Kamis, 11 Februari 2016

[Cerpen] Eveline

Gambar diambil dari eurochefofpalmbeach.com



Eveline tersenyum lebar saat mematut bayangan dirinya di depan cermin raksasa seukuran dirinya. Sekali lagi dia harus memastikan penampilannya. Dress selulut tanpa lengan berwarna maroon terlihat pas membungkus lekuk tubuhnya. Rambut panjang hitam lurusnya di biarkan tergerai menampilkan kesan manis dan menggemaskan. Tak lama diambilnya stiletto berwarna hitam dari lemari yang berada di sisi sebelah kanan kaca. Dipasangkannya pada kaki panjang mulus miliknya. Senyumnya pun semakin lebar. Sempurna.

***

“Kamu cantik banget hari ini!”

Eveline tersenyum, “Hanya hari ini?”

Lelaki dihadapannya tertawa, “Tentu saja setiap hari, Sayang!” Ujarnya sambil mencolek dagu Eveline. Rona merah seketika menghiasi pipi putih Eveline. Ia tersipu.

“Gombal, huh!” Cibir Eveline. Bertentangan memang dengan hatinya yang membuncah bahagia.

“Tapi kamu suka kan?”

Eveline terbelalak. Ia mendengus gusar. Namun lagi- lagi hati tak bisa bohong. Jelas ia bahagia dibilang cantik. Apalagi yang mengatakan adalah seseorang yang special. Lelaki pengisi ruang hatinya.

“Sudah- sudah! Aku lapar, Van?”

“Oh ya?” Sebelah alis lelaki itu terangkat, sorot geli terlihat di matanya, “Lapar aku atau lapar…,”

“IRVAN!” Wajah Eveline memerah. Ia melotot kesal.

“Apa, Sayang?” Irvan, lelaki itu tak merasa ada yang salah dengan kata- katanya. Ia justru semakin menyukai wajah gusar dan kesal Eveline. Menggemaskan!

“Ayolah, Sayang aku sudah merindukanmu. Sudah berapa hari kita tidak bertemu kan? Aku benar- benar kangen denganmu.”

Eveline mendelik. “Irvan!” tegurnya sembari menoleh ke kanan dan kiri, lalu tak lama ia mencondongkan wajahnya ke depan, “Jika masih saja menggodaku, kupastikan hanya ada makan malam saja!” Bisiknya dengan seringai lebar.

Irvan tergelak. Kepalanya manggut- manggut. “Baiklah, sayang! Kuikuti permainanmu!”

Eveline pun tersenyum lebar. Sejujurnya ia pun tak sabar menunggu saat berdua hanya dengan Irvan, lelakinya. Hampir seminggu mereka tak bertemu, rasa rindu pun menggelegak ingin dituntaskan. Namun Eveline juga tak ingin merusak dinner special yang Irvan rencanakan.

Tunggu saja, Van!

“Jadi kamu mau pesan ap…?”

Sebuah dering ponsel menyentakkan keduanya. Irvan cepat- cepat merogoh saku celananya. Eveline mendelik gusar, bukankah sudah perjanjian jika mereka sedang bersama tak boleh ada ponsel yang diaktifkan. Tapi ini...

Kegusaran Eveline bertambah saat Irvan tiba- tiba berdiri, menatapnya sejenak lalu meninggalkan dirinya. Irvan mengangkat telepon menjauh darinya, itu berarti…

Tiba- tiba ia merasa gundah. Pasti akan terjadi sesuatu!

“Sayang maaf!” Irvan muncul dengan wajah cemas, “Aku minta maaf, sayang. Aku harus pulang. Dena sakit.”

“Dena?”

“Mama menelpon. Dena demam. Aku harus pulang, Sayang. Dena membutuhkanku. Maafkan aku.” Irvan mengecup sesaat kening Eveline sebelum akhirnya pergi meninggalkan wanita itu.

Eveline mengerjap. Irvan meninggalkannya. Lagi! Ck, untuk kesekian kalinya. Dena? Sampai kapanpun ia takkan bisa menggantikan tempat Dena. Perempuan itu akan selalu menjadi yang pertama.

Dan dia selalu yang kedua.

Cih! Menyedihkan sekali nasibmu, Ev!
***

“Loh kamu pulang, Ev? Katanya menginap?”

Eveline menggeleng perlahan. Ia berjalan lesu menghampiri ranjang, “Nggak jadi, Mas Susan ada acara. Mas kok belum tidur?”

Lelaki berkacamata yang sedang terduduk di atas kasur dengan laptop di pangkuannya tersenyum, “Ini! Nyelesein sedikit kerjaan,”

“Sudah malam. Mas lebih baik istirahat. Pekerjaan masih bisa dilanjutkan besok kan?”

“Baiklah.” Lelaki itu mengangguk. Ia menurut. Dimatikannya laptop lalu diletakkan di meja yang berada di samping ranjang sekaligus dengan kacamatanya.

“Kemarilah, Ev! Kau juga perlu istirahat.”

Eveline tersenyum tipis, “Nanti Mas, aku ganti baju dulu!” Ucapnya sembari mengambil piyama tidur dari susunan pakaian di lemari lalu masuk ke kamar mandi. Sesaat setelah berganti pakaian, Eveline membaringkan tubuhnya di ranjang. Ia menoleh dan mendapati mata lelaki yang terbaring di sebelahnya sudah terpejam. Eveline menghela nafas panjang, sudah tidur mungkin, bisiknya dalam hati.

Tetapi tiba- tiba Eveline merasa tubuhnya ditarik merapat ke pelukan lelaki itu. Lengan lelaki itu merengkuh tubuhnya lalu mengecup keningnya perlahan.

Good night, Honey. I love you, Istriku!” Ujarnya lembut, “Sleep tight!”
-end-

Lampung, Februari 2016


Tulisan ini juga bisa ditemukan di Kompasiana









7 komentar: