Kamis, 25 Juni 2015

RAHASIA RANESHA



Rahasia Ranesha

Matanya mengerjap beberapa kali. Memastikan pandangannya tak salah. Masih kurang memuaskan, ia mengucek  matanya kembali. Tidak, objeknya tidak berubah itu berarti pandangannya tak salah. Sosok itu benar- benar nyata. Ada dan masih dapat ia kenali.   
“Ka…mu?” Dia gugup. Bicaranya menjadi gagap padahal kemampuan berbicaranya normal. Tak pernah ada masalah sedikit pun.  Tetapi saat ini, sosok dihadapannya dapat membuat bibirnya kelu seketika.
“Halo, Nesha!” Senyum terulas dibibir itu membuat jantungnya tiba- tiba berdetak tak keruan. Nesha menggeleng, bagaimana bisa kurun waktu sepuluh tahun belum menghentikan kebiasaan kinerja jantung yang sembarangan berdegup saat melihat sosok didepannya.
“Ke…kenapa disini?”
Senyum masih tersungging dibibir itu. Sorot matanya menatap Nesha geli. “Kurasa orang tuamu sudah mengatakan sesuatu hal.”
Detik itu Nesha menyadari bahwa bukan hanya ia dan laki- laki dihadapannya saja yang berada di ruangan itu. Ada beberapa orang lagi diantara mereka. Seorang laki- laki baya disebelah kanan lelaki tersebut dan kedua orang tuanya yang duduk mengapit dirinya.
“Kok, kamu ngomong gitu, Sayang?” Nesha menoleh. Tampak ibunya tersenyum tipis, “Mama kan udah bilang soal hari ini,”
Nesha mengangguk. Iya, kemarin mamanya mengatakan kalau hari ini ia harus berdandan cantik untuk menyambut kedatangan seorang laki- laki yang akan melamarnya. Dia tak sendiri tapi bersama ayahnya yang merupakan sahabat papanya. Sejujurnya Nesha tak terlalu kaget, karena memang urusan jodoh telah diserahkan kepada kedua orang tuanya. Dirinya sudah terlalu jengah dengan sebutan perawan tua dari lingkungan serta kerabatnya. Ia pun sangat yakin orang tuanya pasti memilihkan yang terbaik untuk hidupnya.
Tunggu!
Seorang laki- laki bersama keluarga datang untuk melamarnya. Itu berarti…
Ti…dak mung…kin,
“Nak Keenan datang bersama keluarganya untuk melamarmu.”
Seketika mata Nesha terbelalak. Ia terkejut. Sangat terkejut. Tak menyangka akan takdir yang menyapanya saat ini.
Tuhan benar- benar sayang padanya.
***

“Dia memang cakep ya?”
Nesha mendongak dari buku yang tengah dibacanya. Keningnya mengerut. Mencoba memahami maksud kata- kata Widia, sahabatnya.
“Apaan?”
“Siapa, tepatnya,” Nesha hanya mengangguk. Ia tahu ia salah bertanya.
“Tuh!” Dagu Widia terangkat sedikit menunjuk ke arah sebelah kanannya. Nesha mengikuti arah yang ditunjuk sahabatnya. “Cakep banget kan dia?”
Nesha menyapukan pandangan ke arah lapangan basket yang berada tepat di depan kantin sekolah. Hari ini Widia berhasil menyeretnya untuk ke kantin, padahal biasanya ia lebih senang mengurung diri diperpustakaan. Menenggelamkan diri bersama puluhan buku- buku sastra favoritnya.
Deg.
Nesha merasakan jantungnya berpacu kencang.  Saking kencangnya ia merasakan sebentar lagi jantungnya meloncat keluar saat matanya menangkap sosok yang dimaksud Widia. Ia tahu betul siapa yang dimaksud Widia, meskipun ada beberapa laki- laki yang berada di  tengah lapangan.
Ia dia memang cakep. Sangat cakep, ucapnya dalam hati.
“Beruntungnya  Alya jadi pacarnya,”
Nesha tersenyum kecut. Ia membenarkan ucapan Widia. Alya memang beruntung berbeda dengannya yang hanya bisa memendam rasa pada laki- laki itu. Sesaat diraba dadanya.
Kenapa terasa sesak?
***

