Kamis, 25 Juni 2015

Romansa Puber Kedua (10)


Romansa Puber Kedua (10)

Sebelumnya Disini

“Mau sampai kapan, Bu?”


Tantri mendongak dari layar ponsel yang berada di genggamannya. Ia menemukan Gania tengah bersandar di pintu kamarnya dengan tangan bersidekap di dada.


“Loh Mbak, udah sampe?” Tanya Tantri dengan senyum terkembang. Gania mengangguk pelan menjawab pertanyaan ibunya. Tak lama kakinya melangkah menghampiri tepi ranjang, duduk tepat di sebelah ibunya. “Ya udah ibu siapin makan dulu atau kamu mau istirahat dulu?”


Gania menggeleng, ditatap ibunya lekat- lekat. “Ibu ngerti maksud aku kan?”



Tantri mengernyit. Putrinya tak seperti biasanya. Terlihat tertekan dan frustasi. Ada apa ini? Seingatnya dua minggu lalu Gania pulang ke rumah juga tak seperti ini. Dia masih ceria dan bahagia.


Ada apa?

Gania menghela nafas berat. Diamnya Tantri membuat Gania bingung. Dilema. Ia tak habis pikir ibunya yang dihormatinya melakukan hal ini. Hal yang nyaris sudah menjadi pergunjingan masyarakat beberapa minggu ini.


“Hubungan ibu dengan Om Haris,”


Deg.


Tantri tak dapat menutupi keterkejutannya. Ia terhenyak seketika. Selama ini ia tak menyangka jika Gania akan menanyakan hal ini. Padahal sepanjang pengamatannya gadisnya lebih banyak memilih diam.


“Bude Nita nelpon dan memang ternyata sudah jadi gossip ya,”


Entah bermaksud memberitahu atau menjelaskan, tetapi Tantri sadar anaknya sedang menyindirnya.


“Ibu bilang om Haris temen kuliah ibu dulu tapi ibu nggak pernah bilang kalau om Haris mantan pacar ibu yang nyaris menikah dengan ibu tapi gagal karena dia selingkuh.”


“GANIA!”


Gania tersenyum tipis. Kepalanya menggeleng sedih. “Ibu berharap mengulang kisah cinta masa lalu, atau ibu berharap om Haris akan menikah dengan ibu. Astaga Bu, om Haris itu masih punya istri, masih punya anak. Ibu apa nggak berfikir kalau jadi istrinya om Haris?”


Tantri diam. “Pasti om Haris janji mau cerai sama istrinya kan?” Lanjut Gania lagi. “Ck, sinetron banget. Dan ibu percaya lagi. Ya Tuhan Bu, kemana sih logika ibu? Kalau ibu mau menjalin hubungan kenapa nggak nungguk ketok palu dulu sih. Nggak kayak sekarang. Ibu tahu nggak sih ibu udah jadi omongan keluarga besar, cibiran tetangga. Gania malu, Bu.”


Bibir Tantri mendadak kelu. Nafasnya tercekat seketika. Apalagi melihat mata Gania yang mulai berkaca- kaca. Ia merasa jiwanya teriris sembilu. Perih. Seumur hidup ia selalu melakukan hal terbaik untu anak- anaknya, membahagiakan mereka. Tetapi sepertinya kini ia sudah menyakiti perasaan anaknya.


“Ternyata jatuh cinta itu memang buta. Tapia pa ibu yakin dia nggak akan selingkuh lagi kalau berhubungan sama ibu?” Tanya Gania lagi seraya beranjak berdiri. Dan tak lama bagi gadis itu melangkah meninggalkan kamar ibunya. Cukup baginya melepaskan unek- uneknya selama ini. Ia mungkin egois tak mendengar penjelasan ibunya tetapi dirinya memang sudah sangat tertekan karena telepon kakak ayahnya yang menceritakan hubungan ibunya dengan laki- laki yang dikenalnya sebagai teman ibunya. Sejujurnya Gania tak menyangka, selama ini ia percaya bahwa ibunya adalah wanita setia. Namun ternyata ia mendapati fakta tentang Om Haris juga merupakan mantan kekasih ibunya yang masih memiliki istri dan anak. Pemikirannya pun berkembang bahwa keduanya terlibat romansa cinta masa lalu dan segera secepatnya ia harus menghentikan semuanya.


Keduanya harus sadar.


Tantri sendiri masih membeku di tempatnya. Rasa bersalah menyelimuti dirinya. Gania mungkin benar, cinta memang buta hingga membutakan dirinya selama ini. Pasca perbincangan di restoran beberapa minggu lalu, Tantri memang merasakan perhatian Haris yang berlebih. Semua tak lain tak bukan karena kata- katanya juga. Ia dengan jujur mengatakan perasaan kenyamanan bersama Haris. Argh, sedemikian egoiskah dia? Jauh di lubuk hatinya juga ingin merasakan bahagia dan ketika kebahagiaannya bersama Haris ia tak kuasa menolaknya. TTM, CLBK atau apapun istilah remaja saat ini untuk hubungannya bersama Haris.


Sekarang melihat Ganianya yang sangat kecewa, mau tak mau Tantri harus memikirkan ulang semua hal yang terjadi pada dirinya. Ia mungkin nyaman bahkan masih memendam perasaan terhadap Haris namun jika hubungannya menyakiti banyak pihak ia harus sadar diri. Dan tadi Gania mengingatkannya akan istri Haris. Tantri tersenyum miring, wanita itu? wanita yang dulu menjebak Haris agar meninggalkannya dan berhasil melakukannya. Ah, tak seharusnya ia melakukan hal yang sama, bukan?


Tantri menarik nafas panjang lalu menghembuskannya perlahan. Diusapnya air mata yang ternyata sudah membasahi pipinya. Segera sesudahnya ia meraih ponsel yang sebelumnya ia letakkan di atas ranjang saat berbicara dengan Gania. Sesaat setelah ditemukannya nama Haris di kontak ponsel, ia menekannya.


“Kita akhiri semuanya, Mas. Ini takkan berhasil. Aku tak ingin menyakiti anak- anak dan keluargaku semakin jauh. Terima kasih untuk semuanya.”


Tantri segera mematikan sambungan. Ia tak perlu menunggu jawaban Haris karena ia yakin laki- laki itu dalam hitungan menit akan tiba di depan rumahnya. Menuntut penjelasan sikapnya. Ia harus siap. Kali ini ia tak boleh gamang. Apapun yang terjadi keputusannya sudah bulat.


Demi anak- anak.

-END-


Lampung, Juni 2015

0 komentar:

Posting Komentar