Sebelumnya di sini
20.
“Lo
jadian sama pangeran, Ni?”
Agni
menoleh. Pagi-pagi Lintang mendekatinya hanya untuk menanyakan ini. Astaga!
“Apaan
sih,Mbak pagi-pagi nanya beginian?” tanya Agni balik.
Agni
menarik napas. Itu kan maunya Askar.
“Rame,
Ni anak-anak bilang lo udah jadian. Pangeran perhatian banget katanya sama lo.”
Lagi, Lintang melanjutkan ucapannya.
“Gosip
lo percaya, Mbak.” Sahut Agni pendek. Dalam hati ia mengumpat, gara-gara Askar
sekarang dirinya jadi korban gosip di kantor, kan?
“Awalnya
nggak percaya. Tapi kemarin gue lihat lo pulang bareng pangeran.” Ucap Lintang.
“So, ada penjelasan ke gue?”
Agni
lagi-lagi menghela napas. Ditatapnya Lintang. Senior yang begitu dekat
dengannya selama ini. Tak hanya senior, Lintang juga sahabat baginya. Perempuan
ini sudah memahami dirinya dengan baik.
“Lagi
free lo, Mbak?”
Lintang
mengangguk. “Ya udah, ayo deh ke kantin! Buruan, sebelum si pangeran jemput
gue.” Ujar Agni seraya berbalik dengan Lintang mengikuti di belakangnya.
***
“Jadi,
hubungan kalian sebenarnya gimana?”
“Tauk,
dah!”
“Gaje?”
Agni
menggeleng. “Gue kan udah nolak awalnya. Tapi, Askar bilang semua butuh waktu. Dan,
waktu yang dimaksud dia adalah yang lo dan banyak orang lihat,”
“Tapi
kan lo suka dia?”
Agni
mendengus. “Dulu, Mbak. Itu dulu.”
Lintang
terkekeh sesaat. “Iya sih, ya. Tapi, kalau kata orang jawa witing tresno jalaran soko kulino loh, Ni. Bisa-bisa lo jatuh cinta
beneran sama dia,”
“Nggak,ah!”
“Lah,
tiap hari ketemu ini.”
Kali ini
Agni diam tak menyahut ucapan Lintang. Pandangannya menerawang sesaat.
Sejujurnya ia merasa ada yang aneh dengan hari-hari yang dilaluinya saat ini.
Kehadiran Askar, jelas. Tapi lebih dari itu ada sisi hatinya yang merasa
kosong.
“Eh,
malah bengong nih bocah,”
Agni
nyengir. “Sorry, Mbak. Ngomong-ngomong gimana sayembara itu?”
“Udah
tahap akhir. Jatahnya pangeran yang nilai.”
“Maksudnya?”
“Secara
kompetisi udah tinggal persiapan malam final. Tapi, sebenarnya ada beberapa
wanita yang bakal makan malam sama pangeran,”
“Dinner
sama Askar?”
Lintang
mengangguk. “Jadi, ini syarat dari Askar. Sayembara diganti kontes kecantikan.
Tapi, pemenang ditentukan langsung oleh Askar. Wanita-wanita terpilih bakal
makan malam langsung dengan Askar. Disinilah, dia menilai pemenang,”
“Yang
seharusnya jadi calon istrinya, kan?”
Agni
mendesis. “Dasar player!”
Lintang
mengerut. “Maksud lo?”
“Percayalah,
otak mesumnya pasti nggak hanya berpikir makan malam, Mbak.”
“Ya,
tapi kan rencana dibuat sebelum sama lo, Ni.” Ucap Lintang. “Gimana kalau dia
bener-bener berubah karena lo?”
Agni
menggeleng tak percaya.
“Jangan
negatif thinking, Non. Siapa tahu dia beneran insyaf loh. Ah, kalau gitu lo
beruntung ya, Ni.”
“Kok,
gue nggak yakin dia bisa tobat ya, Mbak.”
“Husst,
dibilang jangan negatif thinking.” Senyum Lintang. “Saran gue, lo jalanin aja
semuanya. Jodoh itu rahasia Tuhan. Ya kali, lo bakal jadi Nyonya Askar Adinata.”
