Sabtu, 14 Mei 2016

[Cerpen] Demam

gambar diambil dari ranichanstory.blogspot.com

DEMAM 
 
DEMAM. Obatnya itu kamu - Fiksi Mini #5 Putri Apriani



“AIRA!”

Aira menoleh.

“Sini!” Rifat, pemuda kelas sebelah yang cukup dikenalnya dengan baik, tengah melambaikan tangan ke arahnya. Laki- laki itu jelas memintanya mendekat. Sesaat kening Aira mengerut, namun tak lama langkahnya mendekat ke Rifat. Ia tak sendiri, ada Jared dan Haris bersamanya.

“Apaan sih panggil- panggil?”

“Wow, ketus amat sih, Bu! Santai kali,” Rifat terkekeh seraya mengangkat kedua tangannya.

“Lagi PMS ya lu,” timpal Jared sembari menyeringai jahil.

Aira mendelik. Ketiganya tertawa. “Gue sibuk tau! Nggak penting ngeladenin cowok tengil macam kalian,” gerutu Aira dengan bibir mencebik.

“Entar siang pulang sekolah bisa ikut kita nggak?” Dahi Aira berkerut mendengar ajakan Haris. Diantara ketiganya, Aira memang sedikit segan dengan Haris mengingat pemuda itu jauh lebih alim dan ramah dibanding teman- temannya.

“Kemana?”

“Nengok Rey,” jawab Haris pendek. Rey. Reyhan Danu, satu lagi bagian dari mereka. Keempatnya cukup dikenal di sekolah. Cowok- cowok usil tetapi banyak prestasi.

“Emang Rey sakit?”

“Astaga Ra, lo ini pinter- pinter tapi telmi ya?” sindir Rifat sembari mendengus geli, “Ya jelaslah kalau nengok berarti dia sakit. Iya kali lo kira kita nengok bayi.”

Aira nyengir. “Ya sorry! Salah keknya pertanyaan gue. Harusnya gue tanya emang sakit apa Rey? Pantas aja kalian bertiga kalem, ternyata si Rey nggak masuk sekolah to!”

“Ish lo ini!” desis Rifat.

“Ya lagian kalian, hobi kok rusuh,” Kini giliran Aira yang mengejek ketiganya.

“Udah deh lu kalau mau nyela nanti- nanti aja! Jawab aja dulu pertanyaan Haris tadi,” ucap Jared.

“Emang harus gue ikut?”Aira balik bertanya dengan nada ketus. Bukan dia bermaksud jahat, tetapi menjenguk Reyhan sakit jelas tak pernah ada dalam pikirannya, mengingat dia lah yang selalu menjadi korban kejahilan Reyhan. Ada saja perilaku pemuda itu yang memancing amarahnya. Minggu lalu saja Aira dibuat gusar, karena Reyhan menganggu ketenangannya saat sedang membaca di perpustakaan sekolah. Dan akibat gangguan Reyhan, sekarang penjaga perpustakaan selalu menatapnya galak. Mungkin khawatir, jika dirinya akan mengganggu ketenangan perpustakaan sekolah.

“Ya elah, salah lo, Ris!” gerutu Rifat. “Model begini jangan ditanya, mending langsung diseret.”

Aira melotot. Diseret? Emang dia apaan!

“Pokoknya lo kudu ikut deh, Ra nanti siang.”

Aira menggeleng. “Ogah ah, gue banyak tugas! Gue kirim doa ajalah biar dia cepat sembuh.” Ucapnya datar. “Ya udah ah, gue balik ke kelas dulu ya!”

Sepeninggal Aira ketiga pasang mata berpandangan, tak lama salah satunya menyeringai. “Beneran wajib diseret neh cewek. Laksanakan plan B, guys!”

***

“Cowok- cowok gila! Sinting! Nggak beres!”

“Parah woi kalian semua!”

“Ini sih namanya penculikan. Tau nggak kalian bisa gue laporin ke polisi!”

“Argh, sialan kalian!”

Aira tak henti mengumpat. Ia gusar karena saat sedang menunggu angkutan umum sepulang sekolah, dirinya diseret masuk ke dalam sebuah mobil. Jared dan Rifat pelakunya. Dan kini keduanya hanya tertawa- tawa mendengar semua makian yang meluncur dari bibirnya. Sama sekali tak merasa bersalah.

“Kan tadi kita udah ngomong baik- baik, lo nya aja pakai sok sibuk,” cibir Rifat yang duduk di sisi kanannya.

“Ya lagian ngapain juga sih gue harus ikut?” Aira balik bertanya dengan nada marah. Dia benar- benar dongkol karena kelakuan Jared dan Rifat.

“Lu nggak pernah dengar apa yang Bu guru bilang, kalau ada temen yang sakit harus kita jenguk. ”Jared mencoba bersikap konyol. Namun melihat tatapan tajam Aira ke arahnya, wajahnya pun meringis tak nyaman.

“Udah ah turunin gue!”

