Minggu, 03 April 2016

Kembang Desa Pulau Panggung (10)




Sepuluh

Sebelumnya di sini

Mirah terpekur di tempatnya. Dia ingat jika kemarin statusnya sudah berganti. Dae Ho Oppa menikahinya. Kini dia bukan lagi seorang janda yang hidup sendiri di ibukota. Saat ini gelar wanita bersuami tersemat di dirinya.
Suami?
Mirah menghela napas berat. Saat bangun tadi, ia tak menemukan Dae Ho. Sisi ranjang sebelah kanan masih tampak rapi. Terlihat tak ada yang menempati. Pun saat ia melangkah keluar kamar. Sama sekali tak ada tanda- randa keberadaan Dae Ho.
Lelaki itu benar- benar tidak pulang semalam, bahkan sampai sekarang, gumam Mirah sembari melirik jam di dinding kamarnya. Pukul 1 siang.
Ah, kemana dia…
Sejujurnya Mirah tak peduli jika Dae Ho akan pergi lama sekalipun. Toh dirinya masih canggung dengan lelaki itu. Tapi masalahnya saat ini dia mulai kelaparan. Di kulkas tak ada bahan makanan apapun yang bisa dia olah. Mirah ingin keluar, tapi dia sedikit takut.
Demi Tuhan, dia tak tahu dimana dirinya sekarang?
Dia juga takut jika meninggalkan apartemen karena bisa dipastikan dirinya takkan bisa kembali masuk. Dae Ho belum memberi tahu passwordnya.
Ck, bagaimana ini…
Mirah pun tak tahan. Ia segera bangkit dari sofa. Tak peduli jika ia tak bisa kembali. Sekarang waktunya makan. Perutnya sudah sedari tadi berbunyi, minta diisi.
Mirah baru saja hendak ke kamar untuk mengambil dompet saat menyadari pintu apartemen terbuka. Detik selanjutnya ia menghela napas lega karena kemunculan dae Ho dari balik pintu. Dae hO mengeryit bingung. Ekspresi Mirah ditangkapnya dengan cepat.
“Saya pulang,”
Alis Mirah bertaut mendengar kalimat Dae Ho. Sedikit aneh menurutnya. Untuk apa mengucapkan hal itu, toh Mirah tahu jika lelaki itu pulang. Namun tak lama Mirah tersadar, dulu sekali ia pernah menonton drama- drama dari negeri gingseng, dan sepertinya meang sudah menjadi kebiasaan mereka berkata demikian.
Bunyi keroncongan mengagetkan Mirah. Wajahnya menunduk seketika. Ia malu, bunyi dari perutnya pasti akan terdengar Dae Ho.
Dugaannya tepat, karena tak lama terdengar gelak tawa renyah. mIrah tak berani mengangkat kepalanya. Sungguh, dia merasa tak punya muka sekarang.
“Ini!” Sebuah kotak terulur kepadanya. Mirah mendongak, Dae Ho tersenyum, “Makanlah! Maafkan saya,” katanya lagi.
Mirah gelagapan. Dia masih bingung. Namun tak lama ia dapat merespon cepat, “Te-terima kasih, Oppa.”
Dae Ho tersenyum, sorot geli terpancar di matanya. Sesaat sebelum melangkah untuk masuk kamar, Dae Ho berbisik, “Kamu harus makan banyak Mirah-yya. Jangan terlalu kurus! Saya tidak suka,”
Sederhana. Tetapi mampu mengalirkan perasaan hangat pada diri Mirah. Dia pun tersenyum,
Kali ini ada orang yang memperhatikan dirinya.
***

C’mon, Mira! Kita sudah sampai.”
Mirah tergagap seketika. Ia tersadar dari keterpanaannya. Sungguh dia tak mengira jika Dae Ho mengajaknya kemari. Tadi sehabis makan, Dae Ho bilang akan mengajaknya berbelanja kebutuhan sehari- hari. Dan dalam bayangan Mirah, Dae Ho hanya akan membawanya ke sebuah mini market atau supermarket biasa. Bukan mall besar dan megah yang tegak menjulang seperti yang ada di hadapannya saat ini.
“Mira,”
“Eh. Iya!” Mirah tersenyum kecut lalu bergegas membuka pintu mobil. Tak lama Dae Ho sudah berada di sebelahnya.
Kegugupan Mirah bertambah, saat berdiri di depan mall. Jakarta memang terkenal dengan banyaknya mall dan pusat perbelanjaan. Namun selama hidup di ibukota, Mirah hanya mengunjungi mall- mall yang terhitung standar. Tidak terlalu megah dan besar. Itupun jarang, karena dia tak terlalu menyukai keramaian.
Tapi sekarang?
Dae Ho justru membawanya ke salah satu mall yang cukup terkenal seantero Jakarta.
“Kau dingin?”
“Eh,” Mirah menoleh. Ia baru saja melewati pintu masuk dan memang tubuhnya sedikit menggigil saat udara dingin menerpanya. Sejuk tapi dia belum terbiasa.
“Saya nggak papa,” Mirah menggeleng. Diliriknya Dae Ho mengangguk- anggukkan kepalanya.
“Kita cari kamu baju dulu ya,”
Kening Mirah mengerut, “Baju?”
Dae Ho mengangguk, “Ya baju. Kamu butuh baju,”
“Saya masih punya banyak baju di kost,”
“Baju lama,” Geleng Dae Ho, “Kita beli baju baru,”
“Untuk apa?” tanya Mirah tanpa sadar. Dirinya berpikir, membeli baju di saat bajunya masih banyak yang layak digunakan jelas hanya membuang uang saja. Lebih baik uangnya dikirim ke kampung. Untuk pengobatan emak juga memenuhi kebutuhan harian keluarganya. Meskipun kemarin, Mirah tahu tabungannya sempat terisi karena perjanjian pernikahan kontrak ini, tapi tetap saja kebutuhan kehidupan keluarganya sangat besar.
Dae Ho tak menjawab pertanyaannya. Lelaki itu membawa Mirah masuk ke dalam salah satu toko pakaian. Mirah terbeliak di pintu masuk. Deretan berbagai gaun indah terpampang di depannya.
Ya Tuhan, ini seperti yang di TV- TV itu…
“Pilih yang kamu suka, Mira!”
Mirah mengabaikan ucapan Dae Ho. Dia belum pulih dari keterpanaannya melihat keindahan gaun- gaun yang diperlihatkan toko. Sikapnya itu membuat Dae Ho mengeryit heran, dan tak menunggu lama bagi lelaki itu menarik Mirah untuk semakin masuk ke dalam.
“Halo selamat siang. Ada yang bisa saya bantu?”
Seorang wanita bertubuh semampai menghampiri mereka. Mirah terkesiap. Sesaat ia memandang iri pada wanita tersebut. Putih, cantik dan tinggi. Kombinasi sempurna yang banyak diinginkan kaumnya dan wanita di hadapannya ini memenuhi criteria itu.
“Tolong gaun yang indah dan cocok untuk istri saya,”
Mirah menoleh cepat. Dae Ho mengatakannya dengan tegas. Tak ada keraguan sedikit pun. Mendadak perasaan hangat kembali dirasakannya Mirah. Kali ini berbarengan dengan jantungnya yang berdegup kencang.
“Baiklah, Nyonya ikut saya!”
Mirah dapat melihat Dae Ho menganggukkan kepalanya sekilas. Tersirat jelas menyuruh Mira untuk mengikuti perintahnya. Mirah pun menurut, dia pun bergegas menyusul langkah kaki wanita itu. Dalam hati Mirah bergumam, sebenarnya apa sih mau Dae Ho Oppa. Bukannya dia hanya seorang istri kontrak?
Dan satu  jam kemudian, Mirah sudah berpindah tempat. Kali ini mereka berada di sebuah salon yang cukup ternama. Mirah tak lagi bertanya, karena sejak namanya didaftarkan Dae Ho, dia tahu sebentar lagi dirinya akan merasakan perawatan ala salon ternama. Mirah sedikit risih, tapi pada akhirnya dia membiarkan seorang pegawai salon bernama Amel mempermak dirinya.
Mirah tak tahu berapa lama waktu berlalu, yang dia tahu mulutnya ternganga saat mendapati penampilannya di balik cermin. Ia serasa tak mengenali dirinya sendiri. Tadi ia pergi dengan memoles wajahnya dengan bedak dan lipstick murahan yang mampu dibelinya. Rambut panjangnya pun hanya diikat satu ke belakang.
Tetapi sekarang?
Sosok wanita cantik dengan dandanan yang sempurna terlihat di balik cermin. Tidak menor. Sederhana dan natural. Rambut hitamnya pun tergerai, dengan poni menjuntai di sisi kanan. Amel memang sempat memotong rambutnya tadi, tapi Mirah tidak tahu model apa yang Amel lakukan pada rambutnya. Tetapi sekarang dia melihatnya.
Mirah terlihat lebih muda dan fresh.
“Gimana oke kan?” Mirah menatap Amel yang berdiri di belakangnya dari balik cermin. Ia mengangguk perlahan.
“Lo itu dasarnya cantik sih, Cin. Jadi mau diapain cantik aja,”
Mirah hanya tersenyum tipis. “Makasih ya,”
Ibu jari Amel terangkat ke atas, “Ya udah yuk keluar. Laki lo pasti nggak sabar lihat betapa cantiknya lo,”
Mirah mengernyit. Amel terkikik geli, “Kalian pasti pengantin baru ya? Ck, Cin lo mujur amat dapat bule korea. Gila, romantis banget pasti ya?”
Mirah memilih beranjak dari kursi, ia mengabaikan pertanyaan Amel. Dia bingung menjawab apa, karena sejujurnya dia tidak tahu pernikahan kontraknya suatu kemujuran atau kemalangan.
Argh…
***

