Rabu, 25 Januari 2017

Sayembara Askar (16)






sebelumnya di sini


“Lo lagi dekat sama Tantra ya?”
Agni menoleh sekilas pada Meliana sebelum kemudian pandangannya kembali beralih ke layar monitor di depannya.
“Dekat gimana nih maksudnya?” tanya Agni balik yang membuat Meliana mendengus kesal.
“Lo bukan anak kecil, Agni yang nggak paham apa maksud pertanyaa gue.”
“Sayangnya otak gue nggak nangkap jelas maksud pertanyaan lo, Mel.” Sahut Agni seraya menarik bibirnya tipis.
Meliana mendelik. “Ampun deh, ngomong ama lo payah.”
Tawa Agni pecah. Kali ini ia menoleh dan menatap Meliana. “Lagian nanya aneh-aneh sih lo,”
“Aneh gimana?” Meliana mengernyit. “Seringkan lo jalan sama Tantra?”
“Wisata kuliner doang,”
“HEH!” Delik Meliana. “Dua orang jenis kelamin sering jalan bareng itu menimbulkan satu kesimpulan. PASANGAN.”
“Sayangnya gue sama Tantra bukan pasangan.”
“Sahabat?” Meliana mencibir. “BASI! Nggak ada persahabatan antara laki sama perempuan.”
“Kata siapa?”
“Kata gue barusan.”
“Gue sama Sava sahabatan. Kita beda jenis kelamin.”
“Eh, Nyong! Sava kan sepupu lo.” Gemas! Meliana menoyor kepala Agni yang seketika meledakkan tawa Agni.
“Kepo amat sih lo?”
“Kepo lah,” balas Meliana tak mau kalah. “Gerry juga bilang,”
Agni memutar kedua bola matanya jengah. “Aih, laki bini demen amat ngegosip,”
“Laki bini- laki bini! Gue sama Gerry belum nikah, woy!”
“Lah tapi mau kan?”
“Nikah sama playboy gitu? Nantilah gue pikir-pikir dulu!” ucap Meliana. “Eh, kenapa jadi ngomongin gue, balik ke lo deh. Bener kagak lo sama Tantra lagi PDKT?”
“Kalau bener kenapa, kalau nggak kenapa?”
Meliana berdecak. “Ni, serius dikit ngapa?” tanyanya gusar.
“Lah tadi gue udah bilang kan,”
“Apa?”
Agni menghela napas pendek. “Gue sama Tantra bukan pasangan. Oke!”
Sejenak hening. Agni mengamati dahi Meliana yang mengerut. Sepertinya sahabat kecilnya tengah memikirkan sesuatu.
“Udah deh! Hilangin tuh praduga aneh-aneh di kepala lo. Gue sama Tantra kebetulan demen aja makan di kaki lima. Terus dia juga bantuin gue ngecek laporan Mas Arga.”
“Lo tahu aja udah beda kerja, Mas Arga masih aja minta gue ngecek laporan keuangan kantor.” Sambung Agni menjelaskan.
Meliana manggut-manggut sesaat. Tak lama bibirnya kembali terbuka. “Kalau Askar? Ah, padahal gue pengennya lo sama Tantra lah.”
“Ngomong apa sih lo ini, Mel.”
“Aish! Lo kira gue nggak tahu kalau Askar sering ke sini?”
Agni mendengus. Ali-alih menjawab pertanyaan Meliana, ia memilih kembali meneui laptop miliknya.
“Tante sering cerita,”
“Ya iyalah Mama cerita, lah kalau kesini lebih banyak ngobrol sama Mama.”
“Wuih PDKT langsung ke camer itu namanya,”seru Meliana.
“Nggak usah mikir aneh-aneh deh, Mel!” tegur Agni dengan nada sedikit tinggi.
Meliana tergelak. “Ea, sensi kayaknya kalau disebut nama Askar.”
“Gimana nggak sensi! Dia itu ganggu banget.”
“Namanya usaha...”
“Usaha bunuh diri.”
Meliana tak dapat menahan tawanya. Kali ini lebih kencang. “Lo beneran kagak demen sama dia. Bujangan tampang sekaligus tajir. Pewaris utama Adinata grup.”
“Bujangan apa bajingan lo sebutnya tadi?”
“Huss, lo ini!”
Bahu Agni mengedik. “Faktanya kan emang dia player nomor wahid.”