“Tanggung sih, Ra. Bentar lagi juga rumah Reyhan!” tolak Rifat kemudian.

Aira berdecak. “Kalian ini kenapa sih? Maksa banget. Lo juga, Ris! diantara mereka berempat kan lo paling alim, kenapa ikut- ikutan sih?”

Haris yang berada dibalik kemudi mengendikkan bahunya. Matanya sesaat menatap Aira dari balik kaca diatas dashboard. Ia tersenyum kecil.

“Sorry, Ra. Masalahnya Reyhan sakit, obatnya itu kamu.”

Aira mengerut, “Maksud lo?”

“Deuh, ni cewek beneran ya, pinter- pinter telmi!” Aira kembali menoleh. Ditatapnya Rifat tajam.

“Heh, gini- gini gue juara kelas ya! Daripada lo nilai acakadut nggak keruan.”

Alih- alih marah, Rifat justru terbahak. “Biarin! Yang penting gue nggak telmi.” katanya dengan lidah terjulur ke luar.

“Cih, bocah!” ejek Aira dengan bibir melengkung ke bawah.

“Tapi ganteng!”

Aira cemberut. Rifat kembali tertawa. Tawanya menular ke teman- temannya. Membuat wajah Aira makin berlipat. Nggak Reyhan, nggak teman- temannya.

Sama – sama nyebelin!

***

“Loh katanya sakit, kok…,” Mendadak Aira merasa amarahnya memuncak. Tadi diculik sekarang ditipu. Ck, mereka ini benar- benar keterlaluan. Alih- alih mendapati Reyhan terbaring di atas ranjang, yang ada pemuda itu justru asyik bermain PS di kamarnya. Dan Reyhan terlihat baik meski wajahnya sedikit pucat.

“Eh kalian udah datang. Yok masuk!” Reyhan berdiri, yang kemudian dimanfaatkan oleh Jared dan Rifat untuk mengambil alih permainan. Senyumnya tersungging saat menyapa Aira.

“Hai, Ra!”

Aira mendengus. “Sialan, kalian nipu gue ya!” ketusnya pada Haris yang masih berdiri dengannya di depan pintu. “Kerjaan siapa nih ngerjain gue? Lo ya, Rey dalangnya!” tunjuknya pada Reyhan yang juga telah berada di depannya.

“Aish, nyebelin banget sih kalian,” gerutu Aira frustasi.

“Kita nggak nipu, Ra. Emang beneran Rey sakit kok.” Haris tersenyum simpul. “Dia demam seharian kemarin, Cuma…,”

Kata- kata Haris terhenti. Dipandanginya Reyhan, sahabatnya dari atas ke bawah berulang kali sebelum akhiranya kepalanya menggeleng geli.

“Cuma apa?” tanya Aira tak sabar.

“Cuma udah sembuh keknya.”

“Ya sembuhlah, orang tadi pagi gue telepon bakal bawa Aira kemari!“ Terdengar suara Rifat menyahut. “Ck, Cuma bilang itu doang aja, dia udah baik- baik gini. Nah sekarang Aira udah di depan mata, obat dokter mah lewat,”

“Berisik sih lo, Fat!” tegur Reyhan.

“Tapi bener kan?”

Aira menghela napas pendek. Tak didengarkannya ucapan- ucapan Rifat, Rey, Haris juga Jared. Ia sibuk menyesali diri karena untuk kesekian kalinya jatuh dalam keisengan empat sahabat. Ah, kenapa harus dia lagi sih? Apakah tak ada orang lain yang bisa dijadikan korban.

“Ra! Aira!” Reyhan menarik kesadarannya. “Ayo masuk! Tenang aja kamar gue mana kok. Nggak akan aneh- aneh.”

Aira menggeleng. “Gue pulang aja lah,”

“Kok pulang?”

“Malas gue di…,”

“Ai, lu balik Rey bakal sakit lagi loh!” celetuk Jared memotong ucapannya.

Kedua alis Aira bertaut bingung. “Kok gitu?”

“Ya iyalah, kan obatnya lu. Jadi kalau obatnya nggak ada ya pasien bisa…,”

“Banyak omong deh lo, Jared!” Reyhan memotong ucapan Jared. Sesaat kemudian ia kembali menatap Aira, “Nggak usah di dengerin omongan Jared, Ra.”

Aira terdiam sejenak. Otaknya mulai mencerna. Sejak tadi mereka bertiga menyebut kata obat dan obat. “Maksud kalian dari tadi ngomong obat apa sih?”

Sesaat hening tetapi Aira dapat melihat wajah Reyhan yang mendadak memerah. Detik selanjutnya ia mulai memahami semuanya dan semua bertambah jelas ketika terdengar kekehan dari Rifat.

“Astaga Rey, lo kok bisa sih jatuh cinta sama nih cewek telmi!”

Apa!!

=end=

Lampung, Mei 2016

(ISL)




0 komentar:

Posting Komentar