Bab X
Sebelumnya Disini
Elroy mendengus saat matanya menemukan sosok Gendis yang tengah tersenyum lebar sembari melambaikan tangannya. Terlihat jelas gadis itu sedang berjalan menuju kearahnya.
Ck, decaknya dalam hati.
“Hai El! Hai Guys!” Sapa Gendis itu sesaat setelah dirinya berada di lingkaran Elroy dan teman- temannya. Elroy memang tak sendirian, ia bersama keempat rekannya sedang berada di kantin kampus.
“Hai, Ndis!”
“Eh ada Gendis,”
“Gabung Ndis!”
Tanpa harus ditawarkan Tama pun, sebenarnya Gendis memang berniat menggabungkan diri bersama mereka. Tujuannya apalagi kalau bukan karena Elroy. Gendis hanya tersenyum tipis saat mendengar hembusan nafas kasar Elroy ketika dirinya mengambil tempat di sebelah laki- laki itu. Dari ekor matanya ia melihat Elroy membuang muka. Acuh. Tak peduli.
Dasar manusia es!
“Mau makan apa, Ndis?” Pertanyaan Adit membuyarkan lamunan Gendis. “Tenang aja gue traktir deh!”
Senyum Gendis terulas karena tawaran Adit. “Ck, giliran cewek aja lo traktir! Gue nggak pernah.” Protes Kenzi di sudut kanan.
“Duit lo banyak, buat apa gue susah- susah traktir lo!”
“Nah kalo gue nggak punya duit banyak nih bisa ditraktir dong?” Tama menimpali.
“Lo laki, masa nggak malu minta bayarin!”
“Cih! Emang dasar pelit!”
Elroy tak menggubris ucapan di sekitarnya. Ia memilih mengambil buku yang berada di atas meja. Membuka lalu membacanya. Bastian mengamatinya sesaat. Keningnya mengerut saat mendapati buku milik Tama yang sejak tadi dibiarkan pemiliknya di atas meja justru dibaca oleh Elroy.
Dia benar- benar menghindar!
Pandangan mata Bastian beralih ke Gendis. Gadis yang baru saja bergabung dengan mereka. Benaknya terus berpikir ada apa sebenarnya antara gadis itu dan Elroy. Hubungan seperti apa? Apa benar Gendis menyukai Elroy? Elroy terlihat tak nyaman dengan kehadiran Gendis tetapi beberapa kali ia juga melihat mereka bersama. Bahkan pagi itu, ia melihat Gendis ada di kosan Elroy. Hal yang membuatnya urung masuk.
“Gue ada perlu nih sama El,” Bastian tersentak dengan kalimat Gendis. “Bisa pinjam kan?”
“Eh…,”
“Oh,”
“Bisa- bisa! Ambil aja.”
Bastian melirik Elroy yang justru tak bergeming, padahal ketiga temannya yang lain sudah cukup berisik. Elroy baru menoleh setelah Tama menyikutnya. Itupun hanya sebentar lalu kembali mengarahkan pandangan kembali ke buku.
“Seingat gue kita nggak ada urusan apa- apa.” Ucap Elroy kemudian. Ketus dan terkesan dingin. “Jadi mending lo pergi!”
Keempat pasang mata terbelalak dengan kata- kata Elroy. Laki- laki itu terang- terangan mengusir Gendis. Wanita cantik yang bahkan masih bisa tersenyum mendengar kalimat Elroy.
“Gue nggak akan pergi kalau lo nggak pergi sama gue!”
Bastian mendelik, Kenzi ternganga, Adit melotot dan Tama menggeleng- geleng. Mereka serasa sedang menonton pasangan kekasih yang sedang bertengkar. Satu merajuk dan yang lain keras kepala.
“GUE. NGGAK. AKAN. PERGI!”
Gendis menyeringai, “Dan gue juga nggak akan pergi!”
“Ck! Mau lo itu apa sih?” Elroy menatap sinis Gendis. Sesaat ia lupa kalau Gendis bukan seperti gadis lainnya yang entah takut atau segan dengannya. Bila menantang Gendis, gadis itu siap menantang balik.
“Lo pergi sama gue. Udah itu doang? Simpel kan.” Sahut Gendis enteng. Dia sama sekali tak merasa terintimidasi dengan kesewotan Elroy.
“Buat apa gue pergi sama lo? Kita kan nggak ada urusan!”
Gendis tersenyum miring. Ia tak menjawab pertanyaan Elroy namun matanya tak lepas menatap laki- laki itu. Sedetik kemudian Elroy mendesah.
“Ok Fine! Gue ikut lo.” Kata Elroy seraya bangkit dari kursi. “PUAS LO?”
Gendis tergelak. Kepalanya menggeleng berulang kali. Ia berdiri lalu menoleh sejenak, “Guys, galak amat sih teman kalian itu!”
Dan keempatnya hanya bisa mengangguk- anggukkan kepala. Menatap kepergian Gendis dan Elroy.
Ada apa sebenarnya?***
Dia bukan lagi seorang anak- anak. Ia cukup dewasa untuk tahu apa yang telah diperbuat ibunya selama ini. Pulang larut malam terkadang dini hari dalam keadaan berantakan, kacau tak keruan.
“Mau sampai kapan, Mam?” Suaranya parau. Menahan sesak yang menghantam dadanya melihat kondisi wanita yang sangat dicintainya. “Mau sampai kapan mami seperti ini?”
Wanita yang tengah berjalan gontai itu menghentikan langkahnya. Ia berbalik lalu tertawa kecil saat melihat sosok laki- laki muda duduk di sofa ruang tengah.
“Hei sayang, hik… kamu ngagetin mami aja!” Katanya sambil cekikikan. “Ngapain kamu duduk disitu!”
Pemuda itu menggeleng. Tiga tahun lalu setelah kelulusan sekolah menengah pertama, ia memilih pindah ke Surabaya. Tinggal bersama kakeknya. Ia sudah cukup jenuh dengan keributan dan pertengkaran kedua orang tuanya. Saat itu ia tak mengerti mengapa mami masih bersikeras mempertahankan pernikahan. Dia yakin, teramat yakin kalau maminya mengetahui skandal itu. Tetapi entah apa yang membuat mami bertahan. Bahkan kemudian wanita itu pun mengirimnya pindah ke kota lain. Menjauhkan dia dan kakaknya dari segala keributan dan pertengkaran yang nyaris terjadi setiap hari.
Kini ia kembali. Namun kenyataan yang diterimanya tidak jua berubah. Kehidupan rumah tangga kedua orang tuanya masih sama. Walaupun tak lagi terdengar teriakan dan pertengkaran tetapi keduanya nyaris tak pernah menganggap keberadaan lainnya. Bahkan dirinya mendapati keadaan ibunya yang lebih mengenaskan. Mami selalu pulang larut malam dalam keadaan mabuk.
“Kenapa mami nggak bercerai saja?” Tanyanya kemudian. “Mami bisa hidup lebih bahagia.”
“Baha..…gia?” Wanita itu kembali tertawa kecil, “Tau apa hik…kamu bahagia?”
“Daripada seperti ini!” Ujarnya tak mau kalah.
Wanita itu terdiam sejenak. Matanya menatap lekat- lekat pemuda itu lalu menggeleng perlahan. “Sudahlah!” Katanya dengan mengibaskan tangan kanannya. Ia kembali berbalik lalu melangkahkan kaki yang yang sedikit sempoyongan. “Mami capek!” Ujarnya terus melangkah mengabaikan anaknya yang hanya bisa terpekur ditempatnya.
Ck, mereka sama saja.
-tbc-
Selanjutnya Disini
Lampung, Agustus 2015
PS. Selanjutnya tayang Kamis dan Minggu (Sudah dibuat postingan namun diatur tanggal terbitnya). So, kalau nggak dishare ke fb silahkan cek langsung ke blog ini ya.
Thankssss….. :)))
Good post mbak
BalasHapusmakasih pak :))
Hapusmenunggu kelanjutannya
BalasHapusthanks ibu... :)))
BalasHapus