Kamis, 10 September 2015

ELROY (17)


Bab XVII

Sebelumnya Disini


Elroy mengerang perlahan saat membuka matanya. Kepalanya terasa pusing. Teramat berat bahkan ia merasa sulit untuk membuka kedua bola matanya.


“Minum dulu, El!” El terhenyak. Matanya terbuka seketika. Dan keterkejutan jelas tak dapat disembunyikan saat melihat sosok yang kini berada di depan matanya.


Mami.


“Ngapain mami di si…Argh!” Saking terkejutnya Elroy bahkan dengan cepat menegakkan tubuhnya. Ia lupa kepalanya yang masih terus berdenyut.


“Minum dulu untuk meredakan hangovermu!” Elroy tak punya pilihan. Ia mengambil sebuah pil dan gelas yang berisi air yang disodorkan ibunya. Sedetik kemudian pil dan air di gelas sudah berpindah ke tubuhnya.


“Lain kali jangan minum jika hanya untuk menghancurkan dirimu!” Elroy mencibir mendengar kalimat ibundanya. Tetapi ia enggan membalas. Tubuhnya terlalu letih. Semalam pasca kepergiannya dari rumah Gendis ia memilih menghabiskan malam di sebuah bar. Ia mengabaikan fakta tubuhnya yang tak pernah bisa mentolerir alcohol. Jadi meski kepalanya terasa berkunang- kunang, dia memaksakan diri. Akibatnya bisa ditebak pagi ini ia bangun dalam keadaan kacau luar biasa.


Tapi ngomong- ngomong bagaimana dia ada di sini?


“Mami ngikutin, El?”


Astrid baru saja berdiri dari ranjang yang ditempati putranya mendadak tediam. Dia memandang lekat- lekat Elroy. Sesaat ditariknya nafas panjang lalu menghembuskannya perlahan.

“Kita bicarakan nanti. Sekarang istirahatlah dulu!”

Sesaat setelah mengatakan hal itu, Astrid pun melangkah menuju pintu kamar. Elroy pun tak bisa bertanya lebih jauh lagi. Ia hanya mengamati kepergian ibunya dengan pandangan bingung. Ia menghela nafas berat lalu mencoba memejamkan mata. Seperti yang ibunya katakana, lebih baik istirahat dulu.


***


Lima jam kemudian Elroy sudah tampak lebih baik. Ia telah mandi, meski memakai pakaian yang sama tetapi wajahnya jauh lebih segar. Elroy melangkah keluar kamar dan menemukan ibunya tampak membelakanginya. Tetapi Elroy tahu ibunya sedang memasak.


Sebelah alisnya terangkat. Tumben?


Ck, terserah dia juga! Ngapain gue susah- susah mikirin!

Elroy baru saja berbalik, ia hendak menuju pintu depan ketika suara ibunya menghentikan semuanya. “Sudah bangun, El?” Wanita baya itu mendekat. “Kenapa nggak ganti baju? Di lemari kan banyak baju yang bisa kamu pakai.”


“Nggak mau.”


“Kenapa?”


“Gue curiga itu baju- baju selingkuhan mami.”


Astrid terdiam. Tak membalas kata- kata anaknya. Ia memilih menghela nafas dalam- dalam lalu menghembuskannya perlahan. “Bukan. Itu baju memang mami siapin buat kamu.”


Alis Elroy bertaut, “Oh ya?”


Astrid tersenyum pahit. Mana mungkin Elroy akan semudah itu memepercayainya setelah apa yang pernah dilihat anak itu beberapa tahun lalu. “Terserah kamu. Sekarang lebih baik kamu makan dulu! Mami udah masakin cumi goreng tepung kesukaanmu.”


Elroy menggeleng. “Nggak perlu! Gue mau pulang!”


“Please, El! Makan dulu. Semalam kamu mabuk dan seharian ini belum ada satupun makanan yang masuk.”


“Nggak. Gue nggak mau!” Elroy sudah beranjak pergi tetapi tangan mami menahannya.


“Makan dulu, El!”


“Ck! Ngapain sih baik- baikin gue! Mami ada maunya ya? Mau apa sih, Mam? Mau minta izin El buat selingkuh. Ya udah sana! Lakuin apa yang mau mami sama papi lakuin. Anggep aja nggak ada El di dunia ini.”


“ELROY!”


Elroy menyeringai. Ibunya marah. Wajahnya mengeras dengan tangan terkepal dan mata memerah. See! Apa yang akan dilakukan wanita itu terhadap dirinya. Memukulnya, menamparnya atau mengusir dirinya seperti dulu.


“Ja..jangan!” Elroy tertegun. Alih- alih marah, wanita itu justru menunduk dengan tangan kanan meraih tangannya. “Jangan pernah katakana itu, El. Kamu anak mami mana mungkin mami menganggapmu tidak ada.”


“Oh ya?” Elroy tersenyum kecut. “Mami pernah bilang nggak butuh aku kan. Aku anak liar. Cuma bisa nyusahin mami kan? Jadi bukannya sama aja mami nggak pernah nganggep aku ada.”


“Ma…ma..af, El! Maafin Mami!” Atrid bergerak untuk memeluk anaknya namun secepat kilat Elroy menepisnya. Ia mundur beberapa langkah. “Ma..mi salah. Mami wak..tu itu…,”


“APA! Waktu itu kenapa?” Emosi Elroy menggelegak. Bayangan mami yang memakinya berputar di benaknya. Sungguh hari itu adalah hari dimana ia merasa menyesal terlahir ke dunia.


“MAMI TAU NGGAK SIH SAKITNYA AKU WAKTU MAMI NGOMONG KAYAK GITU!”


“AKU SALAH APA SAMA MAMI? SALAH APA, MI?” Sejenak mata Elroy terpejam, ia mencoba menguatkan diri. “AKU BENCI MAMI!” Lanjutnya sesaat sebelum berbalik pergi. Ia sudah tak peduli. Baginya pergi dari tempat itu secepatnya adalah pilihan terbaik.


“El! Elroy! Tunggu, Nak! Mami minta maaf! Maafin mami, El!” Astrid mengejar Elroy. Ia menarik tangan El untuk menghentikannya tetapi sayangnya Elroy dengan mudah menepisnya. Elroy itu kembali dingin dan datar.


“El dengerin mami, Nak! Please, El! Dengerin…,”


BRUG


Elroy terkesiap. Ia baru saja memegang gagang pintu ketika mendengar bunyi benda jatuh yang cukup keras. Sontak ia berbalik dan detik selanjutnya matanya terbelalak.


No! Tidak! Jangan!

“MAMIIIIII!” Ia segera mendekati tubuh ibunya yang tergeletak di lantai. “Mam, Please Mam! Mami bangun, Mam! Oke El akan tetap di sini. El akan dengerin semua kata- kata mami asal mami bangun sekarang!”


Elroy sudah mengguncang- guncang tubuh ibunya, namun wanita itu tetap tak bergerak. Berulang kali Elroy berteriak memanggil tak ada sahutan. Jantung Elroy berdegup kencang. Otaknya bekerja memikirkan kemungkinan- kemungkinan yang tak diinginkannya. 


“Mam, Please Mam! Bangun, Mam! Mamiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiii……”



-tbc-

Selanjutnya Disini




Lampung, September 2015


































2 komentar: