Kamis, 21 Mei 2015

Cinta Skuter (9)

sebelumnya Cinta Skuter 8


Cinta Skuter (9)

“Gue butuh bantuan lo,”
“Ok!”
Bimo mengernyit. Ekspresi wanita di depannya sangat datar dan dengan mudah mengiyakan kata- kata Bimo padahal dia belum mengatakan bantuan apa yang dibutuhkannya.
“Gue rasa gue belum bilang bantuannya,”
“Gue rasa gue tahu bantuannya,”
Bimo berdecih. Wanita ini masih dengan sikap angkuhnya. Tapi sudahlah, hanya dia satu- satunya wanita yang bisa membantunya.  Wanita yang bisa dipercayainya.
“Thanks.”
Wanita itu berdiri. “Anggap saja gue balas budi.” Katanya seraya meninggalkan Bimo. Sesaat sebelum pergi ia tersenyum tipis, “Kita impas.”
Bimo hanya mengangguk. Ia menghembuskan nafas gusar kemudian memijit pelipisnya berulang kali. Entah benar tidak caranya, baginya yang penting Reina baik- baik saja. Tak terluka sedikitpun.

***
“Jadi gimana?” Bimo menatap Mak Indi yang pagi ini telah tiba ke apartemennya.
Indi mengangguk. “Not bad. Jumpa press semalem cukup berhasil. Sekarang media nguber cewek yang lo bilang lagi dekat sama lo.”
“Reina?”
“Ya masihlah. Mereka ngait- ngaitin. Tapi lebih penasaran dengan cewek yang lo bilang.”
Bimo diam hanya mendengarkan kata- kata manajernya. “Yah lo kayak nggak tau infotainment. Terlalu cerdas.” Lanjut Mak Indi, “Tai gue udah suruh orang buat ngepost foto lo sama Reiska.”
Bimo manggut- manggut. “Thanks.”
“Lo manfaatin Reiska?”
Bimo mengendikkan bahunya, “Nggak ada pilihan.”
Mak Indi menggeleng lalu menghela nafasnya dalam. Selama mengenal Bimo ia tak pernah mendapati sikap peduli dan perhatian Bimo terhadap wanita. Bimo cenderung cuek dan tak peduli. Banyak wanita yang mengejarnya hanya dianggap angin lalu olehnya. Bahkan beberapa wanita yang sempat berstatus pacar Bimo tak pernah mendapat perhatian lebih seperti sekarang. Demikian cintanya kah Bimo terhadap sosok Reina hingga ia melakukan apapun untuk melindungi gadis tersebut.
“Dan yang gue bingung Reiska mau ngikutin rencana lo? Ck, gue makin penasaran sama gadis itu.”
“Entahlah. Dia hanya mengiyakan.”
Mak Indi manggut- manggut. Reiska, model papan atas Indonesia. Gadis yang cukup berbakat itu bahkan sedang mencoba meniti karier di luar negeri. Dan sekarang gadis itu siap dikaitkan namanya dengan Bimo. Entah bagaimana caranya Bimo hingga Reiska mau membantunya.
“Terserahlah ada urusan apa kalian berdua. Urusan pribadi lo juga termasuk soal Reina . Tapi lo harus ingat Bim, lo artis. Jadi hati- hatilah bersikap.”
Bimo hanya mengangguk. Ia memilih diam daripada harus membicarakan soal bantuan Reiska.  “Thanks, Mak.”
“It’s Ok. “ Kata Indi sembari meninggalkan Bimo yang  telah hanyut dalam lamunan.
 Aku ingin bertemu denganmu, Rei. Sekali saja. Selanjutnya aku tak akan mengganggumu lagi. Maafkan aku, Reina.
***
“Terima kasih sudah datang.” Bimo berdiri menyalami sosok laki- laki berkacamata yang menghampirinya kursinya.
Laki- laki itu mengangguk dan membalas jabatan Bimo. “Satya,”
Bimo mengangguk. “Bimo.”
“Saya tahu.” Kata Satya sembari menarik kursi yang berada tepat di hadapan Bimo. “To the point saja. ada keperluan apa?”
Bimo menarik miring salah satu sudut bibir. Formal dan tak suka basa- basi. “Ok, gue mau minta maaf.”
Salah satu alis Satya terangkat, “Untuk?”
“Semuanya.” Bimo menarik nafas panjang, “Gue benar- benar minta maaf untuk semuanya. Gosip yang beredar selama ini.”
Satya mengangguk- angguk. “Bukannya kau sudah minta maaf di media.”
“Iya. Tapi gue perlu minta maaf secara langsung dengan lo juga…,” sesaat Bimo terdiam, “Reina.”
“Sudahlah. Sudah saya maafkan.” Bimo melongo. Dia mengira laki- laki ini akan menghajarnya, memukulnya atau minimal bersikap sinis padanya tapi nyatanya ia dengan enteng menerima permintaan maafnya.
“Semudah itu?”
Satya tersenyum lalu mengendikkan bahu, “Ya apalagi. Anda minta maaf, saya maafkan.”
“Per…Pernikahan ka..lian?”
“Tetap dilaksanakan. Tak ada yang berubah.”
Bimo menghembuskan nafas lega, meskipun hatinya meringis pilu. Laki-laki yang baik, pantas Reina memilih dia.
“Bisa gue minta tolong?” Kening Satya mengerut. “Tolong sampaikan permintaan maaf gue.”
“Kenapa tidak bertemu sendiri?”
Bimo mendesah kecewa. Kalau saja bisa. Ia sudah mencoba menguhubungi Reina, tapi gadis itu menolak.  Bahkan melalui Aldi, Reina menyampaikan pesan tak ingin bertemu lagi dengannya. Ah, menyakitkan memang. “Dia nggak mau ketemu gue.”
“Baiklah akan kusampaikan.”
Thanks.
Satya mengangguk. “Kurasa  pembicaraan kita selesai. Saya permisi.” Katanya seraya beringsut bangkit dari kursi yang diduduki.
“Lo nggak tanya hubungan gue dan Reina?” Pertanyaan Bimo sontak menghentikan Satya.
Satya tersenyum. “Untuk apa? Toh pada akhirnya dia memilihku.”
Bimo menganga.
Telak.
 Skak mat.

-tbc-

selanjutnya Cinta Skuter 10

0 komentar:

Posting Komentar