Mirah melotot saat membuka paper bag yang diberikan Dae Ho beberapa menit setelah mereka tiba di rumah. Ia bergidik sejenak. Di tangannya tampak gaun tidur tipis dan menerawang berwarna hitam. Hanya bagian intim saja yang sedikit tertutupi,  dan memang gaun tersebut diciptakan untuk memperlihatkan kemolekan tubuh wanita.
Lingerie.
Mirah tahu nama gaun yang ada ditangannya, karena dia pernah mendapat kado gaun seperti itu saat pernikahannya dengan Faisal beberapa tahun lalu.
Tapi tetap saja dia tak menduga jika Dae Ho akan memberikannya pakaian tipis dan menerawang ini. Lagipula kapan lelaki itu membelinya?
“Aku harap kamu memakainya malam ini,”
Mira menghela napas panjang. Ia masih ingat kata- kata Dae Ho saat memberikan kepadanya. Sepertinya dia memang tak bisa mangkir. Sudah kewajibannya melayani Dae Ho. Memberi kepuasan pada suaminya.
Dengan sedikit enggan, Mirah pun melangkah ke kamar mandi. Dihelanya napas dalam- dalam, apapun yang terjadi, terjadilah…
Toh sampai kapanpun dirinya takkan bisa menghindar.

selanjutnya di sini
***
Lampung, April 2016   

6 komentar:

  1. Wow baru manpir nih, kereen ceritanya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. cerita lama, bu. cuma karena lagi fokus novelFC terlantar terus ini... :)
      Makasih Bu, udah mampir

      Hapus
  2. Wow baru manpir nih, kereen ceritanya.

    BalasHapus
  3. Balasan
    1. hehhee... doain Pak, aku lagi ikut tantangan FC 100 hari itu

      Hapus
  4. Bavetlineoke Master Agen Betting Terbaik & Terpercaya

    Salam sobat Blogger, sekedar share nih...
    Bavetlineoke lagi ada promo gila2an lhooo buat kamu yg hobi judi online mau taruhan bola/main game casino kesempatan menang terbuka untuk kamu. Siapa tau bersama Bavetlineoke kamu menemukan keberuntungan kamu. Buruan yuk gabung dan daftarkan diri kamu dengan kode referall BAVETJ05 kamu cukup deposit 70rb bisa dapat 100k tanpa harus ini dan itu.

    Daftarkan Diri kamu GRATIS !!!

    Info Lebih Lanjut
    Kunjungi Website : bavetlineoke.com
    Contact Person : +6285512771128
    SMS/Whatsapp : +6281316661222
    PIN BBM : 55628DA2
    Skype : Agen Bavetline
    Line : bavetline

    BalasHapus