Selasa, 16 Juni 2015

Romansa Puber Kedua (8)


Sebelumnya Disini
Romansa Puber Kedua (8)

Haris membalik tubuhnya ke kanan dan kiri berulang kali. Matanya sama sekali tak dapat terpejam. Ia mendengus gusar. Hampir seminggu hal ini terjadi. Sulit tidur. Tidak, tidak hanya tidur tetapi juga semua aktivitasnya berjalan tak seperti biasanya. Pikirannya tak fokus. Berantakan dan kacau. Dan semua karenanya.

Tantri.


Haris menghela nafas. Mencoba mengusir sesak yang tiba- tiba datang. Selalu, setiap mengingat sosok Tantri ada kesakitan dan luka yang terbuka. Puluhan tahun lalu sakit ini pernah ia rasakan, tetapi mengapa kini sakitnya lebih dalam.

Ditolak untuk kedua kalinya itu menyakitkan.

Haris menegakkan tubuhnya. Disandarkannya pada kepala ranjang. Sesaat matanya mengerjap lalu menyelusuri segala penjuru kamar.

Tenang dan…

Sepi.

Haris tersenyum miring. Hidupnya benar- benar menyedihkan ternyata. Di usianya yang sudah lebih dari kepala lima, ia justru hidup jauh dari keluarga. Istri dan anaknya tetap memilih tinggal di Jakarta.

Istri?

Haris menggeleng sedih. Ingatannya kempali kembali menerawang kejadian puluhan tahun lalu. Kejadian yang hingga kini terus disesalinya. Hingga detik ini bahkan dan mungkin akan berlangsung seumur hidupnya.

Tantri, gadis manis yang menarik perhatiannya saat pertama kali bertemu. Gadis yang juga merupakan juniornya di salah satu organisasi mahasiswa di kampus yang sama. Dirinya dan Tantri memang berbeda fakultas juga berbeda angkatan. Tepatnya berbeda satu tingkat, namun sejak awal Tantri sudah membuatnya tertarik.

Tak seperti gadis lainnya yang hanya bisa menangis dan merajuk manja saat dikerjai para seior, Tantri justru menunjukkan keberaniannya, bahkan gadis ini dengan tegas menolak jika diperintahkan melakukan hal- hal yang dirasa menyusahkan dirinya.

Haris tersenyum tipis mengingat bagaimana pada akhirnya Tantri justru menjadi sosok yang paling diincar para senior laki- laki hingga membuat iri banyak senior wanita. Gadis itu pun karena keberanian serta keaktifannya sering mewakili organisasi dalam forum- forum mahasiswa di luar kampus.

Tantri, gadis manis nan enerjik yang benar- benar mempesona.

Senyum semakin melebar di wajah Haris saat mengingat satu persatu kisah hidupnya. Bagai roll film yang tengah diputar. Ia ingat saat dirinya diwisuda. Ia memberanikan diri menyatakan perasaannya kepada Tantri. Gayung bersambut, cintanya diterima. Ia tak menyangka Tantri pun memendam rasa yang sama padanya. Namun karena ia hanya seorang perempuan timur yang memegang teguh prinsip- prinsip ketimuran, maka disimpannya rapat- rapat perasaan itu. Dua tahun bersama memantapkan Haris untuk meminang Tantri. Angan membangun kehidupan rumah tangga yang bahagia hanya bersama Tantri. Hanya gadis itu yang diinginkannya menjadi istri dan ibu bagi anak- anaknya kelak.

Haris tersenyum kecut. Ia hanya menginginkan Tantri menjadi istrinya namun ia juga tak dapat menolak pesona Tatiana, seorang karyawan baru di kantornya yang memiliki kecantikan fisik yang sempurna. Wajahnya yang mulus tanpa cela, kulit putih dan tubuh langsing yang nyaris membuat iri semua perempuan di kantor. Tatiana terang- terangan menyukainya dan bodohnya ia menikmati semua perhatian Tatiana. Hingga akhirnya kesalahan semalam menghancurkan segalanya.

Dan bertahun- tahun kemudian, ia baru menyadari Tatiana si gadis cantik itu memang telah melakukan segala cara untuk memiliki dirinya.

Sinting! Gila!

Haris menggeleng. Kesalahan mungkin ada pada Tatiana yang memang ambisius untuk memilikinya, tetapi tetap dirinyalah yang paling bersalah. Kalau saja ia tak meladeni perhatian Tatiana, andai ia masih menjaga kesetiaan Tantri, tidak bermain kucing- kucingan. Ah, terlalu banyak andai, toh pada kenyataannya dirinya memang manusia paling bodoh. Tak mensyukuri yang sudah diberikan Tuhan. Tidak menjaga arti kepercayaan yang diberikan Tantri.

Iya. Dia memang bodoh.

Teramat bodoh.

Kini sesal pun tak ada guna.

Tatiana, istrinya hanya sibuk mengurusi diri sendiri. Wanita itu lebih memilih asyik berkumpul bersama kaum sosialita metropolitan daripada mendampinginya disini. Anak- anaknya pun kini sudah dewasa, memilih untuk hidup masing- masing tak berniat ikut menemaninya.

Argh, menyedihkan sekali nasibku!

-tbc-
Selanjutnya Disini
Lampung, Juni 2015

0 komentar:

Posting Komentar