Selasa, 19 Mei 2015

Cinta Skuter (3)


Sebelumnya Cinta Skuter 2

Benakku melayang pada reuni yang mempertemukan aku dan Reina. Pertemuan pertama sejak kami lulus SMA. Aku tersenyum tipis mengingat kata- kata skuternya.
Tersinggung? Tidak juga. Hanya ya sedikit membingungkan. Selama 24 jam dalam satu hari tidakkah ia melihatku di layar kaca. Fyi sinetron yang kubintangi saat itu sedang digandrungi masyarakat. Hmm, sesibuk apa dirinya sampai tak pernah melihat diriku sama sekali.
Pada akhirnya satu kali tak cukup. Tentunya ada pertemuan berikut dan berikutnya kembali. Reina, gadis yang menarik perhatianku saat sekolah dan tak ada salahnya jika kami mulai berteman. Seiring berjalannya waktu, aku tak dapat menampik ada perasaan yang diam- diam menyelusup di hatiku. Reina, gadis yang cerdas, cantik dan mandiri. Dia jelas berbeda dengan gadis- gadis lain yang  selama ini berada di sekitarku. Kebanyakan matre dan plastik. Reina jelas berbeda.
Tidak, aku tak pernah menginginkan gadis lain selain Reina dalam hidupku. Aku menginginkan ia menjadi bagian penting dalam hidupku. Hanya ia satu- satunya. Istri yang hebat dan ibu yang sempurna bagi anak- anakku kelak. Maka aku tak perlu berpikir ulang ketika memutuskan untuk melamarnya.
Untung tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak. Siapa sangka lamaranku berakhir sia- sia. Reina sudah dilamar orang lain.
Garis bawahi dilamar orang lain. Bagaimana bisa aku kecolongan?
Oke, selama ini aku yakin betul tak ada laki- laki yang dekat dengannya. Ia tak sedang menjalin hubungan dengan siapapun. Kurasa hanya aku.
Kurasa? Yah hanya perasaanku, karena kenyataannya ada orang yang terlebih dahulu melamarnya.
“Si… siapa?” 
“Seseorang dari masa lalu,”
“Bagaimana bisa?” Reina diam. Kepalanya tertunduk. Ia sendiri bingung harus berkata apa.
“Kamu bahagia?” Cecar Bimo kembali.
Reina bungkam.  Sesaat ia membuang muka. Mengalihkan tatapan ke jalanan di balik jendela cafĂ©. Kalau saja waktu bisa diputar ulang.
“Rei,”
Reina mendengus lalu menatap Bimo tajam. “Semua gara- gara kamu,” Katanya ketus.
“Hah? Aku?” Bimo melongo kaget.
“Iya. Coba aja kamu ngomong dari dulu. Nggak telat seperti sekarang.”
“Maksudmu?”
“Pikir sendiri!”
Kening Bimo mengernyit. Otaknya berfikir mencerna kalimat Reina. Ngomong dari dulu? Nggak telat seperti sekarang? Itu maksudnya…
“Rei,” Ucap Bimo kemudian, “Jangan bilang kalau kamu suka aku juga,”
Reina menghela nafas dan menghembuskannya perlahan. Mulutnya membuka untuk beberapa saat seperti ingin mengatakan sesuatu, namun urung. Ia kembali menutup mulutnya.
“Reina!”
Reina tak bergeming. Ia justru kembali mengalihkan pandangannya ke arah lain. Tetapi hanya sesaat karena selanjutnya ia terkesiap saat jemarinya diraih Bimo.
“Jelasin, Rei!”
“Iya. Iya. Aku memang suka sama kamu. Bahkan dari dulu!” sahut Reina tajam. “Tapi sekarang buat apa karena semua sudah terlambat!” Lanjutnya kembali semakin sinis.
Mata Bimo melebar mendengar kata- kata Reina. Tiga kata yang menari dipikirannya. Suka, dulu dan terlambat. 
Ya Tuhan! Mengapa tak kauberikanku kemampuan membaca isi hati orang. Kalau saja aku tahu perasaan Reina, mungkin tak ada kata terlambat diantara kami.
-tbc-

selanjutnya Cinta Skuter42

0 komentar:

Posting Komentar