Kamis, 06 November 2014

Mendadak Tunangan (4)


Sebelumnya : 3

Mendadak Tunangan (4)

Hidupku berubah. Setelah bertunangan dengan Akash kurasa. Ada banyak yang berbeda sekarang. Aku saat ini sering marah- marah, mengomel, memaki tak jarang mengumpat namun tak jarang kurasakan detak jantung yang tak keruan, hati yang tiba- tiba menghangat serta perasaan tak menentu. Jam tidurku pun mulai kacau, malam- malam kuhabiskan dengan memikirkan seorang Akash. Ya Akash.
Si Player Sinting.Tunangan gila!
Arrrggghhhh, desahku frustasi.
Akash dengan seenaknya mulai merusak hidupku. Ia tanpa malu sering ikut berkumpul dengan sahabat- sahabatku. Membuatku keki setengah mati. Selain berhasil mengambil hati keluargaku, Akash juga berhasil membuat sahabat- sahabatku terpesona dengannya. Aku malah kadang merasa agak tersisih dengan kehadiran Akash.
“Akash sekarang beda ya!”
“Iya, lebih humoris!”
“Seru,”
“Kece!”
“Smart,”
Ugh, aku menutup telingaku cepat. Lagi- lagi pujian keluar dari bibir sahabat- sahabatku untuk si player sinting itu. Apa sih kerennya dia?
“Lo itu beruntung Lin,”
WHATT?? APPA??
“Iya. Punya tunangan kece gitu!” ujar Azmi membuatku menahan mual yang mendadak menghampiri.
“Ah, coba kalau gue yang jadi tunangannya,”
Aku mendelik. Apa sih yang mereka bicarakan? Plis deh, Akash lagi. Lagi- lagi Akash.
“Ya udah sono kalian ambil. Bagi empat sana!”
“Serius?” Mata Esi berbinar melihatku.
“Yakin?” Timpal Nay.
Kuanggukkan kepala mantap, “Yakin dong!”
“Awas nyesel!” Esi menyeringai padaku membuatku terkekeh sesaat.
“Nggak akan!” kuarahkan telunjuk kekanan dan kekiri. Takkan pernah!
Azmi mencibir, “Hati- hati lo, Lin!”
Aku mengedikkan bahu santai, “Terserah kalian deh! Ambil- ambil sana!” Gue nggak peduli.
= Mendadak Tunangan =

Aku tertawa melihat pemandangan di depanku. Adikku, Aga kini sedang didekati oleh seorang gadis muda bertubuh tambun. Gadis itu tanpa ragu memeluk tubuh Aga, yang jelas segera ditepis jauh- jauh oleh adikku.
Aku terbahak saat melihat Aga membuat gerakan mual- mual untuk menghindari gadis itu. Namun gadis itu masih merepet mendekati Aga. Rasakan! Makanya jangan suka rese sama gue!
“Puas banget lo ngerjain adik sendiri,”
Aku melengos. Ih, kenapa laki- laki ini disini. Mengganggu kenikmatan saja. Ngapain juga dia datang sih?
“Gue kesini di undang juga, Lin. Langsung Tania telpon gue,”
Ucapan Akash membuat dahiku berkerut. Bagaimana dia bisa tahu apa yang kupikirkan.
Nanti dulu! Apa katanya tadi?  Dia diundang Tania?
Kuputar bola mataku. Sepertinya makin banyak orang mengenal Akash. Semakin banyak pula yang terpesona. Uh, aku cemberut.
“Gue tadi jemput lo, tapi kata nyokap lo udah berangkat,”
Aku mengedikkan bahu tak peduli.
“Itu lo apain?” Akash menunjuk kearah Aga yang masih “sibuk” dengan gadisnya.
“Mau tahu aja!” Aku terkekeh melihat Aga yang benar- benar tak bisa melepas diri dari gadis itu.
“Usil lo ya?”
“Biarin, Aga juga sering jahil sama gue!”
“Childish,”
“Biarin,”
“Jutek,”
“Bodo,”
“Galak,”
Aku melotot. Akash menahan tawa. Sorot geli terpancar di matanya. Aku mendengus sebal.  Dasar rese!
“Lo itu cantik kalau lagi ketawa kayak tadi, Lin!”
Deg
Jantungku mendadak berdegup kencang. Sial, aku nggak suka dengan situasi ini. Aku cukup takut bila detaknya yang kencang terdengar olehnya.
“Atau lebih cantik lagi diam,”
Aku terdiam. Sibuk menenangkan degupan jantung yang kian cepat. Hmm… kenapa sih aku ini?
“Tapi gue suka kalau lo lagi ngomel- ngomel gini!”
“Aw! Sakit  Lin!”
“Rasain,” Desisku sesaat setelah menginjak salah satu kaki Akash. Suruh siapa dia bilang aku suka ngomel- ngomel.
Akash mengangkat kakinya yang kuinjak. Ia mengusap- usap perlahan. Tak lama telunjuknya mengarah kepadaku, “Lo tuh ya…..,”
“Kak Olin. Kak Akash,” Tania, si tuan rumah menghampiri kami. Memotong ucapan Akash. Cepat kuulas sebuah senyuman. Sedangkan Akash segera menurunkan kakinya.
“Oh hai Tania,” Akash tersenyum lebar membalas sapaan Tania. Sejak kapan ia mengenal Tania.
“Makasih ya Kak, udah mau datang,”
Akash tersenyum, “Thanks juga atas undangannya ya Tan,”
“Emang kamu kenal Akash, Tan?” Aku tak kuasa menahan rasa penasaran.
Tania tertawa kecil, “Kenal dong! Kan dikenalin Aga,”
“Kapan?”
“Minggu lalu kayaknya,” Tania menata ke Akash, “Eh bener kan ya kak?”
Kuarahkan pandangan ke Akash yang mengangguk membenarkan ucapan Tania. Minggu lalu?
“Iya. Kita nonton bareng malah,”
Hah.
“Iya. Gue ngajak Aga nonton. Aga ngajak Tania,” jelas Akash membuatku mengangguk- anggukkan kepala.
Eh, Ngapain aku jadi peduli. Mau dia nonton kek jalan kek nguli kek! Apa urusanku?
“Ya udah yuk ke depan, Tania mau tiup lilin nih!” Tania menarik lengan kiriku. Mau tak mau aku pun mengikuti langkahnya. Di belakangku Akash mengekor. OMG. Kapan aku bebas darinya?
= Mendadak Tunangan =
Sudah dua bulan berlalu. Tanpa kusadari aku mulai terbiasa dengan keberadaan Akash. Perdebatan- perdebatan kecil yang menjadi rutinitas harian saat bertemu, diam- diam mulai membuat tempat sendiri di hatiku. Terkadang rindu menggelitik saat sehari saja aku tak mendebatnya. Kenyamanan ini membuatku semakin gelisah.
“Kamu kenapa?”
Kugelengkan kepala. Oh ya entah sejak kapan lo gue Akash berganti jadi aku kamu. Serius, aku nggak sadar!
“Sakit?”
