Selasa, 19 Mei 2015

Cinta Skuter (7)



sebelumnya Cinta Skuter 6


“Skandal ini bisa membuat kamu lebih terkenal, Bim!”
Bimo membelalakan matanya. Apa kata produsernya tadi? Lebih terkenal?
“Dan juga membantu promo film perdana kamu.”
Whatttttt!
Produser sint*ng! Duit aja duit!
 “Jadi bukan masalah berarti kan?” Kata laki- laki baya tersebut seraya beranjak dari kursinya, “Saya ada meeting sama TV. Saya tinggal dulu ya.”
Bimo mendengus. Tadi ia mengira produser menyuruhnya datang ke kantor karena gossip yang ramai diperbincangkan. Bimo berkeyakinan sang produser akan membantunya menyelesaikan masalahnya, namun apa hasilnya. NIHIL.



Produser malah senang dengan hal tersebut.
Sialan!
“So, nggak ada masalah kan?”
Bimo menoleh. Ia lupa keberadaan Mak Indi di sebelahnya. Manajernya ini memang menemaninya  ke kantor sang produsen.
“Sudah abaikan saja!” Mak Indi berdiri dan berjalan menuju pintu. Meninggalkan Bimo yang masih terpekur di kursi ruangan sang produser.
Kalau saja mereka tak membawa nama Reina, aku akan dengan mudah mengabaikannya, bisik Bimo dalam hati.
“Mas, Mas Bimo bisa wawancara sebentar?”
“Mas, Mas Bimo!”
“Mas, gimana dengan kabar yang beredar beberapa hari ini?”
“Benar ya lamaran mas Bimo ditolak?”
“Siapa Reina, Mas?”
“Benar lamaran Mas Bimo ditolak karena laki- laki yang lebih kaya?”
“Mas konfirmasi dong!”
Rahang Bimo mengeras. Tangannya mengepal rapat. Ingin rasanya ia menutup mulut para wartawan di depannya, namun sebisa mungkin ia bersikap wajar. Menahan emosi yang sudah melonjak. Tidak, ia tak ingin menghancurkan reputasinya sebagai salah seorang selebritis yang bersikap tak baik kepada para pencari berita.
Bimo juga tak bisa menyalahkan mereka, toh mereka juga bekerja. Mencari nafkah untuk keluarganya. Bimo marah pada orang yang menyebarkan info tersebut. Entah siapa orang itu. Tetapi yang pasti orang tersebut tahu kalau lamarannya kepada Reina ditolak. Meski berita yang beredar diluar kenyataan yang sebenarnya terjadi. Bahkan ia tak mengenal calon suami Reina.
“Mas, Mas Bimo!”
“Mas, ngomong dong!”
Bimo mengacuhkan segala pertanyaan wartawan. Ia memasang wajah datar. Terkadang menarik bibirnya tipis. Ia memang sudah diperingatkan Mak Indi untuk tak berkata apapun. Diam saja. Biarlah gossip hilang dengan sendiri ya meski selama sebulan ke depan ia akan berkejar- kejaran dengan wartawan.
“Berharap saja ada skandal seleb yang lebih rame lagi biar lo bebas,” Kata Mak Indi beberapa menit lalu saat melihat kerumunan wartawan di depan kantor produsernya. Bimo mendengus gusar tapi sisi lain hatinya membenarkan kata- kata manajernya tersebut. Jika ada skandal selebritis lain yang dipandang lebih menarik oleh media, maka skandal sebelumnya pun menghilang dengan sendirinya.
Permainan!
 Bimo bernafas lega saat tubuhnya berhasil masuk ke dalam mobil. Sopir yang dipekerjakan Bimo pun paham dengan kondisi yang terjadi maka dengan cepat ia membawa mobil melesat menjauhi kerumunan wartawan.
“Gue ada jadwal apa?” Bimo melirik sekilas Mak Indi yang berada di sebelahnya.
Mak Indi menggeleng, “Gue batalin. Kondisi lo lagi nggak prima, Bim!”
Bimo manggut- manggut. Jauh di lubuk hatinya ia beruntung memiliki Indi sebagai manajernya. Indi baginya bukan hanya seorang manajer tapi juga sahabat sekaligus ibu.
“Tapi besok lo udah harus siap. Ada acara talk show yang mesti lo datengin. “
Bimo hanya mengangguk. Disandarkannya tubuhnya ke kursi dengan mata terpejam. Sebentar saja ia ingin beristirahat.
Sebuah dering ponsel berbunyi. Bimo tak peduli. Ia tahu ponsel itu bukan miliknya.
“Reina?”
Mata Bimo terbuka seketika. Dengan cepat ia menoleh ke Mak Indi yang sedang menerima panggilan. Indi menatapnya, “HP lo kemana?”
“Gue lempar!”
Indi menepuk jidatnya. Ia menggelengkan kepala perlahan. Entah mengapa artis asuhannya ini melempar benda yang teramat penting tersebut. Bagaimana jika ada pihak sutradara, produser atau apapun yang berhubungan dengan pekerjaan menghubunginya. Atau orang tuanya? Dasar…
“Ok. Entar gue kabarin lagi ya.” Kata Mak Indi seraya menutup sambungan.
“Itu Reina?” Tanya Bimo tak sabar.
Mak Indi menggeleng, “Bukan. Orang dari manajemen katanya ada gadis yang nyari lo namanya Reina,”
Bimo menghembuskan nafas gusar. Benarkan tidak semudah itu.
“Makanya tadi gue tanya hp lo kemana. Katanya dia nelpon lo nggak berhasil.”
Wajar saja! Karena kemarahannya tadi pagi ia melempar alat komunikasi tersebut. Bimo merutuk, kalau saja ia bisa menahan emosinya atau mengganti HP yang dilempar dengan benda lain  maka akan lain ceritanya.
Tunggu!
Reina menghubunginya?
“Gue penasaran sama yang namanya Reina.”
Bimo melengos. Ia mengabaikan kata- kata Indi. Otaknya dipenuhi satu nama.
R.E.I.N.A

Selanjutnya Cinta Skuter 8

0 komentar:

Posting Komentar