kami saling menyalami dan berkenalan. Aku sedikit mengernyitkan dahi. Anin punya tetangga keren, kok nggak pernah cerita!
“Gue sengaja minta tolong Raskal untuk jemput. Kan dia bisa bawa mobil, kalau gue jemput motor satu doang!”
Kuangguk- anggukkan kepala. Oh, pantes! Jadi nih cowok disuruh nyopir maksudnya.
“Gue pikir rumah lo deket dari sini,”
Aku mengamini ucapan Lula. Kan menurut Anin, travel yang membawa kami dari pelabuhan Bakauheni mengantarkan hingga tujuan. Dan ini?
Anin tergelak, “Yah kaliankan belum pernah kesini! Jadi gue bilang turun di halte depan mall aja! Kan lebih aman dan rame,”
“Oh,”
Baru aku sadari ternyata kami berada di depan sebuah mall.  He, ternyata sakingnya happy ketemu Anin membuatku luput menyadari pemandangan sekitar. Padahal jalanan di depan kami juga cukup ramai.
“Balik yuk, ah!” Ajak Raskal pada kami, “Panas!”
“Yuk kalau gitu!” Anin meraih lenganku. Membawaku untuk mengikuti langkahnya pulang.
= Mendadak Tunangan =

Liburan yang menyenangkan. Aku? Tentu saja menikmati. Hampir ditiap harinya Anin mengajak aku dan Lula berkeliling kota. Kami menyusuri segala penjuru kota ini. Selama berkeliling, Anin selalu menyertakan Raskal. Yah apalagi kalau nggak karena kendaraannya. Beruntunglah Raskal, pribadi yang menyenangkan. Ia tak canggung menghadapi tiga cewek yang berisik kalau sudah berkumpul. Ehm, tepatnya aku dan Anin yang berisik kalau Lula hanya menanggapi beberapa kali. Raskal pula dengan sabar mengantar kan kami kemanapun. Ia tak pernah mengeluh sama sekali.
 Namun berbeda dengan hari ini,  Anin mengajak kami ke pantai Mutun, salah satu destinasi favorit masyarakat Lampung. Kali ini tak hanya bersama Raskal, ada lagi dua sahabatnya Anin di kampus, Tika dan Kinan yang ikut serta. Dan satu lagi, seorang cowok berkacamata bernama Devan ehm… pernahkah kubilang Devan saudara Lula yang tengah berhubungan dekat dengan Anin. Sejauh ini hanya keduanya dan Tuhan yang tahu hubungan seperti apa? Karena saat kutanya ia hanya tertawa kecil.
“Kok bengong aja,”
Aku nyengir. Raskal mengambil tepat di sampingku. Kali ini kami sedang duduk di sebuah gubuk kecil memang sengaja disewakan untuk para pengunjung pantai.
“Jauh- jauh ke pantai cuma mau ngelamun doang?” Cibir Raskal yang membuatku terkekeh.
“Menikmati suasana tepatnya,” elakku cepat.
Raskal tertawa. Aku menoleh. Entah mengapa Raskal terlihat menawan dengan matanya yang menyipit serta lesung dikedua pipinya.
“Lo ini,” Kali ini dia tersenyum menatapku. Aku terpaku. Matanya itu teduh banget sih,
“Menikmati itu kayak yang mereka lakuin,” Pandangan Raskal beralih. Dagunya menunjuk ke depan. Aku mengikuti arah pandangannya. Kulihat Lula, Anin, Devan dan dua sahabat Anin sedang bermain- main di pantai. Bahkan Anin dan Devan sedang mencoba berenang di laut bersama. Keduanya beberapa kali terlihat berbisik- bisik mesra.
Aku mengerucutkan bibir. Uh, yang pacaran? Dunia serasa miliki berdua. Yang lain? Nggak punya rumah! Ngontrak! Semilir angin yang berhembus menerpaku, membuat rambut panjangku menjadi tak beraturan.