Aku menggeleng kembali.
“Laper?”
Lagi- lagi kugelengkan kepala.
“Terus?”
Aku diam.
“Mogok ngomong!”
Aku tak bergeming.
Tiba- tiba kurasakan sebuah tangan kokoh mendarat di keningku. “Nggak panas kok?”
“Apa- apaan sih!” Kutepis kasar tangan itu.
“Gue nggak sakit,” Sahutku cepat.
“Terus?”
“Terus- terus! Nabrak!” gerutuku asal namun disambut tawa kencang Akash. Aku mendelik sebal.
“Lo happy amat ketawanya sih?”
“Daripada manyun,” ledeknya.
Aku mencibir, “Au ah,”
“Gue kasih tahu ya. Lo itu kalau diam malah bikin bingung tau nggak sih! Mending bawel deh,” Cerocos Akash kemudian.
Aku terpaku sesaat.
“Kenapa?”
“Eh, “ Mendadak aku gugup, “Ke… napa?”
“Iya kamu kenapa?” Tanya Akash tanpa mengalihkan pandangannya. Kuperhatikan sejenak. Akash memang tampan. Kuakui itu. Tubuhnya atletis. Tinggi sekitar 170cm dengan badan yang tidak kurus juga tidak gemuk. Pas. Ia terlihat makin keren  dibalik kemudi. Pantas saja banyak yang menggilainya.
“Olin,”
“Hah,”
Akash memutar bola matanya jengah. Dahinya berkerut, kenapa dengan gadis ini?
“Udah ah, kayaknya lo lagi nggak fokus!” Akash menyerah. Ia menggelengkan kepala berkali- kali.
Aku? Semakin tak mengerti diriku sendiri.
= Mendadak Tunangan =
“Kamu udah bilang sama Akash kan mau ke Lampung?” tanya mama saat membantuku memasukkan pakaiain ke dalam tas yang akan kubawa. Akhirnya liburan pun tiba, tak sabar rasanya bertemu Anin.
Aku mengangkat kedua bahu.
“Olin!” tegur mama, “Harusnya kamu bilang,”
“Gampang deh Mam, BBM juga beres!”
Mama menggeleng, “Nggak sopan!” Aku manyun, “Ngomong langsung. Minimal telepon!”
“Iya, iya,” jawabku kemudian, yang penting diiyain aja. Urusan belakangan dilakuin apa nggak, ucapku dalam hati.
“Nih, telepon sekarang!” Mama mengulurkan handphone kepadaku membuatku mendengus. Bisa nanti- nanti kan ya,
Dengan sedikit enggan aku mengambilnya, lalu mencari nama Akash di kontakku. Sesaat aku melirik mama yang tengah bersidekap di dada. Mengawasiku seperti mandor. Uh, menyebalkan.
“Kenapa, Lin?” sapaan di seberang telepon menyadarkan kondisiku sekarang.
“Kash,” Aku menarik nafas lalu menghembuskannya, “Besok gue mau tempat Anin,”
“Tempat Anin? Lampung?”
Kuanggukkan kepala, namun segera aku tersadar Akash kan tidak melihatku, “Iya. Ini rencana liburan udah lama,”
“Kok lo nggak pernah cerita?”
“Sorry, lupa.”
Aku mendengar hembusan nafas berat, “Kalau gue larang juga lo tetep pergi kan,”
Keningku berkerut, “Siapa juga yang minta izin, gue kan cuma ngasih tahu!”
“Ya udah. Hati- hati aja!”
“O..,”Belum sempat kuselesaikan kalimat, sambungan terputus. “Ke,” Kenapa?
“Udah Kak?” Aku beralih menatap mama lalu menganggukkan kepala.
Mama tersenyum, “Nah gitu dong. Kan beres!” lalu beliau beranjak meninggalkan kamarku.

Aku masih terbengong. Sikap Akash yang memutuskan telepon lebih dulu membuat tanya dalam hati. Itu bukan Akash, karena selama ini Akash selalu menungguku yang memutuskan sambungan terlebih dahulu. Ada apa dengannya?

Selanjutnya : 5

2 komentar:

  1. Nggak bisa mandeg, ngglundung terusss...

    BalasHapus
  2. Hayoloh Lin, Akash kenapaaa? wkwk makin seru deh. Cuma, saran nih ya ka, mending kalo misalnya percakapan atau kalimat masih dari orang yang sama saran aku disatuin aja, kayak misalnya bagian ini:

    “Tapi gue suka kalau lo lagi ngomel- ngomel gini!”
    “Aw! Sakit Lin!”

    mendingan,

    “Tapi gue suka kalau lo lagi ngomel- ngomel gini--Aw! Sakit Lin!”

    saran aja sih hehe
    Semangat terus ^^

    BalasHapus