Keenan Bara Arkana. Nesha merapal nama itu dalam hati. Nama yang memenuhi hati dan pikirannya selama bertahun- tahun.  Keenan sang idola. Cowok paling populer di SMAnya. Cowok yang disukai sebagian besar kaum hawa di sekolahnya termasuk dirinya. Keenan benar- benar telah menawan hatinya karena selama tiga tahun bersekolah hingga saat ini.
Nesha tak pernah tahu sihir apa yang diberikan Keenan padanya. Padahal mereka jarang bertegur sapa. Hanya sesekali. Itupun basa- basi karena ia pernah sekelas dengan Keenan waktu duduk di kelas 10. Namun entah mengapa nama Keenan telah terpatri dalam dihatinya.
Keenan adalah pribadi yang baik dan menyenangkan. Saat duduk di kelas yang sama, Nesha dapat merasakannya. Keenan yang peduli dan perhatian. Ia juga laki- laki yang humoris. Ada saja tingkahnya di kelas yang mengundang gelak tawa. Perlahan tapi pasti rasa kagum dihatinya berubah menjadi rasa yang lain. Rasa yang menghangatkan hatinya, membuatnya tersenyum hanya dengan melihat kehadirannya serta kehilangan saat ia tak tampak di matanya. Namun siapalah ia dibanding seorang Keenan. Ia sadar betul, mereka tak sebanding. Makanya selama tiga tahun sekolah selama itu pula dipendamnya rasa itu bahkan Nesha berharap perasaannya terkubur dalam- dalam hingga takkan menyakiti siapapun.
Tetapi takdir adalah rahasia Tuhan. Yang takkan bisa dimengerti oleh manusia. Manusia hanya tinggal menjalani, karena semua sudah diatur olehNya. Ranesha menyadari hal itu. Ia tak pernah sangka Tuhan sedemikian berbaik hati dengannya. Tak pernah terbersit sekalipun dipikirannya, lelaki yang melamarnya adalah lelaki yang memenuhi relung hatinya sejak sepuluh tahun lalu. Keenan.
Tuhan benar- benar selalu memberi yang terbaik bagi hambaNya.
***

“Bagaimana bisa?”
Dua patah kata yang terlontar di bibir Nesha saat ia hanya tinggal berdua Keenan. Keluarganya yang lain tengah berada di ruang makan. Mereka memberikan kesempatan berbicara pada Nesha dan Keenan.
“Apa yang maksud kata bisamu, Nesha?”
Nesha mencibir, “Kamu tahu maksud aku,”
Keenan tersenyum tipis, “Kedua orang tua kita saling mengenal lalu berencana menjodohkan anaknya…,”
“Aku yakin nggak sesederhana itu,” Potong Nesha cepat. Nesha bukan tidak cerdas membaca hal yang terjadi. Ada yang tidak beres disini. Seharusnya perkenalan terlebih dahulu bukan lamaran secepat ini.
Keenan terkekeh, “Kalau gitu aku harus jujur ya?” Bukan pertanyaan tepatnya pernyataan, “Aku menyukaimu ehm salah mungkin mencintaimu Ranesha Amira,”
Mata Nesha terbeliak, “Sejak dulu. Saat kita sekolah. Di kelas yang sama.” Imbuh Keenan kembali.
Nesha benar- benar tak mempercayai pendengarannya. Keenan menyukainya sejak dulu. Itu berarti sama seperti dirinya.
“Aku terpesona pada gadis bertubuh mungil yang memiliki kecerdasan luar biasa. Gadis pendiam yang duduk di seberang meja guru, gadis yang hobi baca buku hingga menghabiskan jam istirahatnya di perpustakaan sekolah.”
Nesha terpana. Tangan kanannya refleks menutup mulutnya yang ternganga mendengar kata- kata Keenan. Ia tak pernah tahu jika selama ini Keenan benar- benar mengenalnya.
“Hanya saja gadis itu tak pernah mempedulikanku.”
Salah. itu salah besar.
“Sejak lulus sekolah aku bertekad untuk menjadi berhasil dan sukses. Untuk membuktikan aku berhak dan pantas berada disisinya.”
Sebutir air mata lolos membasahi pipinya. Nesha tak dapat berkata- kata lagi. Kalimat yang diucapkan Keenan cukup meyakinkannya.
Sesaat ia mengangguk, “ A…Aku mau.” Ia menghela nafas, “Aku menerima lamaran ini.”
Detik kemudian tubuhnya sudah berada didekapan dada bidang Keenan. “Thank you, Sha.”
“Asal kamu tahu aku juga mencintaimu sejak dulu.” Nesha mendesah lega saat ia berhasil mengatakannya. Kelak akan banyak yang harus ia ceritakan pada Keenan. Tentang perasaannya, rahasianya dan hidupnya selama ini. Kini biarkan ia menikmati kebahagiaan dalam dekapan laki- laki yang diinginkan seumur hidupnya.
***

Lampung, Maret 2015


0 komentar:

Posting Komentar