Selasa, 19 Mei 2015

Cinta Skuter (5)



Sebelumnya Cinta Skuter 4


Cinta skuter (5)
Bimo menarik nafas panjang dan menghembuskannya perlahan. Mulutnya tak henti merapal doa sejak tadi. Pandangannya lurus, menatap rumah yang tegak menjulang di depannya. Kali ini ia sudah memantapkan diri untuk melakukan yang harus dilakukan.
Perlahan dilangkahkan kaki menuju rumah tersebut. Rumah dengan halaman luas yang ditumbuhi beberapa tanaman buah. Bimo meringis, rumah yang sebenarnya sudah sering ia kunjungi. Tapi untuk kali ini perasaannya yang dirasakan berbeda. Lebih takut dan deg- degan.
Sembari mengucap salam, tangannya terulur mengetuk pintu bercat putih. Semoga yang keluar bukan Reina, gumamnya dalam hati. Kalau Reina, bubar sudah rencananya.
Manusia berencana, Tuhan yang menentukan.
Mata Bimo terbelalak lebar saat mendapati sosok gadis yang dicintainya yang membuka pintu. Sh*t! Double sial!

“BIMO!” Reina tak kalah kaget mendapati Bimo berdiri di depan rumahnya. Sudah dua minggu berlalu sejak lamaran gagal Bimo. Sungguh ia tak menginginkan pertemuan ini.
“Ngapain kamu kesini?” Tanya Reina ketus yang membuat Bimo gelagapan. Ini sih di luar rencana. Bukankah seharusnya Reina bekerja.
“A…Aku…,” Bimo menghela nafas dalam, “Aku mau ketemu orang tuamu.”
Reina melotot, “Buat apa?”
Bimo menelan ludah susah payah. Kepalang tanggung. Sudah kecebur basah sekalian saja. “Melamarmu!”
“Kamu gila!” Umpat Reina spontan. “Aku udah mau married, Bim!”
“Baru mau kan? Belum terjadi!”
“BIMO!” Reina menatap garang.
Bimo tertawa hambar. Ia meringis. “Oke. Oke. Aku cuma mau memastikan keputusanmu.” Ditatap Reina lekat- lekat, “Kamu yakin?”
Reina terdiam. Terselip keraguan di bola matanya. Bimo menyadarinyanya. Hatinya pun melonjak gembira.
“Rei, Kalau nggak mau nikah kan?
“Lalu kalau aku nggak  mau nikah, kamu mau apa?”
Bimo berdecak sebal, “Kamu kan tahu dari kemarin aku melamarmu,”
“Dan jangan lupakan kamu juga mencintaiku, Rei!” Tambah Bimo gemas.
Reina menggeleng, “Dan kamu lupa kamu terlambat, Bim.”
“Tidak. Tidak ada kata terlambat,”
Reina menatap dengan pandangan tak mengerti, “Mak…maksudmu?”
Seringaian tercipta di wajah Bimo “Lihat saja nanti,”
“Bimo! Jangan aneh- aneh. Aku nggak mau kamu mengacaukan semuanya. Lebih baik hentikan saja rencanamu!”
“Tid…,”
“Bimo, aku mohon. Oke, kukatakan aku memang mencintaimu sejak dulu bahkan. Aku ingin hidup bersamamu tetapi asal kamu tahu aku masih waras. Aku nggak akan berlaku gila dengan membatalkan pernikahan hingga mempermalukan keluargaku sendiri.”
Detik kemudian Bimo ternganga. Ia tak menduga Reina berkata demikian. Waras katanya? Apakah dirinya sudah gila?
Argh, ia mengerang frustasi. Sejujurnya ia belum punya rencana. Ia hanya ingin bertemu dengan kedua orang tua Reina. Mengatakan yang sesungguhnya. Namun rencana belum berjalan Reina sudah mengatainya gila. Memprihatinkan sekali nasibku, katanya dalam hati.
“Ta…tapi Rei, A..aku…,”
“Lupakan semuanya. Titik!”
Selanjutnya bunyi dentaman keras pintu yang ditutup paksa. Bimo hanya dapat tertegun. Ia tak menduga sikap Reina hari ini. Tubuhnya terasa lemas. Lunglai. Penolakan ini lebih menyakitkan dibanding lamaran yang tidak diterima.
-tbc-

selanjutnya Cinta Skuter 6

0 komentar:

Posting Komentar