Senin, 18 Mei 2015

Cinta Skuter (1)


Cinta Skuter (1)

“Will you marry me?”
Bimo merasakan kelegaan saat mengatakan hal tersebut. Seperti ada beban berat yang terangkat di pundaknya. Meskipun sekarang berganti dengan kecemasan menanti jawaban Reina, tetapi setidaknya kegamangannya berakhir sudah.
“Reina?” Panggilnya kemudian. Hampir lima menit dari pernyataannya, Reina hanya mematung diam seketika. Bimo meringis. Bukan ini ekspresi yang diinginkannya.
“Eh, iya…aku…,” Reina gelagapan. Ia menatap Bimo lekat- lekat. “Ka…kamu serius?”
Bimo mengangguk mengiyakan. “Untuk hal seperti ini nggak mungkin bercanda kan?”
“Bukan akting?”
Bimo mendengus gusar. Bagaimana bisa kalimat seserius ini dianggap akting Profesinya memang artis, berakting di layar kaca tetapi pernikahan adalah hal serius. Bukan permainan peran belaka.
“Kamu ngeraguin aku?”

Sesaat hening. Kepala Reina menggeleng pelan. Ia dapat melihat kejujuran di mata Bimo.
“Jadi?” tanya Bimo tak sabar.
“A..Aku…,” Reina menarik nafas dalam- dalam lalu menghembuskannya perlahan, “Belum siap.”
“Belum siap?”
Reina mengangguk pelan lalu menundukkan kepalanya membuat mata Bimo menyipit. Curiga. Jangan lupakan Bimo terbiasa menghadapi berbagai macam peran dan ekspresi orang. Ia hafal betul gesture yang dilihat Reina bukan hal biasa. Seperti ada yang mengganjal.
“Kamu yakin?” Tanya Bimo lagi.
“Ehm…,” Keraguan menggelayuti Reina. Sepertinya berbohong bukanlah hal yang tepat. Mudah terbaca. Cepat atau lambat pun akan ketahuan.
“A…ku tidak bisa.”
Mata Bimo melebar. “Maksudmu?”
Reina mendongak. Matanya beradu pandang dengan mata hitam milik Bimo. “Aku sudah menerima lamaran orang lain.”
“Appaaaa?” Bimo terbeliak seketika. Bagaimana bisa dia kecolongan?

-tbc-

Lampung, 2015

selanjutnya Cinta Skuter 2

0 komentar:

Posting Komentar