***
Hari
masih sore, ketika Askar tiba di kediaman keluarganya. Papa menelponnya dan
memintanya untuk segera datang ke rumah. Dan, tentu saja ia tak bisa tidak
datang.
“Sudah
datang kamu?”
Suara
Bram terdengar sesaat setelah Askar masuk ke dalam rumah. Ia menoleh,dan
menemukan lelaki baya yang masih tampak bugar itu duduk santai di sofa ruang
tengah.
“Ada
apa sih, Pa panggil-panggil Askar ke rumah?” tanya Askar sembari menghampiri
Ayahnya.
“Memangnya
kamu nggak kangen rumah? Nggak kangen Mama, heh?”
Gayatri
muncul dari salah satu pintu. Kepalanya menggeleng sesaat sebelum kemudian
bergabung dengan suami dan anaknya.
Askar
mencibir. “Nggak usah lebay, deh Ma. Baru juga dua hari lalu ketemu di kantor
kita.”
“Itu
kantor. Bukan rumah.” Delik Gayatri gusar.
“Sudah-sudah!”
Bram menengahi. “Papa panggil kamu kesini, ada yang mau ditanyain.”
“Ya
elah, nggak bisa lewat telepon apa? Kerjaanku banyak, Pa.”
“Kerja
apa kencan?” Celetuk Gayatri dengan nada menyindir.
Askar
mendengus. “Mama apa, sih?”
“Udah,
Ma.” Ujar Bram kemudian. Tak lama ia menatap kembali Askar. “Gimana sayembara?
Pemenangnya sudah kamu tentukan?”
“Nanti
malam aku mulai dinner dengan beberapa wanita yang kita pilih waktu itu.”
Bram manggut-manggut
sesaat sebelum kembali berbicara. “Papa kira kamu akan membatalkan semuanya,”
“Maksud
Papa?”
“Kamu
kira Papa nggak dengar tentang kedekatan kamu dengan putri keluarga Yudha.”
Askar
sedikit terkejut, namun secepat kemudian ia dapat menguasai keadaan. “Kita
nggak mungkin membatalkan program TV yang udah jalan, Pa.” Balasnya diplomatis.
“Di TV
tahunya kontes kecantikan, jadi tak ada masalah. Yang Papa kira, kamu akan
membatalkan mencari calon istrinya. Ngomong-ngomong kamu serius kan, dengan
gadis...,”
“Agni,
Pa namanya.” Gayatri memotong ucapan suaminya.
“Ya,
Agni. Papa sudah cari tahu. Dia gadis baik-baik juga cerdas. Keluarganya
terpandang. Tak ada yang buruk. Dia calon yang sempurna.” Ungkap Bram yang
disambut gelengan oleh Askar.
“Nggak,
Pa. Kita emang lagi dekat. Tapi, nggak ada yang istimewa.”
Bram
mengerut. Ditatapnya Askar sebelum kemudian beralih menatap istrinya. Tak lama
keduanya mendesah bersamaan. “Masih mau main-main ternyata kamu,”
***
Sava
baru saja pulang kerja ketika menemukan Agni tengah duduk di sofa sembari
menonton TV. Tampak biasa, tapi jika diamatilebih teliti pandangan Agni kosong.
Ia tak memperhatikan tontonan yang tersaji di layar TV.
“Ngapa
sih lo ngelamun mulu?” tegur Sava yang seketika mengejutkan Agni.
“Astaga,
Va! Bikin kaget aja sih. Bilang-bilang kek kalau pulang. Ucap salam, bukannya
malah bikin jantungan orang,” gerutu Agni kemudian.
“Nih
ya kebanyakan ngelamun sampai nggak denger orang udah bilang salam,” ujar Sava
sembari menghempaskan tubuhnya di sofa. Sejenak disempatkannya melonggarkan
dasi yang terasa mencekik leher.
“Oh, ya?”
“Iya.
Kenapa sih emangnya?”
“Nggak
kenapa-napa.”