“Ini lo lagi ngina dia apa cemburu sih?”
Seketika Agni melotot ke arah Meliana. Tak lama ia mendengus sebelum kemudian kembali beralih ke laptopnya kembali.
“Nggak  ngomong aneh-aneh, bisa nggak sih lo? Makan apa lo hari ini? Omongan ngaco semua?” gerutu Agni kesal.
“Makan apa ya? Kasih tau nggak ya?” canda Meliana sesaat. “Eh, ngomong-ngomong lo lagi apa sih? Sibuk amat melototin laptop dari tadi kita ngobrol?” tanya Meliana penasaran sekaligus mencondongkan tubuhnya menatap layar laptop milik Agni.
“Info beasiswa,”
“Beasiswa?” ulang Meliana. “Lo mau kuliah lagi? Ya Tuhan, S2 belum cukup lo. Yah, masa gue ditinggal lagi sih. Siapa dong temen curha..,”
“Berisik amat sih lo!” potong Agni. “Bukan buat gue!”
“Lah emang buat siapa?”
“Tantra.”
Seketika bibir Meliana mencebik. Agni mengerut. “Kenapa lo?”
Tiba-tiba senyum berkembang di wajah Meliana. “Lah sekarang senyum lagi?” geleng Agni. “Salah makan bener lo ya,”
Meliana terkekeh. “Nggak ah! Makan gue masih bener. Cuma entah kenapa gue mendadak happy tahu lo sibuk nyari beasiswa buat Tantra,” ujarnya seraya memamerkan senyum lebarnya.
“Hanya tunggu waktu saja seperti...Aw!”
Ucapan Meliana terputus karena Agni memukul kepalanya ringan.
“Udah gue bilangkan hilangkan pikiran aneh-aneh itu.”
***
“Dinner?”
“Iya! Kamu hari ini free kan?”
“Iya sih, tapi seingat gue nggak pernah mengiyakan mau dinner sama lo,”
“Tenang aja aku udah bilang ke Mama kamu kok. Dia bilang nggak masalah kamu pergi sama aku.”
Sedetik kemudian tangan Agni terkepal. Wajahnya memerah menahan gusar. Mama ini apa-apaan sih? Kalau gitu kenapa nggak mereka aja yang pergi?
Ck, berarti dari Mama juga dia tahu gue free hari ini dong. Argh...
“Berarti lo perginya sama Mama.”
Askar tergelak. “Ayolah, Ni. Aku udah reservasi tempat nih. Sayang dong kalau nggak jadi!”
Agni diam tak menyahut.
“Ayolah, Ni. Sekali-kali lah! Ini restorannya enak kok. Dijamin kamu bakal suka makanannya.”
Agni melengos.
“Tapi ya udah kalau kamu nggak mau. Kita makan di rumah aja. Masakan Mama kamu juga enak banget kok.”
Agni mendengus. Kita? Rumah? Dikira ini rumahnya apa.
“Ya udah oke! Kita pergi,” ujar Agni mengalah. Bukan apa-apa. Sejujurnya Ibunya sedang menginap di rumah kakaknya. Karena hanya sendiri, Agni meminta asisten rumah tangganya untuk tidak memasak. Tadi ia berencana membeli di luar. Tapi siapa duga jika kemudian Askar datang.
Ya sudahlah! Anggap saja lagi ketiban rezeki makan gratis, gumamnya dalam hati
“Tunggu! Gue ganti baju dulu!”
Selang beberapa menit kemudian, Agni sudah kembali muncul. Kening Askar sedikit mengerut melihatnya.
“Kenapa? Ada yang salah dengan baju gue?” tanya Agni blak-blakan sembari memandangi dress selutut yang dikenakannya. Tampilan sederhana khas dirinya.
“Eng—nggak!” Askar menyipit. “Kamu nggak dandan? Ini rekor tercepat aku nunggu perempuan. Biasanya kata “ganti baju” itu lama.” Sambungnya seraya menggerakkan telunjuk dan jari tengahnya bersamaan.
Seketika Agni mencibir. Tentu saja dia berbeda dengan kata perempuan yang disebut Askar.
“Cuma mau makan doang, ngapain ribet.”
Askar tergelak. Kepalanya manggut-manggut. “Iya juga sih. Ya sudah ayo berangkat!”
***