Aku manyun. Tanganku berusaha merapikannya. Kutarik berkali- kali ke belakang. Tiba- tiba,
“Namanya di pantai! Wajar anginnya kencang,” Tangan Raskal ikut merapikan rambutku. Ia pun menyelipkan sejumput rambutku ke balik telinga. Mendadak aku membeku. Apalagi saat tangan Raskal tepat memegang pipiku lalu membelainya dengan lembut.
“Raskal,”
Nafasku tercekat.  Jarak diantara kami semakin pendek. Entah siapa yang memulai karena tiba- tiba kurasakan bibir kami bertemu. Aku mematung. Tak tahu harus berbuat apa?
Ciuman pertamaku.
Akash.
Aku berjengit mundur. Tiba- tiba bayangan Akash melintas di benakku. Aku menunduk. Kurasakan perasaan bersalah mendera. Ingat kamu masih tunangan Akash, Lin! Seharusnya nggak segampang itu kamu berciuman dengan laki- laki lain.
“Lin,”
Aku mendongak. Menatap Raskal yang terlihat kecewa.
“Sorry,” Ucapnya kemudian.
Aku menggeleng, “Gue yang harusnya minta maaf, Kal.”
“Nggak. Nggak!” Raskal meraih tanganku. Lalu menggenggamnya, “Kamu nggak salah, Lin. Aku yang cium kamu dulu,”
Keningku berkerut. Aku kamu?
“Kalau gue boleh jujur, Aku sayang kamu, Lin!”
Aku terperangah. Speechless.
“Ras…,” Kutatap dirinya tak percaya.
“Aku serius,”
“Tapi kan kita baru kenal, Kal!”
Love at first sight. Kamu percaya?”
Kugigit bibirku getir. Bingung. Keadaan ini benar- benar tak kumengerti. Bagaimana bisa?
Oke. Seperti yang kukatakan selama liburan ini Raskal memang menemaniku, Anin dan Lula. Apalagi ia tetangga Anin jadi kebersamaan kami nyaris 24 jam, hanya saat tidur saja tak bersama. Di rumah masing- masing. Rascal memang sangat baik dan peduli. Namun aku tak menyangka ia memendam rasa padaku. Sejak pertama bertemu lagi. Padahal kupikir semua sama, just friend.
“Gu… gue…,”
“Lin, gue mau ngomong!” Tiba- tiba Lula sudah berdiri di depan kami, “Sorry ya Kal, gue ada urusan ma Olin!”
Aku mengernyitkan dahi mendengar nada ketus yang keluar dari bibir Lula. Belum sempat aku bertanya, Lula sudah menarik tanganku yang masih berada di genggaman Raskal lalu membawaku salah tepatnya menyeretku mengikutinya.
Sesaat kubalikkan tubuh mengucapkan kata sorry pada Raskal yang melihat kami dengan pandangan bingung.
“Apa- apan sih, La!” Protesku cepat. Kurasa sudah cukup jauh Lula menyeretku.
Lula berhenti. Tangannya menyentakkan tanganku kasar. “Lo yang apa- apaan?” Bentaknya membuatku terkejut.
“Biasa aja, La. Kok lo malah sewot?”
Mata Lula melotot. Ia benar- benar terlihat marah. Membuatku sedikit takut. Lula yang kukenal adalah pribadi yang kalem dan tenang. Jika ia sampai marah berarti…
“Lo ingat nggak status lo sekarang!”
Aku berjengit. Lula menudingkan telunjuk tepat ke wajahku, “Jadi cewek jangan murahan, Lin!”
“LA!” Teriakku cepat. Aku tersinggung. Sangat. “Hati- hati kalau ngomong!”
“Lo yang harus hati- hati! Jangan main api!”
Aku mulai paham. Sepertinya Lula curiga hubungan antara dirinya dan Raskal. “Nggak. Gue nggak main api!”
“Gue lihat lo ciuman,” ucap Lula lirih.
Aku terdiam. Membeku seketika. Lula melihatnya.
“Gue harap lo pegang omongan.” Lula berjalan meninggalkanku yang masih mematung.
Maaf gue, La.
= Mendadak Tunangan =

Pasca pulang dari pantai, Lula masih mendiamkanku. Ia sama sekali tak menegurku. Membuatku makin didera perasaan bersalah.
“Olin,”
“Hmm,”
 “Aku tetap tunggu jawaban ya,” Raskal mengedipkan sebelah matanya sebelum ia beranjak meninggalkanku yang masih termangu.  Jadi beneran pernyataan Raskal tadi?
 Aku memukul kepala pelan, Ya beneran lah! Sampai ciuman tadi emang nggak dihitung. Ah, ciuman pertamaku….
Seketika kepalaku didera rasa pusing. Masalah dengan Akash aja belum rampung. Eh sekarang ada Raskal serta Lula! Astaga,
“Heh!   Kenapa tuh anak?” Anin menyenggol tubuhku lalu dengan dagunya menunjuk ke Lula yang tengah berjalan menuju pintu rumah Anin. Langkahnya terlihat gontai dan letih.
“Oy! Malah ngelamun!” Tegur Anin membuatku meringis.
“Kalian ada masalah ya?” Anin menatapku curiga. Membuatku makin tak nyaman. Haruskah kuceritakan yang sebenarnya.
Aku mengedikkan bahu. Bersikap seolah tak peduli. Cuek, “Entah,”
Anin mendesah kecewa, “Ya udah deh. Kalau belum mau cerita. Tapi saran gue selesein masalah secepatnya. Nggak seru liburan kalau musuh- musuhan,”
Aku terdiam. Namun jauh di lubuk hatiku mengiyakan perkataan Anin. Thanks, Nin.
= Mendadak Tunangan =

 “Maaf,”
Lula diam.
“Lula,”
Tak bergeming.
“Lula, plis dong! Gue mau minta maaf,” Ujarku frustasi. Benar- benar deh sahabatku satu ini. Bisa nggak sih menyelesaikan masalah baik- baik. Ini gimana mau kelar, diajak ngomong masih diam kayak patung, omelku dalam hati.
Lula melirik dari buku yang dibacanya. Dihelanya nafas panjang, “Gue maafin,” katanya sedikit ketus lalu memfokuskan membaca kembali. Aku manyun. Maafin kok jutek! Niat nggak sih?
“La, plis dong! Jangan ngambek lagi!”
“Hmm,” Lula menanggapiku tanpa melepaskan pandangan dari bukunya. Ugh, dasar kutu buku.
“Serius?” tanyaku ragu.
Lula menutup bukunya lalu menatapku saksama, “Terus lo bilang apa sama Raskal? Lo bilang kan lo udah punya tunangan,”
“Eh, itu A…Aku…,” Aku tergagap.
Lula berdecih. Lalu membuka kembali bukunya. “Lupain kalau gitu! Gue tarik ucapan maaf,”
“Yaaa La….,” Tak urung aku protes. Menarik ucapan maaf? Apa- apaan dia?
“Lo bilang sama Raskal atau gue yang bilang,” Ancam Lula membuatku bergidik. Ini anak dingin banget sih,
“Iya, iya. Entar gue bilang sama dia!” Ucapku menyerah.
“Ok. Gue pegang omongan lo!”
Aku menghembuskan nafas kencang. Berurusan dengan orang pendiam yang sedang marah itu, tak mudah ternyata.

= Mendadak Tunangan =


Selanjutnya : 6

2 komentar:

  1. OLLLLIIIIINNNN!!!!!! Sumpah yah, gue pengen ngebejek lo sekarang!!!!! kesel banget deh! Kasian Akash T.T

    BalasHapus