Sava
mencibir. “Ada apa-apa pasti.”
“Nggak.
Sok tahu wee!” balas Agni dengan menjulurkan lidahnya.
Sava
tergelak. “Masih belum bisa hubungin Tantra, ya?”
“Udah
mati kali tuh orang,”
“Huss!”
Sava menggeleng. “Nggak, boleh ngomong kayak gitu.”
Agni
diam tak menyahut. Sungguh, ia kesal. Tantra tiba-tiba menghilang pasca
kejadian di cafe. Laki-laki itu tak bisa dihubungi sama sekali. Sudah seminggu
lebih, Agni kehilangan jejak lelaki itu. Ah,
begitu penurutnya dia pada Askar. Agni yakin Askar melarang Tantra menemui
dirinya.
“Kenapa
nggak datengin rumahnya sih, Ni?”
“Mana
gue tahu,”
“Kata
lo pacar Meliana yang namanya siapa itu serumah sama dia...,”
Seketika
Agni menoleh menatap Sava. Tangannya reflex memukul kepalanya pelan. “Astaga! Kenapa
gue lupa ya,”
Sava
menggeleng geli. “Yuk, ah gue anter!”
***
Gerry
sedikit bingung ketika rumahnya didatangi oleh Agni bersama seorang laki-laki
yang tak ia kenali. Dalam hati, ia menduga-duga mungkin saja lelaki itu kekasih
Agni.
“Eh,
Agni. Sorry ada apa ya ke rumah gue malam-malam?”
Agni
tersenyum. “Sorry, Ger kalau ganggu. Gue cari Tantra.”
“Tantra?”
Agni
mengangguk. “Iya. Tantra. Dia tinggal di sini juga, kan?”
Kali
ini giliran Gerry yang mengangguk. “Iya sih, dia memang tinggal di sini. Tapi,
sekarang nggak lagi.”
“Maksud
lo?” Agni mengernyit bingung.
“Tantra
udah pergi.”
Agni
terbeliak. “Pergi?”
“Eh,
he eh,” Gerry sedikit kaget dengan reaksi yang ditunjukkan Agni. Sedikit
bingung juga kenapa ekspresi Agni sedikit berlebihan menurutnya. Memangnya Tantra
nggak pamit dengan gadis ini.
“Dia
bilang sih mau pulang kampung,”
“Pulang
kampung?”
Gerry
menarik napas. “Gue sendiri bingung sama keputusannya yang mendadak. Tapi, gue
nggak bisa ngelarang juga.”
“Kapan
dia pergi?” Agni merasa dirinya begitu kacau. Seketika ia memegang tangan Sava
erat-erat. Sava yang menyadari hanya bisa menggeleng sedih.
“Adalah
lima hari yang lalu.” Jawab Gerry. “Eh, dia nggak pamit ya sama lo?”
“Nggak
sama sekali.” Geleng Agni. Matanya terasa memanas. Namun, cepat-cepat ia
menarik napas panjang. “Oh, ya dia ganti nomor ya? Gue kesulitan kontak dia.”
“Setau
gue nggak. Tapi, kalau lo bilang kesulitan kontak dia, sama. Sejak dia pergi,
gue nggak bisa telepon dia.”
Agni
terdiam. Ia menoleh dan menatap Sava seakan berkata sudah tak ada harapan.
Sava tersenyum
tipis. Mencoba menenangkan Agni. “Ehm, sorry boleh tanya kampungnya Tantra?”
Gerry menggeleng.
“Yang gue tahu Tantra dari Wonosobo. Tapi, letak pastinya sorry gue nggak tahu.
Tantra itu nggak banyak ngomongin soal keluarganya.”
Habis sudah!
Benar-benar tak ada harapan lagi.
good post mbak, ditunggu lanjutannya
BalasHapusKEREN BANGET
BalasHapusSukaaaak
Sedihnya cerita ini gk bisa berlanjut....selamat jln mba,semoga tenang disana 😭
BalasHapusSedihnya cerita ini gk bisa berlanjut....selamat jln mba,semoga tenang disana 😭
BalasHapus