“Mama ini apa-apaan sih? Niat ngejodohin aku ya?” Protes Agni keesokan paginya. Ibunya sudah kembali, dan tentu saja Agni tak menunggu lama untuk melancarkan aksi tidak terimanya.
“Jodohin? Sama siapa?”
“Kura-kura dalam peraha, jangan pura-pura nggak tahu deh, Ma.” Sahut Agni ketus.
Gelak tawa terdengar. Bibir Agni makin mengerucut. Mama rese nih!
“Kan Mama juga yang bilang nanti aku ketemu sendiri jodohku,”
“Gimana kalau memang Askar jodoh kamu?”
“Eh?”
Mama mengulum senyum. “Memang kamu tahu siapa jodoh kamu?”
Sial!
“Mama apaan sih? Rese!”
Lagi-lagi Mama tersenyum. “Mama itu nggak niat ngejodohin kamu sama Askar, Ni. Tapi Mama rasa dia suka sama kamu. Jadi apa salahnya sih kamu kasih kesempatan?”
“Males, Ma. Playboy.” Balas Agni spontan.
“Huss!” Mama menggeleng. “Nggak boleh kayak gitu, Nak. Males-males, ternyata memang dia yang jadi jodoh kamu, gimana?”
“Nggak ah!”
“Nggak bisa ditolak!”
Agni mendengus. “Dengerin Mama baik-baik! Itu sikap jutek sama orang mbok ya dihilangin. Kita nggak pernah tahu yang terjadi di masa depan. Jadi baik-baiklah bersikap. Masa udah gede yang kayak gini mesti dibilangin,”
Agni menarik napas. Kalau saja Mama tahu, apa yang dilakukan Askar dulu...
“Cakep, baik, perhatian. Apalagi yang kurang? Oh ya kamu malah dapat bonus?”
Agni mengerut. “Bonus? Bonus apaan?”
“Pewaris utama Adinata group!”
Seketika decakan terdengar di bibir Agni. “Mama matre ah!”
Mama terkekeh. “Bercanda, Ni!”
“Nggak asik tau, Ma!”
Senyum Mama terkembang. “Mama itu cuma pengen kamu bahagia. Jadi sama siapapun nggak masalah, yang penting dia sayang sama kamu.”
“Nggak selingkuh ya, Ma!”
Wajah Mama menegang sejenak sebelum kemudian mengangguk pelan. Agni tersenyum kecut melihatnya, tanpa sadar ia mengingatkan Mamanya akan kelakuan sang Papa.
“Maaf, Ma!” ujarnya lirih kemudian.
Mama tersenyum. Kepalanya mengangguk. “Jadiin pelajaran ya, Ni!”
***
Tantra celingukan sesaat setelah melewati pintu masuk cafe. Kepalanya menoleh ke kanan dan kiri, mencari sosok Agni. Entah mengapa gadis itu tiba-tiba menelponnya dan mengajaknya bertemu.
“Tantra!”sebuah seruan serta lambaian tangan yang ditangkap mata Tantra membuatnya tersenyum. Ternyata Agni duduk di sudut paling kiri, namun tubuh kecilnya tertutupi beberapa pengunjung yang berada di depan mejanya.
“Udah lama?”
Agni menggeleng. “Lumayan,”
Tantra mengernyit. Diliriknya jam tangan. Seingatnya ia tidak terlambat dari waktu pertemuan yang dijanjikan.
“Nyantai! Gue emang sengaja duluan kemari.”
“Menyendiri ceritanya?”
“Menikmati suasana cafe baru tepatnya,” sahut Agni cepat. Tantra menggeleng dan tersenyum dibuatnya.
“Terserah kamu, Ni!” katanya seraya mengitari pandangan ke seluruh penjuru cafe yang didominasi dengan material kayu. Berbagai ornamen dan gambar tempo doeloe tersebar di segala penjuru ruang mengingatkan pada Indonesia di masa lalu.  
“Lumayan asik suasananya. Dapat rekomen darimana?” tanyanya kemudian.
“Reporter gue,”
“Oh,” Mulut Tantra membulat. “Ngomong-ngomong ngapain ngajak ketemu?”
“Oh iya,” Agni tersadar seketika. Sejenak ia meraih beberapa lembar kertas dari dalam tas lalu menyerahkannya pada Tantra.
“Gue kemarin cari-cari info beasiswa. Gue coba kontak beberapa teman gue yang kerja di kementrian. Nah ini ada beberapa infonya,”
Tantra tertegun sejenak, ditatapnya Agni tak percaya. Gadis ini...
“Thanks, Ni sebelumnya.” Tantra tersenyum. “Tapi aku masih pikir-pikir dulu.”
“Aish lo ini. Kelamaan mikir.”
Tantra membuang napas. “Masalahnya nggak semudah itu aku mutusin beginian.”
“Kenapa?” tanya Agni penasaran.
Bahu Tantra mengedik. “Banyak hal, Ni yang jadi pertimbangan.”
“Keluarga.” Ujar Agni spontan namun mampu membuat Tantra ternganga. Bagaimana dia tahu?
“Meliana pernah cerita tentang keluarga lo. Sorry,”
Gerry, Uh!
“Jadi gini deh, Tra!” Agni menarik napas sebelum kembali bicara. “Lo udah pernah belum ngomong sama mereka? Atau simpelnya lo terakhir pulang kapan? Eh, salah! Maksudnya pulang dalam waktu cukup lama. Kata Mel, saking sibuknya lo lebaran aja cuma ada di rumah dua hari kan?”
Astaga, mulut Gerry...
“Kalau memang kehidupan keluarga lo masih butuh bantuan, it’s ok. Tunda sekolah. Tapi yang gue tahu namanya orang tua bakal kasih yang terbaik buat anaknya.”
Tantra terdiam. Ia tak menampik apa yang diucapkan Agni. Dirinya memang tak pernah lama saat di rumah. Faktor lelah pun membuatnya jarang berbicara dengan ayah dan ibu. Bekerja sebagai asisten Askar benar-benar membuatnya sibuk. Bahkan jatah cuti pun tak pernah ia ambil.
“Ada baiknya lo simpen info itu,” ujar Agni lagi. “Kalau lo nggak butuh sekarang, siapa tahu lain kali. Masa depan nggak ada yang tahu kan?” sambungnya lagi sambil tersenyum.
Tantra mengangguk. “Thanks ya, Ni.”
Giliran Agni mengangguk mengiyakan. “Sama-sama. Lo aja udah bantu gue nyelesein laporan keuangan kakak gue. Ini info sih nggak ada apa-apanya.”
“Eh, lupa! Lo belum pesen ya?”
“Emangnya lo udah pesen makan? Daritadi aku lihat cuma minum?”
“Heh! Gue bukan orang tega ya. Makanya gue mau pesen makanan nunggu lo datang lah.”
Tantra tergelak. “Sorry! Sorry!” Tak lama tangannya terangkat sembari memanggil salah satu pelayan cafe. Sesaat setelah menyebutkan pesanan, keduanya pun kembali asyik terlibat percakapan Tak menyadari jika seseorang tengah masuk ke dalam cafe. Arah pandangnya tanpa sengaja menemukan keduanya. Tak butuh lama baginya untuk segera melangkahkan kaki menuju meja mereka.
“Agni, Tantra! Apa yang kalian lakukan di sini?”

-tbc-
Lampung, Januari 2017
selanjutnya  di sini



2 komentar:

  1. How to win at casinos with No Deposit Bonus - Mapyro
    Casino No Deposit Bonus 익산 출장안마 | 대전광역 출장마사지 All the latest no deposit bonus offers, casino bonus codes, mobile apps and casino 의정부 출장마사지 bonuses available online 시흥 출장안마 now at 창원 출장안마 Mapyro.

    BalasHapus