Kamis, 24 September 2015

ELROY (21)


Bab XXI

Sebelumnya Disini



“Siapa, El?”

Elroy terhenyak. Selama beberapa menit ia terpaku. Kedatangan sosok yang kini berdiri di hadapannya benar- benar mengejutkan. Tak pernah diduga sama sekali ia akan kembali bertemu.

“Bukan siapa- siapa, Mam. “ Sahut Elroy tanpa mengalihkan pandangannya. Ia bahkan menutup pintu kamar dari luar. Lalu mendengus gusar. Menatap sinis pada orang di depannya.

“Lebih cepat lebih baik anda pergi!” Katanya ketus. “Kami tak menginginkan kehadiran anda di sini.” Mungkin terdengar tak sopan, kurang beretika tetapi Elroy merasa inilah yang harus dilakukannya. Tak pantas rasanya keberadaan orang itu di sini saat ini.

“Ta…pi, El…”

Elroy menggeleng lalu mengangkat tangan kanannya, “Please, gue nggak mau tahu apa- apa. Lebih baik anda pergi sekarang!” Ujarnya lagi. Tubuhnya berbalik hendak kembali ke kamar namun tiba- tiba tertahan.

“Tolong dengerin penjelasan ta…,”

“Penjelasan, huh?” Elroy memotong dengan cepat. Ia menoleh dan menatap tajam. “Penjelasan yang mana? Penjelasan perselingkuhan anda? Oh.. bukan selingkuh lagi ya tapi istri. Istri kedua, right?”

Karina Devi. Tante Rinrin, demikian Elroy kecil memanggilnya. Wanita muda yang bekerja sebagai sekertaris ayahnya itu memang cukup ia kenal dengan baik. Tante Rinrin yang asyik, Tante Rinrin yang menyenangkan. Tapi itu dulu sebelum matanya memergoki perselingkuhah keduanya di kantor. Ayah dan Tante Rinrin. Sejak saat itu ia bersumpah takkan pernah mau berurusan dengan wanita itu. Baginya ayah maupun sekertarisnya sama- sama menjijikkan.

“Ka…mu tahu?”

Elroy tersenyum miring. “Mami juga sudah tahu. Kami sekeluarga sudah tahu semua.”

Keterkejutan jelas terlihat di wajah Kumala. Elroy berdecih. Ia tak peduli. Ia sudah memantapkan dalam hati, apapun yang dilakukan ayahnya juga wanita selingkuhan atau simpanan takkan perlu ia tahu.

Semuanya sudah berakhir saat ia mendapati fakta papi mempunyai anak selain ia dan Anya. The end.

“Sepertinya tua bangka itu tak memberitahumu kalau kami semua sudah mengetahuinya, Tante Karina Devi!”

“Asal lo tahu. Gue udah peduli hubungan kalian. Terserah kalian mau ngapain. BUKAN URUSAN GUE!”

“EL!”

Elroy menoleh. Matanya menyipit saat menemukan sosok Gendis yang tengah berjalan ke arahnya. Sendirian.

“Sorry, sweater gue ketinggalan.” Ucap Gendis saat sudah berada di depan Elroy. Ia tersenyum mengangguk pada Kumala, “Eh, maaf tante…,”

“Masuk!”

Gendis melongo sesaat. Kenapa El ketus sekali, gumamnya dalam hati. Sejenak ia melirik sosok Kumala. Wanita itu terlihat tertekan. Gesture tubuhnya sangat tak nyaman dipandang oleh Gendis.

“Masuk, Ndis!” Elroy tak sabar. Ia menarik lengan Gendis untuk mengikutinya masuk ke dalam kamar. Tanpa mengindahkan Kumala sama sekali.

“Eh, Tante per..permisi!” Gendis meringis menerima perlakuan Elroy. Benaknya dilingkupi tanda tanya. Tadi ia memang sempat mendengar Elroy berkata keras pada sosok wanita itu, tapi itu pun tidak terlalu jelas.

Jadi sebenarnya ada apa sih?

“Loh, ada Gendis!”

Gendis nyengir. Tanpa sadar ternyata ia sudah berada di dalam kamar rawat ibu Elroy. “Eh sorry Tante, sweater aku ketinggalan.”

“Ternyata beneran punya lo, Ndis!” Celetuk Anya kemudian. Ia berdiri dari sofa lalu melangkah menuju lemari yang berada di seberang ranjang, tepat dibawah televisi. “Nih! Gue simpan dulu di sini. Gue pikir entar gue tanya El.”

Gendis tersenyum. Ia menerima sweater yang disodorkan Anya. “Thanks ya, Kak!” Senyumnya lebar.

“Sama- sama. Eh, itu tangan nggak mau lepas ya?”

Gendis dan Elroy terkejut. Terutama Elroy. Sesaat ia lupa jika ia masih menggenggam tangan gadis itu. Kontan keduanya melepaskan genggaman, membuat Anya terkekeh geli.

“Tuh kan Mam, aku bilang apa!” Katanya sembari mengerling pada ibundanya.

“Apaan sih lo, Nya!”

“Syukurlah Mam, El normal juga!”

Elroy melotot. Anya keterlaluan dipikirnya dia bukan lelaki normal apa?

“Nggak usah rese deh, Nya!”

“Eh, maaf semua.” Tiba- tiba suara Gendis menghentikan keributan kecil itu. “Maaf ini Tante, aku langsung pulang ya, Tante. Takut kemalaman.”

“Loh kesini sama siapa?” Astrid mengerut bingung.

“Tadi diantar Bastian, tapi dia ada urusan jadi aku bilang pulang sendiri aja.”

“Anterin gih, El!”

Elroy terdiam. Ia menatap tajam Anya. Bukan ia tak tahu maksud kata- kata kakaknya.

“Iya El, anterin Gendis aja dulu!”

“Eh Tante, nggak usah. Aku bisa pulang sendiri kok.” Elak Gendis cepat.

“Nggak, Ndis. El akan nganterin kamu kok. Iya kan, Sayang?”

Elroy mengangguk pelan. Ia menghembuskan perlahan. Tak ada pilihan kan? Toh, ia juga takkan tega membiarkan Gendis pulang sendiri disaat hari mulai menjelang malam.

“Ya udah yuk!”

Hah. Gendis melongo. “Eh tapi…”

“Mau pulang nggak?”

Ck, Gendis berdecak dalam hati. Manusia satu ini benar- benar nggak bisa manis sedikit sepertinya. Gendis pun memilih mengalah. Ia menghela nafas berat lalu berpamitan pada mami dan Anya. Sesaat ia sempat ternganga saat Anya berbisik padanya.

“Sok galak padahal sebenarnya dia cinta tuh sama lo, Ndis. Jadi bersabarlah!”

What??

***

“Anya ngomong apa?”

“Hah?”

Elroy berdecak dalam hati. Entah apa yang dikatakan kakaknya hingga membuat Gendis mendadak lemot seperti ini. Bahkan sejak keluar kamar, Gendis lebih banyak berdiam diri padahal biasanya jika bersama Gendis, mulut gadis itu tak henti berceloteh.

“Tadi Anya bilang apa ke lo?” Tanya Elroy lirih.

“Nggak- nggak, Kak Anya nggak bilang apa- apa.”

Elroy menggeleng, “Lo nggak pandai berbohong, Ndis?”

“Eh!” Gendis melengos. Ia membuang muka. Semudah itu bisa terbaca?

“Serius deh, Ndis!”

Sejenak hening.

Gendis larut dalam pikirannya. Katakan tidak katakan tidak! Dihelanya nafas dalam- dalam lalu dihembuskannya perlahan. Ia pun menoleh, menatap lekat- lekat Elroy yang berada di balik kemudi. Elroy menyadari pandangan Gendis, ia melirik sekilas namun kembali memfokuskan diri ke jalanan di hadapannya. Dia memilih menunggu Gendis mengatakannya.

“Ehm, El!” Ragu jelas dirasakan Gendis. Tapi…

“Ka…Kak Anya bilang ka..mu cin..cinta aku!”

Apa!!

Ciiiitttt…..

Tanpa sadar Elroy menginjak rem kuat- kuat. ANYAAAAA!!!!

Selanjutnya Disini





-tbc-

Selamat Hari Raya Idul Adha


6 komentar: