Kamis, 21 Mei 2015

Cinta Skuter (8)

sebelumnya Cinta Skuter 7

Cinta Skuter (8)

“LAKI APA BA*CI LO?”
Bimo menghela nafas berat. Ini konsekuensinya kalau membiarkan Aldi masuk apartemennya. Sinis dan sadis. Tapi mau bagaimana lagi, Aldi sahabatnya yang sudah sangat dihafal para security dan ia tak mungkin membiarkan Aldi merusak bel apartemennya karena menekan tanpa henti bila dirinya tak membuka pintu.
“Telepon gue kenapa ditutup? Gue hubungin lagi nggak aktif. Ck, lo mau menghindar. Nggak tanggung jawab!”
Bimo memilih membungkam mulutnya dan melangkah menuju kamarnya. Ia tak berminat meladeni ucapan Aldi. Ia butuh istirahat sekarang meskipun hanya beberapa menit.
“Reina hubungin gue,” Kalimat singkat Aldi menghentikan langkahnya. Segala sesuatu yang berkaitan dengan gadis itu berhasil membuat dunia Bimo terbalik. Ia kini harus menarik pemikirannya yang tak berminat mendengar ocehan Aldi. Nyatanya ia telah menghempaskan tubuhnya di sofa tepat di sebelah Aldi.
“Reina nangis ke gue.” Suara Aldi lirih, “Pernikahannya terancam batal.”
APA!!!

Mata Bimo terbelalak. Belum sempat ia bertanya, Aldi kembali mengatakan hal yang mengiris hatinya.
“Dia pengen gue sampein ke lo kalau dia benci banget sama lo.”
Deg.
Nafas Bimo tercekat. Bibirnya kelu seketika. Sesak menghantam dadanya. Sakit. Tak terperi.
“Lo bener- bener nyakitin dia, Bim. Nama baiknya dan keluarganya hancur gara- gara berita itu.” Aldi menghela nafas dalam, “Gue sedih lihat kondisinya.”
Bimo merasaka dadanya semakin sesak. Ia sulit bernafas. Entah mengapa kata- kata Aldi yang mengatakan keadaan Reina membuat hatinya semakin sakit. Benaknya dipenuhi bayangan Reina yang menangis pilu.
Ah sialan kamu, Bimo! Pecundang! Ba*ingan!
“Rencana lo gimana?”
Bimo mendesah pasrah. “Gue belum tahu,”
“BELUM TAHU?” Seru Aldi, “Lo harus press conference, Bim. Lo bilang yang sebenarnya. Segera dan secepatnya!”
Bimo menatap Aldi intens. Kalau saja sahabatnya ini tahu apa yang sebenarnya ada dalam pikirannya. Ia juga tidak menginginkan hal ini terjadi. Sungguh ia berani bersumpah ia tak pernah inginmenyakiti Reina. Justru ia ingin menjaga dan melindungi gadis itu. Gadis yang menarik perhatiannya sejak dulu. Gadis cinta pertamanya.
“Gue harus nemuin dia,”
“Jangan sekarang!” Kepala Aldi menggeleng. “Sebaiknya lo ngomong dulu ke media. Urusan Reina dan keluarganya biar gue yang coba bicara.”
Bimo mengangguk pelan, “Pastikan saja dia tak berkata apapun pada media.” Ujarnya seraya beranjak dari sofa yang diduduki. Langkahnya menuju sudut ruangan. Tangannya meraih telepon dan menekan angka yang sudah sangat dihafalnya.
“Kumpulin wartawan, “ Katanya cepat tanpa menjawab sapaan di seberangnya.
“…,”
“Secepatnya!” Ucapnya lagi sebelum memutuskan sambungan sepihak kemudian melangkah gontai menuju kamarnya. Sekarang ia benar- benar butuh sendiri.
Aldi hanya menggeleng  melihat tingkah Bimo. Ia tahu Bimo tak seutuhnya bersalah, karena tak mungkin Bimo mengatakan hal yang bersifat pribadi  kepada media. Apalagi kisah lamaran yang ditolak. Ah, itu sama saja menjatuhkan harga diri.

LAMARAN BIMO AGUSTA DITOLAK KARENA PRIA YANG LEBIH KAYA.

Aldi menatap tabloid yang tergeletak di lantai. Kucel dan berantakan. Mungkin saja Bimo membanting tablod tersebut saat membacanya. Wajarlah dia emosi. Nama Reina dan calon suami ikut ditulis.  Entahlah darimana media mendapatkan berita tersebut. Namun yang menjadi permasalahan disini, cerita yang ditulis terlalu berlebihan. Lebih banyak memberi kesan negative akan sosok Reina.
Terang Reina dan keluarganya marah. Bimo seorang artis, dia sudah paham dengan konsekuensinya. Berbeda dengan Reina, keluarganya serta laki- laki yang akan mendampinginya, mereka hanya orang biasa. Bukan kalangan terkenal.
Ah, Bim! Lo harus lebih hati- hati lagi.
-tbc-
Lampung, Mei 2015


Selanjutnya Cinta Skuter 9

0 komentar:

Posting Komentar