Selasa, 16 Juni 2015

Romansa Puber Kedua (9)

Sebelumnya Disini

Romansa Puber Kedua (9)


Tantri menggigit bibirnya getir. Terbersit pemikiran agar dirinya berbalik dan meninggalkan bangunan di depannya segera dan secepat mungkin. Namun entah mengapa hatinya menolak, langkahnya justru semakin mendekat memasuki pintu masuk.


“Selamat siang, Ibu.” Tantri terkesiap. Seorang pemuda mengenakan pakaian putih hitam dengan dasi kupu- kupu menyapanya dengan senyum ramah. “Ada yang bisa dibantu?”


“Eh, iya…iya saya janjian dengan teman.” Ucapnya sedikit gelagapan.



Masih dengan senyum, pemuda itu bertanya, “Maaf dengan siapa?”


“Haris. Haris Widianto.”


“Oh, bapak Haris.” Tantri mengernyit. Nama Haris sepertinya sudah sangat familiar untuk pemuda itu, “Mari saya antarkan, bapak sudah di dalam.”


Tantri mengangguk. Ia menarik nafas lalu menghembuskannya perlahan. Sejujurnya ia belum siap bertemu dengan Haris sejak kejadian seminggu lalu di rumahnya, tetapi entah mengapa saat tadi pagi Haris menelponnya dan mengajaknya bertemu, ia tak kuasa menolak.


Mungkinkah ia masih menginginkan laki- laki itu.


Satu minggu mereka tak bertemu. Satu minggu pula ia gelisah luar biasa. Padahal selama ini ia menolak mati- matian keberadaan Haris di sekitarnya, namun setelah Haris menghilang ia justru dilandah gundah yang tak biasa. Bahkan ia nyaris tak pernah tidur setiap malam karena memikirkan Haris.


Apakah ia terlalu melukai laki- laki itu?


“Silahkan, Bu!” Tantri terhenyak. Ternyata ia sudah sampai di depan sebuah ruangan. Pintu digeser dan Tantri tertegun sejenak. Haris yang duduk bersila di depan meja menatapnya lembut. Senyum tersungging di bibirnya membuat Tantri meneguk ludah sesaat.


Sungguh, ia merindukan laki- laki ini.


Dengan sedikit canggung, Tantri melangkah masuk ke dalam ruangan. Ia mengambil tempat berseberangan dengan Haris. “A..ada apa, Mas?”


Haris tersenyum, “Kita makan dulu baru setelah itu kita bicara. Aku sudah pesankan makanan,”


Tantri mengangguk perlahan. Di atas meja memang sudah tersaji beberapa makanan khas negeri seberang. Sebenarnya ia enggan, ia hanya ingin secepatnya berbicara lalu meninggalkan tempat ini sesegera mungkin. Namun mengingat kalimat Haris sebelumnya ia hanya bisa menurut karena ia juga tak bisa memaksa Haris berbicara sekarang.


“Jadi ada apa?” tanya Tantri tak sabar. Pelayan telah pergi setelah membereskan sisa makanan dan ia sudah tak dapat menunggu lama lagi. Terlalu lama bersama lelaki ini dapat membahayakan kerja jantungnya.


“Maaf,” Dahi Tantri mengerut, “Aku minta maaf,”


“Aku tahu kesalahanku di masa lalu terlalu menyakitkan. Tetapi perlu kamu tahu sampai sekarang aku masih mencintaimu, Tan.”


Tantri menggeleng, “Mas,…”


Haris mengangkat kedua tangannya, menahan Tantri berbicara. “Aku berusaha mencarimu ketika kamu menghilang saat itu. Aku ingin kamu tahu kalau aku benar- benar merasa bersalah. Tetapi sejauh aku mencari kamu sama sekali tak pernah terlihat bahkan untuk pulang ke rumah orang tuamu sekalipun. “


“Aku menyerah, Tan. Kupikir inilah yang akhirnya terbaik untuk kita. Kamu bahagia tapi tidak denganku yang menyakitimu. Aku mencoba membangun kehidupanku sendiri. Mencoba menerimanya menjadi istriku namun pada akhirnya aku baru menyadari bahwa kesalahan yang dulu kuperbuat adalah perbuatannya. Ia terlalu berambisi memiliki diriku. Aku benar- benar bodoh,”


Mata Tantri melebar mendapati fakta yang disampaikan Haris. Ia tak mengira ada wanita seperti itu dalam kehidupannya. Ia mendengus sinis, layaknya drama sinetron picisan yang sering diangkat ke layar televisi.


“Pertemuan kita membuatku berfikir ini kesempatan bagiku. Kesempatan kedua. Apalagi mendengar kamu sendiri, besar keinginanku bersamamu kembali, Tan. Meski kemarin kamu menolakku, aku tidak bisa, Tantri. Seminggu sudah hidupku tersiksa karena memikirkanmu.”


Tantri tersenyum miris. Haris kacau karenanya. Ia pun berantakan karena Haris. Uh, dua orang yang memprihatinkan.


“Aku janji aku akan menceraikannya segera dan secepatnya!”


Seketika Tantri melotot. “Mm…mas!”


“Aku mencintaimu, Tan. Hanya kamu seumur hidupku.”


-tbc-
Selanjutnya Disini

Lampung, Juni 2015



MARHABAN YA RAMADHAN 1436H. Selamat Berpuasa! :)))))

2 komentar: